Pengamat: BLT Tepat Sasaran Jadi Solusi Atasi Dampak Penyesuaian Harga BBM
Jakarta – Direktur Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia, Athor Subroto, Ph.D menngatakan BLT merupakan solusi jangka pendek untuk mengatasi dampak dari penyesuaian harga BBM. Tetapi berbagai solusi dapat diberikan untuk melengkapi solusi jangka Panjang.
Pemerintah tidak mungkin memberikan BLT secara terus-menerus kepada masyarakat karena adanya keterbatasan anggaran. Namun, memang perlu pendekatan pemberian subsidi yang lebih variatif dibandingkan dengan BLT karena BLT juga memiliki dampak, diantaranya akan menaikkan inflasi. Ketika daya beli terjaga, masyarakat golongan rentan akan menjaga optimisme dan tidak panik. Hal tersebut diungkapkan Direktur Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia, Athor Subroto, Ph.D di Jakarta.
Perlu pelibatan komunitas masyarakat yang lebih formal atau yang disebut dengan people gorvernance dalam penyaluran BLT, dimana orang-orang terlibat aktif atau berkontribusi dalam menyejahterakan publik, ujar Athor.
Tim ekonomi pemerintah tentunya sudah berupaya mengkalkulasi agar besaran BLT dapat membantu kebutuhan masyarakat. Paling tidak, masyarakat tidak kehilangan daya beli, ucap Direktur SKSG UI.
Tentunya tetap akan ada dampak bagi masyarakat dengan ekonomi kelas menengah. Dengan adanya buffer dari masyarakat bawah, semuanya akan terangkat. Masyarakat kelas menengah akan lebih mudah berinovasi karena soft income mereka lebih banyak, kata Ekonom UI.
Athor Subroto menilai pengalihan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah merupakan langkah baik dan lebih tepat sasaran. Tanpa kebijakan ini, subsidi akan terus dinikmati oleh masyarakat mampu.
Distribusi subsidi selama ini masih belum tepat sasaran karena subsidi dalam bentuk barang bisa diperoleh oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai makhluk ekonomi, setiap orang berusaha untuk memaksimalkan utilitas. Dari situ orang-orang kalangan mampu akan terus mengambil jatah subsidi dan memiliki daya serap lebih besar dibandingkan masyarakat kalangan rentan dan bawah, ungkap Athor Subroto.
Direktur SKSG UI Athor Subroto mengatakan SKSG UI sering mengadakan diskusi kritis tentang kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, dengan memberikan pandangan kritis melalui policy-policy brief setelah diskusi, termasuk dampak dari penyesuaian harga BBM. Penyesuaian harga BBM selalu berulang, dan kita harus fully aware bahwa BBM menjadi semacam inti dari inflasi kita.
Jika harga BBM naik pasti akan memiliki dampak domino terhadap sektor lain. Dampak dari inflasi ini harus ditangani dari berbagai sisi, termasuk salah satunya saat ini pemerintah memberikan BLT. Ini akan menjadi penyeimbang, di saat akan inflasi maka akan ada bantuan dari pemerintah, ujar Athor.
Disisi lain, pasar tetap menerima kebijakan ini dengan baik. Memang terjadi pro dan kontra, namun pemerintah tetap bisa mengatasinya. Demokrasi tetap berjalan, semua orang boleh berpendapat, dan sampai sejauh ini aman. BLT tetap disalurkan agar daya beli masyarakat tetap kuat. Ketika para investor melihat pergerakan kebijakan pemerintah yang selama ini sudah ditangani dari berbagai sisi, maka investor akan lebih percaya dengan berinvestasi lebih besar di Indonesia, ucap Athor.
Sementara hal senada juga diungkapkan Pengamat Sosial dari Universitas Airlangga (Unair), Bagong Suyanto, Menurut Bagong Suyanto, kehadiran Bantuan Langsung Tunai (BLT) diharapkan bisa jadi bantalan bagi masyarakat terhadap dampak penyesuaian harga BBM.
“Ini memang sangat dilematis bagi pemerintah. Begitu diputuskan BBM naik pasti berbagai barang kebutuhan masyarakat ikut naik. Lalu bagaimana agar masyarakat memiliki daya beli? Karena itulah pemerintah memberikan BLT,” kata Pengamat Sosial dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto di Surabaya.
Menurut Bagong, Pemerintah perlu memiliki data yang akurat dan up to date sehingga program BLT BBM yang diluncurkan bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemberian BLT memang merupakan bentuk itikad baik dari pemerintah. Namun bukan berarti bukan tanpa resiko. Pemberian bantuan seperti ini di sisi lain justru bisa membuat mekanisme self help masyarakat pudar dan menimbulkan ketergantungan.
Sementara itu, Ketua Forum ekonomi Konstitusi Defiyan Cori turut mengatakan, bansos bisa dijadikan usaha untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Pertimbangan inflasi tidak ada masalah jika kebijakan pro rakyat dilanjutkan.
Cori juga menyarankan agar ada percepatan untuk meningkatkan kapasitas UMKM dengan memberikan pendampingan. Menjadi penting bagi UMKM untuk mengelola usaha dan bisnisnya secara profesional. Termasuk manajemen dan pengelolaan usahanya. Saya yakin jika ini dilakukan pertumbuhan ekonomi kita bisa 6 persen, katanya.