Penyanderaan Pilot Susi Air Hambat Pembangunan dan Kemajuan Bumi Cenderawasih
Tindak fatalisme yang telah dilakukan oleh KST Papua terhadap pilot Susi Air sangat jelas menghambat laju pembangunan dan juga kemajuan yang selama ini sudah terjalin dengan cukup baik di Bumi Cenderawasih.
Pilot pesawat Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, bernama Philip Mark Mehrtens disandera oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sejak tanggal 7 Februari 2023 lalu. Philip disandera setelahpesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY dibakar oleh KST pimpinan Egianus Kogoya di Lapangan terbang Distrik Paro sekitar pukul 06.35 WIT.
Hingga saat ini pihak aparat keamanan yang terdiri dari personel gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus berupaya melakukan berbagai macam upaya penyelamatan.
Bukan hanya itu, berbagai pola negosiasi juga telah dilakukan melalui beragam pendekatan, salah satunya adalah melalui Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama terus melakukan komunikasi dan meminta agar Egianus Kogoya segera kemabli menyerahkan sandera mereka yakni Philip Mark Mehrtens.
Sebagai informasi, ternyata bukan hanya pilot Susi Air tersebut yang menjadi sosok pertama yang pernah disandera oleh KST Papua. Setidaknya, data menunjukkan bahwa sudah ada sekitar 3 (tiga) kasus penyanderaan lain yang juga pernah dilakukan oleh KST Papua. Hal tersebut dilakukan sejak tahun 1996 silam, saat kelompok peneliti satwa liar yang tediri dari 26 orang, 4 (empat) orang Inggris dan 2 (dua) orang Belanda diculik di daerah Mapenduma, Nduga, Papua.
Kemudian pada tahun 2015, KST Papua tersebut kembali menangkap 2 (dua) pekerja konstruksi. Selanjutnya pada tahun 2017 KST Papua menduduki beberapa desa dan mengancam akan mengganggu operasi di dekat ambang tembaga Grasberg di Mimika, Papua Tengah.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Albert Yoku dalam salah satu acara diskusi di stasiun televisi swasta menyampaikan bahwa apabila karena kasus penyanderaan satu orang pilot Susi Air ini kemudian mengakibatkan banyak pilot lainnya tidak bisa melakukan penerbangan dan mengganggu pelayanan masyarakat Papua Pegunungan, maka tentu akan menjadi sebuah kemunduran yang luar biasa.
Tidak bisa dipungkiri lantaran menurutnya memang para pilot sendiri merupakan seorang yang memiliki jasa sangat besar lantaran mereka rela meninggalkan keluarga mereka dan siap menerima segala risiko di wilayah Papua. Maka dari itu, menjadi penting menurut Albert Yoku supaya para pimpinan adat bisa berbicara soal matinya perkembangan di Papua akibat kasus ini.
Lebih lanjut, dirinya mengemukakan bahwa peran dari para tokoh agama dan tokoh adat menjadi penting pula, mereka bisa terus melakukan pendekatan yang persuasif untuk mengimbau dan mengingatkan seluruh anak buah dari Egianus Kogoya karena selama ini hal yang mereka lakukan adalah bentuk tindakan fatalisme terhadap perubahan dan pembangunan yang selama ini sudah terjadi di Papua Pegunungan.
Menurut Albert Yoku, bahwa memang biasanya mereka melakukan upaya mediasi dan negosiasi secara kearifan lokal yang melibatkan peran para pimpinan daerah seperti Bupati bersama dengan para tokoh agama, lembaga masyarakat adat hingga Pemerintah untuk terus ikut berperan dalam upaya pembebasan pilot Susi Air dengan menggunakan pendekatan secara local wisdom.
Pendekatan kearifan lokal (local wisdom) yang menggunakan pendekatan secara bahasa, budaya dan lain sebagainya ini menjadi sangat efektif karena mereka memiliki hubungan yang erat secara personal dan emosional terhadap seluruh kondisi yang ada di Papua Pegunungan, baik secara iman, keagamaan dan juga hukum budaya serta adat yang berlaku.
Senada, Pengamat Politik, Ikrar Nusa Bhakti juga mengemukakan bahwa memang perdamaian yang ada di Tanah Papua menjadi sangat penting dan harus terus diupayakan. Karena hal itu bukan hanya sekedar berkaitan dengan rakyat setempat saja, bukan hanya berkaitan dengan rakyat Indonesia, namun juga bahkan berkaitan dengan dunia internasional karena banyaknya investasi di Papua.
Sejauh ini, pembangunan peradaban dan kemajuan telah terjalin dengan cukup baik di Papua hingga di daerah Papua Pegunungan, namun dengan adanya kasus penyanderaan pilot Susi Air oleh KST Papua, justru hal tersebut menjadi penghambat seluruh proses pembangunan di Bumi Cenderawasih.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta