Peradin: Kasus Lukas Enembe Harap Jaga Kondusifitas di Papua
Ketua Umum Persatuan Advokad Indonesia (Peradin), Firman Wijaya, berharap penanganan kasus Gubernur Papua, Lukas Enembe, menjaga kondusivitas di tanah Papua. “Penanganan kasus yang menimpa Gubernur Papua, Lukas Enembe, ya tetap harus menjaga kondusivitas, dengan adanya keseimbangan, tidak boleh menegakkan hukum dengan meninggalkan azas keadilan,” kata Firman.
Hal tersebut disampaikan pada Diskusi Publik Human Studies Institute bertajuk Quo VadisPenegakan Hukum Sebagai Instrumen Pembangunan di Papua yang digelar di Jakarta (30/9). “Keutuhan masyarakat Papua harus tetap terjaga, saya percaya masyarakat Papua punya harapan yang sama. Bahwa penegakakn hukum itu arahnya adalah kesejahteraan. Saya harap kasus yang menimpa Gubernur Lukas tidak mengusik pembangunan Papua”, jelas Wijaya.
Ia berharap ada hukum yang berkeadilan, dimana setiap orang tidak terkecualiEnembe juga berhak mendapat keadilan. Jadi keseimbangan hukum dan keadilan itu bisa menjadi potret penegakan hukum. Tidak boleh penegakan hukum mengakibatkan atau memunculkan peristiwa yang tidak diinginkan. Selain itu, dia menegaskan agar jika benar Enembe sakit berikan haknya.
“Kalau Pak Lukas Enembe dalam kondisi sakit, maka berikan haknya dan pastikan haknya. Namun juga kejujuran adalah hal yang paling utama,” kata dia. Sementara, Direktur Eksekutif Human Studies Institut, Rasminto, menilai, upaya penegakan hukum terhadapEnembe merupakan bagian integral dari agenda pemberantasan korupsi secara keseluruhan. Sementara perlawanan yang ditunjukan para pendukungEnembe dengan memblokade jalan membuat upaya mempercepat penyelesaian masalah hukum menjadi terhambat.
Lebih jauh, Rasminto menjelaskan, penetapanEnembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersamaan dengan pengumuman penetapan tersangka terhadap Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak,dan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng. “Baru Eltinus yang sudah ditahan KPK pada 14 September 2022 lalu. Di sisi lain, penetapan ini menjadi pro kontra karena kelompok pendukung kepala daerah, terutama pendukung Gubernur Papua Lukas Enembe memblokade aparat penegak hukum dengan membuat barikade di depan gerbang rumah Enembe,” katanya.
Menurut dia, penanganan perkara Enembe membutuhkan pengawasan dan partisipasi publik. Publik, kata dia, harus mengetahui secara jernih pangkal perkara yang membelit tokoh asal Papua itu.