Pemuda Papua Mendukung Penumpasan OPM
Oleh : Moses Waker )*
Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang terus meresahkan warga Papua, membuat aksinya selalu dicemooh. Pemberantasan organisasi separatis terus dilakukan oleh aparat. Para pemuda Papua juga mendukung penumpasan OPM, karena mereka cinta NKRI dan tidak mau Indonesia dirusak kedaulatannya oleh kaum separatis.
Saat Papua bergabung dengan Indonesia setelah penentuan pendapat rakyat (pepera), maka ada yang tak menyetujui hasilnya. Mereka membentuk organisasi Papua merdeka (OPM) dan ngotot ingin berdikari. Alasannya, mereka dapat merdeka dan mengatur wilayahnya sendiri. Padahal menurut hukum internasional, bekas jajahan Belanda menjadi wilayah RI, termasuk Papua.
Para pemuda Papua mendukung pemerintah dan tidak mau bergabung dalam OPM. Mereka malah mendukung pemberantasan organisasi separatis tersebut, karena selalu meresahkan masyarakat. OPM dan KKB terlalu sering menyakiti hati warga sipil dengan melakukan penembakan dan penyerangan yang membabi-buta.
OPM bahkan pernah ketahuan menggunakan warga sipil Papua sebagai tameng hidup, ketika mereka menyerang aparat. Peristiwa ini sangat memilukan, karena bagaimana bisa mereka tega membuat saudara sesukunya jadi korban jiwa? Hanya demi ancaman pada aparat dan masyarakat lain.
Para pemuda Papua berbondong-bondong mendaftar jadi tentara, karena ingin membela wilayahnya. Jika mereka sudah resmi jadi anggota TNI, maka bisa membela warga sipil dan ikut ke hutan dan pegunungan, dalam rangka pencarian markas OPM.
Pemberantasan organisasi ini sangat penting, karena mereka merusak kedamaian di Bumi Cendrawasih.
Penerimaan tentara di Papua juga terselenggara berkat beasiswa program otsus. sehingga meringankan beban finansial para pemuda. Mereka bisa dilatih jadi bintara dan siap ditempatkan di wilayah terpencil sekalipun. Tujuannya agar membela kehormatan NKRI dan memberantas OPM serta KKB, yang selalu meresahkan masyarakat.
Permasalahan separatisme di Papua tidak hanya berkisar pada kekejaman OPM. Namun juga ada campur tangan dari pihak asing. Mereka ikut cawe-cawe karena mengincar tambang tembaga di Mimika, sehingga jika OPM berhasil, akan bisa menikmati hasilnya. Pihak asing sangat licik dan menggunakan OPM sebagai perpanjangan tangan.
Para pemuda Papua yang tergabung dalam AMPERA (aliansi mahasiswa, pemuda, dan rakyat Papua) mengecam pihak asing yang mendukung OPM, serta ikut merayakan ulang tahunnya pada tanggal 1 desember. Bahkan pihak asing ikut mengibarkan bendera bintang kejora yang jadi lambang OPM. Peristiwa itu adalah sebuah penghinaan besar bagi Indonesia.
AMPERA meminta pemerintah Indonesia lebih gencar dalam memeberantas OPM, karena permasalahan separatisme ini merembet ke banyak hal lain. Selain mengancam kedaulatan negara dan merusak perdamaian, maka separatisme juga membuat negri lain merendahkan Indonesia.
Pihak asing sengaja melakukan propaganda pada OPM agar terus memberontak dan mendirikan Republik Federal Papua Barat. Namun ketika berhasil merdeka, bukannya kebahagiaan yang didapat, melainkan kesengsaraan. Karena pihak asing akan menjadikan pemimpin OPM sebagai presiden boneka, dan mengeruk dalam-dalam kekayaan Papua.
Hal inilah yang tidak disadari oleh OPM, karena mereka sudah termakan oleh propaganda asing. Mereka tak berpikir jernih dan melihat betapa besar perubahan pada Papua, saat era Presiden Joko Widodo. Sekarang, Papua makin cantik dan maju, berkat Jalan Trans Papua, Jembatan Youtefa, Bandara Internasional Sentani, dan berbagai infrastruktur lain.
Pemuda Papua mendukung penuh perjuangan aparat untuk memberantas OPM. Mereka juga menghimbau para remaja untuk cinta NKRI dan melarang untuk terbujuk oleh KKB. Karena kelompok kriminal bersenjata itu sering mengincar ABG sebagai kader baru. Jika remaja diberi penjelasan, maka akan menjauh dari OPM dan KKB.
Para pemuda Papua mencela tindakan OPM yang di luar batas, dan nekat membunuh orang yang tak bersalah. Padahal korbannya adalah saudara sesuku, namun mereka tetap melakukan kekejaman. Pemberantasan OPM sangat perlu untuk dilakukan, agar mereka tidak meresahkan masyarakat dan merusak perdamaian.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali