Pendidikan Politik Cegah Hoaks dan Money Politics Jelang Pilkada
Jakarta – Associate Professor Universitas Islam Riau, Dr. Fatmawati, mengatakan bahwa masyarakat perlu dibekali pemahaman mendalam agar dapat berperan aktif dalam proses politik, serta mencegah terjadinya politik uang dan penyebaran hoaks. Menjelang Pilkada 2024, pendidikan politik menjadi elemen penting dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap demokrasi yang sehat dan adil.
Menurut Dr. Fatmawati, pendidikan politik memiliki peran signifikan dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
“Pendidikan politik yang baik memungkinkan masyarakat lebih kritis terhadap janji-janji politik dan tidak mudah terpengaruh oleh bujukan money politic,” ujarnya.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam, masyarakat dapat mengambil keputusan secara rasional dan tidak terjebak dalam tawaran politik uang yang kerap muncul menjelang Pilkada.
Fatmawati menemukan bahwa dalam praktik politik uang, nilai uang yang dibagikan berkisar antara Rp100.000 hingga Rp300.000, dan terkadang bahkan berupa barang seperti magic com, kipas angin, atau TV. Masyarakat kerap menanti-nanti pemberian dari kandidat, meskipun regulasi dalam UU Pemilu No. 07 Tahun 2017 melarang praktik ini.
“Banyaknya praktik money politic ini disebabkan lemahnya penegakan hukum dan pendeknya waktu kampanye kandidat di masyarakat,” tambah Dr. Fatmawati.
Selain itu, peredaran hoaks di media sosial juga meningkat tajam selama masa kampanye. Dengan akses yang luas di era digital, hoaks menjadi alat destruktif yang sering kali dimanfaatkan untuk menyebarkan kampanye negatif dan kampanye hitam.
“Tren hoaks dalam pemberitaan politik menjadi paling dominan menjelang Pemilu,” ujar Dr. Fatmawati.
Ia menekankan bahwa masyarakat harus meningkatkan literasi digital, sehingga dapat memilah informasi yang valid dan tidak terjebak oleh kampanye hitam yang beredar di media sosial. Dr. Fatmawati juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam menerima dan membagikan informasi di media sosial.
“Pesan-pesan yang diterima harus dibaca dengan seksama, dianalisis, dan dilakukan kroscek sebelum akhirnya dibagikan,” katanya.
Literasi digital yang kuat diharapkan mampu membentengi masyarakat dari bahaya hoaks yang dapat merusak integritas proses demokrasi. Dengan semakin matangnya pendidikan politik, masyarakat diharapkan bukan hanya sekadar menjadi partisipan, tetapi juga menjadi penggerak perubahan sosial yang positif.
Masyarakat yang memahami hak dan kewajibannya akan cenderung lebih aktif mengawal kebijakan, menuntut akuntabilitas, dan menjaga integritas demokrasi, yang pada akhirnya mendukung terciptanya Pilkada yang jujur, adil, dan bersih dari politik uang serta hoaks.