Pemuka Agama Berperan Strategis Cegah Radikalisme
Oleh : Abdul Khalik )*
Pemuka agama memiliki peran penting dalam mencegah penyebaran radikalisme di Indonesia. Penyebabnya karena mereka dihormati oleh jamaah dan kata-katanya memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Radikalisme patut diwaspadai karena bisa menggerogoti negara dari dalam. Masyarakat tentu tidak mau jika Indonesia berubah jadi kacau-balau seperti di Afghanistan atau Syiria, yang jadi hancur gara-gara ulah kelompok teroris. Terorisme dan radikalisme harus diberantas karena merekalah pemberontak dan penghianat negara, karena tidak mau mempercayai Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mencegah radikalisme maka diperlukan peran serta masyarakat dalam membantu pemerintah, agar terorisme dan radikalisme bisa dengan cepat diberantas. Pemuka agama sebagai tokoh masyarakat berperan penting untuk mencegah radikalisme. Penyebabnya karena para jamaah pasti mendengarkan apa yang diceramahkan lalu mempraktikkannya, termasuk ajakan untuk menghindari radikalisme.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Kalimantan Utara Datu Iskandar Zulkarnaen menyatakan bahwa pemuka agama berperan penting dalam melawan radikalisme. Dalam artian, para penceramah hendaknya berdakwah dan memberi pesan positif untuk selalu beribadah, tanpa harus berhubungan dengan kelompok radikal. Jangan malah mempromosikan terorisme dan radikalisme.
Masyarakat memang menghormati pemuka agama karena dianggap sebagai guru yang mengajarkan hal-hal positif, terutama yang berkaitan dengan ibadah dan menjalankan kehidupan yang syar’i. Oleh karena itu para pemuka agama hendaknya berceramah tentang perdamaian dan toleransi, serta menghindari topik radikalisme dan khilafah. Mereka dengan semangat terus mendamaikan Indonesia agar mencegah konflik di tengah masyarakat.
Para pemuka agama seharusnya sudah paham bahwa khilafah dan radikalisme terlarang karena jika jadi anggota kelompok teroris dan radikal, otomatis jadi penghianat negara. Oleh karena itu mereka membantu pemerintah dalam upaya memberantas radikalisme dan terorisme. Tujuannya agar Indonesia bisa bersih tanpa ada hasutan dari kelompok radikal atau ancaman pengeboman.
Topik-topik yang bisa dipilih oleh para penceramah untuk memberantas radikalisme antara lain tentang perdamaian dan toleransi. Perbedaan bukanlah hal untuk memicu peperangan. Bahkan Nabi Muhammad berdakwah dengan cara yang sangat lembut. Di antaranya, beliau menyuapi pengemis buta setiap hari, padahal agamanya berbeda. inilah contoh toleransi yang seharusnya diteladani oleh umat.
Umat perlu diajarkan untuk bertoleransi karena akhir-akhir ini isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) naik lagi. Padahal pemerintah berusaha agar isu SARA tidak dipermasalahkan, karena jika berkobar bisa memicu kerusuhan. Masyarakat yang mendengar ceramah pemuka agama akan berusaha untuk toleran dan tetap bergaul seperti biasa, meski tetangga atau temannya tidak seagama.
Datu Iskandar melanjutkan, posisi Kalimantan Utara amat rawan. Penyebabnya karena berada dekat dengan Malaysia Timur dan Filipina Selatan. Kedua tempat itu cukup mengkhawatirkan karena pernah dihuni oleh kelompok teroris. Jangan sampai mereka menyeberang ke Kalimantan Utara lalu meracuni pikiran masyarakat dan menyebarkan terorisme seantero Kalimantan, bahkan Indonesia.
Pencegahan agar terorisme dan radikalisme tidak tersebar memang harus dilakukan, dan pemuka agama bisa memakai dakwah berisi moderasi beragama untuk menangkalnya. Dengan moderasi beragama maka umat akan beribadah dan beragama dengan cara moderat, tidak ekstrim kanan atau kiri. Dengan begitu mereka tidak mau terbujuk terorisme yang ekstrim kanan.
Para pemuka agama hendaknya membantu untuk pencegahan radikalisme dan terorisme dengan cara berdakwah dan menyebarkan perdamaian. Dengan adanya kontribusi aktif pemuka agama, penyebaran radikalisme diharapkan dapat diminimalisasi.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa institute