Polemik Politik

Pendekatan dari Hati, Otsus, dan Kesejahteraan Masyarakat Papua

Jakarta, Lsisi.id – Pemerintah terus berupaya merangkul masyarakat asli Papua dan meredakan konflik di bumi Cenderawasih. Berbagai pendekatan dilakukan karena Papua mutlak bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan dari hati.

Staf Khusus Presiden bidang Papua, Lennys Kogoya mengatakan, pendekatan dari hati lebih efektif untuk menyelesaikan konflik di Papua. Terlebih pendekatan ini bertepatan dengan momen perayaan Natal.

“Menjelang Natal harus membangun tali kasih antara masyarakat dan aparat. Pendekatan hati harus dibicarakan dengan duduk bersama di rumah adat yang selama ini belum ada keberanian,” kata Lennys dalam Dialog di Radio Elshinta, Kamis (9/12/2021).

Menurut Lennys, dengan pendekatan ini diharapkan kedepannya tidak ada lagi pertumpahan darah, konflik, atau gesekan di tanah Papua.

“Tahun 2022 tidak terjadi tumpah darah di tanah Papua. Saya dengan kepala suku dalam waktu dekat akan ada pernyataan. Kami ambil sikap, tegakkan hukum. Kami persiapkan sekarang. Khusus masyarakat Papua, mari kita jaga damai. Kekerasan bisa jadi kedamaian,” ujar Lennys.

Ia menambahkan, pernyataan dengan kepala suku ini akan menjadi rekomendasi untuk disampaikan ke Presiden Joko Widodo dan aparat keamanan dalam menangani persaoalan keamanan menjelang 25 Desember 2021.

“Kita akan menuju tahun kedamaian. Tidak ada lagi kekacauan, budaya saling kasih, tidak ada benci, marah, dan kekerasan,” paparnya.

Lennys berharap, pemerintah dan penegak hukum dapat tegas menegakkan hukum di Papua. Tidak ada lagi yang diisitimewakan dan kebal hukum di provinsi paling timur tersebut. Kesalahan perlu ditindak sesuai dengan koridor hukum. Terkait dengan dana otonomi khusus (otsus), Lennys mengatakan, harus dibentuk tim khusus pengawasan. Pasalnya, selama ini tidak ada pengawasan ketat terhadap dana otsus yang mengakibatkan terjadinya penyelewengan. Ia mencontohkan anggaran otsus untuk lembaga adat dan tokoh perempuan yang masing-masing dialokasikan 2 persen. Berdasarkan laporan dari

Gubernur Provinsi Papua, dana tersebut sudah disalurkan ke pemerintah kabupaten dan kota. Namun faktanya, lembaga adat bahkan tokoh perempuan tidak menerima dana itu.

Sejarawan dari Universitas Negeri Manado, Dr Drs Yohanes Burdan, M.Hum sepakat dengan pernyataan Lennys. Ia setuju pendekatan di Papua dilakukan dengan pendekatan dari hati.

“Budaya orang Papua, ada aspek untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Kita harus bersikap bagaimana orang berpikir,” tutur Yohanes.

Ia menambahkan, gesekan yang terjadi di Papua muncul karena ada rasa kesemburuan sosial. Yohanes mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah terkait persoalan di Papua.

“Dari waktu ke waktu akan terjadi perubahan, bahwa mereka, masyarakat di Papua bisa menikmati kekayaan di bumi papua. Tidak ada orang Papua benci siapa pun. Jika ada kesenjangan, itu sumber konflik baik masyarakat asli atau pendatang,” kata dia.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih