Pengesahan KUHP Tidak Bertentangan dengan Demokrasi
Oleh : Anindira Putri Maheswani )*
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah disahkan pada Desember 2022. Pengesahan Undang-Undang tersebut sangat tepat dan tidak bertentangan dengan demokrasi di Indonesia.
KUHP disahkan pada 6 Desember 2022 dan masyarakat lega karena RUU ini akhirnya disahkan oleh DPR RI. KUHP memang wajib disahkan karena Indonesia adalah negara merdeka, dan tidak boleh memakai produk hukum di masa penjajahan. Indonesia harus merdeka secara konstitusi dengan cara pengesahan RKUHP, yang merupakan RUU buatan para ahli hukum Indonesia.
Pengesahan KUHP tidak bertentangan dengan demokrasi. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Mufti Makarim menyatakan bahwa pembentukan pasal-pasal KUHP yang baru mengedepankan demokrasi dan kemanusiaan. Tuduhan bahwa KUHP anti demokrasi dan tidak mempedulikan keselamatan masyarakat sangat tidak tepat.
Mufti melanjutkan, justru sebelum masa diberlakukan KUHP baru, lebih berpotensi mencederai demokrasi. Di masa Orde Lama dan Orde Baru, KUHP lama digunakan sebagai alat represi. Oleh karena itu pengesahan KUHP merupakan babak baru bagi Indonesia yang menandai lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual.
Dalam artian, pengesahan KUHP tidak pernah bertentangan dengan demokrasi karena tidak ada pasal-pasalnya yang anti demokrasi. Penyebabnya karena masih memberi ruang masyarakat untuk berpendapat dengan bebas dan sopan. Seperti pada pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, yang dilarang adalah penghinaan, bukan kritikan. Lagipula penghina baru bisa dipidana jika dilaporkan oleh presiden/wapres.
Pasal-pasal dalam KUHP justru akan memperbaiki demokrasi. Demokrasi akan sesuai dengan kultur Indonesia, tidak liar dan barbar. Dalam artian, demokrasi adalah situasi di mana suara rakyat didengar dan mereka boleh membuat hukum di negeri ini (melalui wakil rakyat). Namun keadaan berubah setelah reformasi dimulai pada bulan Mei tahun 1998.
Tahun 1998 adalah awal reformasi ketika Orde Baru tumbang. Kala itu, masyarakat euforia dalam berpendapat, karena selama 32 tahun dibungkam, bahkan diancam keselamatannya oleh petrus. Saat Orde Reformasi dimulai maka masyarakat menikmati kebebasan berpendapat dan tidak takut terkena breidel atau petrus.
Namun sayang sekali kebebasan pasca reformasi malah kebablasan. Kebebasan berubah jadi liberal dan pendapat ditumpahkan sebanyak-banyaknya, baik yang positif maupun negatif. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi, bukan berazas liberal seperti Amerika Serikat.
Apalagi ketika internet masuk di Indonesia dan media sosial jadi marak. Banyak yang berpendapat di Facebook, Twitter, atau medsos lain dan sayangnya makin banyak pula yang sarkas dan melakukan penghinaan terhadap pemerintah. Ada juga yang membuat meme dan guyonan, serta gojlokan, jika ada aturan pemerintah yang tidak disetujui.
Situasi ini yang sudah keluar dari batas demokrasi dan hampir saja mengubah Indonesia jadi liberal. Oleh karena itu, demokrasi kembali ditegakkan dan diluruskan dengan RKUHP. Dalam UU ini terdapat pasal penghinaan terhadap pemerintah dan masyarakat dilarang keras melakukannya.
Jika pemerintah dihina dengan cara pembuatan meme atau konten konyol lain, maka sama saja dengan menghina kehormatan negara. Liberalisasi seperti ini yang berusaha dihapuskan oleh KUHP. Dalam negara demokrasi, rakyat boleh berpendapat, tetapi tidak boleh kebablasan dan akhirnya menghina kepala negaranya sendiri. Marwah presiden Indonesia harus benar-benar dijaga.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Sigit Pamungkas menyatakan bahwa KUHP tidak membungkam demokrasi. Formulasi KUHP terhadap kebebasan berpendapat merupakan refleksi dari pengalaman Indonesia dalam berdemokrasi. Sekaligus menjadi harapan keadaban demokrasi di masa depan.
Sigit melanjutkan, dulu kebebasan berpendapat masih dibatasi dengan kontrol terhadap partai, masyarakat sipil, dan media. Saat ini pilar-pilar demokrasi dibebaskan untuk memberikan aspirasi. Parlemen juga sangat terbuka bagi publik.
Dalam artian, masyarakat yang protes terhadap KUHP seharusnya sadar betapa menderitanya nasib rakyat di era Orde Baru. Kebebasan dibungkam dan jika ada yang nekat berdemo melawan pemerintah, nasibnya bisa berakhir di tangan dingin sang petrus. Saat ada media yang kritis terhadap pemerintah, akan dibreidel dan tidak pernah diberi surat izin penerbitan kembali.
Namun saat ini kebebasan dan demokrasi tetap dijaga dan tidak pernah dibungkam. Dalam KUHP tidak ada larangan untuk mengeluarkan aspirasi, baik secara langsung maupun via media sosial. Keterbukaan terhadap parlemen juga dibuka lebar dan masyarakat bisa berinteraksi melalui akun media sosial yang resmi. Oleh karena itu jangan pernah ada yang bilang bahwa KUHP membunuh demokrasi di Indonesia.
KUHP menjaga demokrasi di Indonesia agar benar-benar ditegakkan. Indonesia adalah negara demokrasi dan bukannya liberal. Pasal-pasal dalam KUHP mengatur masyarakat agar tertib dan terhindar dari kejahatan pidana. Aturan dalam KUHP juga menjunjung demokrasi karena masyarakat boleh berpendapat, asal tidak jadi liberal, kasar, dan menyakitkan.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute