Warta Strategis

Pengusutan Kematian Eks Anggota FPI Sudah Sesuai Prosedur

Oleh : Adityo Nugroho*

Kematian 6 eks anggota FPI telah berhasil menarik banyak pihak untuk membahasnya termasuk media asing. Meski demikian ditengah isu adanya pelanggaran HAM, rupanya ada seorang pakar hukum yang menyebutkan bahwa kematian 6 Eks Anggota FPI tersebut bukanlah pembunuhan di luar hukum (unlawfull killing). Pengusutan kasus tersebut juga sudah melibatkan banyak pihak dan sesuai prosedur.

Pakar hukum dari Universitas Indonesia Prof. Indriyanto Seno Adji melalui siaran pers mengatakan, merujuk pada temuan Komnas HAM dalam investigasinya yang menyatakan bahwa serangan terlebih dahulu dilakukan oleh anggota FPI.

            Indriyanto mengatakan, ada satu catatan penting rekomendasi Komnas HAM terkait kematian Laskar FPI yaitu serangan terlebih dahulu dilakukan oleh anggota FPI terhadap penegak hukum. Sehingga dalam hal ini artinya tidak ada yang namanya unlawful killing.

            Dirinya mengatakan, suatu bentuk pembelaan yang terpaksa dari keputusan diambil apparat kepolisian saat menjalankan tugasnya, karena mengancam keselamatan jiwa apparat penegak hukum.       

            Ia juga menuturkan, bahwa apa yang dilakukan oleh apparat penegak hukum justru sebaliknya, pembelaan terpaksa apparat justru dibenarkan, memiliki dasar legitimasi dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum karena adanya serangan terlebih dahulu yang mengancam jiwa.

            Oleh karena itu, Indriyanto justru berujar bahwa aparatlah yang seharusnya menelisik kepemilikan senjata api dari anggota FPI secara illegal.

            Sementara itu, Komnas HAM juga bukan tanpa alasan menyatakan bahwa tindakan aparat yang menewaskan 6 orang lascar pengawal eks pimpinan FPI Rizieq shihab bukanlah kasus pelanggaran berat.

            Meski demikian, pihak komnas HAM juga telah memutuskan untuk memproses dengan pendekatan pidana karena komnas HAM tidak menemukan unsur pelanggaran berat dalam kasus tersebut.

            Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM sekaligus ketua TIM penyelidikan peristiwa Karawang, Choirul Anam, menemukan 6 orang yang merupakan lascar FPI tewas dalam 2 peristiwa yang menewaskan dua orang lascar FPI di sepanjang Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49. Sementara satu insiden lagi menewaskan 4 orang.

            Pada kesempatan berbeda, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa hingga saat ini masuh banyak beredar video-video hoax mengenai kasus kematian 6 laskar FPI. Video hoax tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mendesak Komnas HAM bahwa kasus kematian 6 FPI tersebut merupakan pelaggaran HAM berat.

            Dalam keterangan tertulisnya, Taufan menyatakan, bahwa terdapat pihak yang mendesak dan membangun opini sejak awal serta terus menerus bahwa kasus ini adalah pelanggaran HAM berat. Caranya adalah dengan menyebarkan berbagai video-video pendek yang dijadikan dalam 1 video.

            Setelah itu, pihak yang mendesak tersebut menggunakan potongan-potongan video dari keterangan anggota Komnas HAM dan aktifis HAM, namun isi dari video tersebut tidaklah berkaitan dengan kasus kematian 6 laskar FPI.

            Padahal, berdasarkan penyelidikan dan temuan bukti yang dikumpulkan Komnas HAM, kasus kematian 6 laskar FPI tersebut bukanlah termasuk pelanggaran HAM Berat, karena tidak ditemukan unsur-unsur pelanggaran HAM berat sebagaimana dinyatakan statua Roma maupun UU Nomor 26 tahun 2020 tentang pengadilan HAM.

            Berdasarkan fakta atau data, tentu saja kesimpulan yang ditetapkan oleh Komnas HAM sudah tepat. Sehingga, suatu asumsi tidak bisa menyimpulkan apakah kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat atau bukan.

            Perlu kita ketahui juga bahwa kasus tewasnya enam lascar FPI tentu sulit untuk dibawa hingga mahkamah internasional atau Internasional Criminal Court (ICC), seperti tertuang dalam pasal 1 statuta Roma.

            Mahkamah International dibentuk sebagai komplementari untuk melengkapi system hukum domestic negara-negara yang sudah tergabung dalam keanggota Statuta Roma.

            Di sisi lain, Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi statute Roma. Kasus ini tentu sulit jika harus dibawa ke mahkamah internasional.

            Dalam statute roma pasal 17 ayat 3 : sebuah kasus bisa dibawa ke mahkamah internasional ketika terjadi kondisi unable atau telah terjadi kegagalan system pengadilan nasional secara sebagian atau menyeluruh.

            Dalam kasus ini unsur unable tidak terpenuhi dalam kasus tewasnya 6 laskar FPI. Sebab, saat ini juga kasus tersebut masih diproses, baik oleh Lembaga Negara Independen, yakni Komnas HAM RI.

*Penulis adalah warganet tinggal di Banten

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih