Peran Masyarakat Dalam Menyukseskan Hajatan Demokrasi
Oleh : Putri Sisilia )*
Selamat datang Tahun 2018. Tahun yang mungkin bisa kita sebut sebagai Tahun Politik karena pada tahun 2018 akan dilaksanakan Pilkada serentak di 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 kabupaten di Indonesia. Suhu panas menjelang Pilkada 2018 sudah mulai terasa sejak akhir 2017. Partai partai politik belomba lomba untuk mendapatkan suara dalam Pilkada serentak ini dengan cara membentuk koalisi beberapa partai dalam menentukan calon kepala daerah mereka yang mampu menarik suara dalam Pilkada serentak ini. Dengan demikian, tak heran apabila Pilkada ini merupakan awal pemanasan menjelang Pilpres 2019. Berbagai cara dilakukan oknum-oknum kepentingan untuk mendapatkan suara dalam pilkada seperti menyebarkan kebencian atau mempolitisasi isu SARA. Cara ini dianggap efektif untuk mendapatkan mendapatkan simpati warga. Namun akibatnya, penyebaran isu SARA di dunia politik dapat menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan seperti saat ini.
Apakah Itu Isu SARA?
Sara adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan golongan dapat dikatan sebagai tindakan SARA. Tindakan SARA juga memiliki beberapa dimensi, diantaranya :
- SARA individual yaitu tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yaitu tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
- SARA Institusional yaitu tindakan SARA yang dilakukan oleh institusi baik secara langsung maupun tidak langsung atau sengaja atau tidak sengaja untuk membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijkanya.
- SARA Kultural merupakan tindakan dengan cara penyebaran mitos, tradisi dan ide ide diskriminatif melalui struktur budaya.
Apa Maksud Politik SARA?
Pernahkan anda mendengar politik uang? Ini mungkin sudah familiar di masyarakat karena dari zaman sebelum reformasi umumya sudah sering terjadi. Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah suatu bentuk pelanggaran kampanye. Masih ada yang lebih berbahaya dari politik uang adalah politik sara. Politik sara adalah suatu kegiatan yang dilakukan politikus dengan memanfaatkan isu suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) untuk mendapatkan simpati dari masyarakat saat pemilihan umum. Politik sara sangat rawan terjadi mengingat tahun ini merupakan tahun politik demokrasi Indonesia.
Direktur Bidang Hukum Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Jakarta, Plesidus Asia Deonary menilai maraknya isu Suku Agama Ras, dan Antargolongan (SARA) dalam momen-momen politik dianggap sebagai kemunduran demokrasi. Ia memperkirakan isu SARA akan kembali dijadikan alat sebagai melemahkan pihak tertentu seperti isu Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sudah mulai di wancanakan untuk kepentingan Pilpres 2019 mendatang. Ia juga mengungkapkan di era teknologi seperti saat ini sangat memudahkan untuk menyebarkan informasi
Berkaca dalam Pemilu DKI Jakarta dinamika politik sangat terasa setelah pada bulan awal September 2016 video unggahan Buni Yani menggegerkan dunia maya dan menyulut sentiment dan pertentangan antar agama dan ras. Hal ini terjadi karena media sosial turut menjadi pemicu semakin tajamnya perdebatan di dunia maya. Menyikapi itu, KPU membuat dua peraturan KPU sebagai langkah antisipasi merebaknya isu SARA yaitu PKPU No 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Peraturan kedua, PKPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI ( KPU RI) Hasyim Asy’ari, sebetulnya ada sanksi administrasi yang bisa menimbulkan efek jera bagi pengguna isu-isu SARA dalam kampanye. Sanksi administratif tersebut yakni diskualifikasi atau pembatalan calon peserta pemilu atau pilkada. Sayangnya, saat ini sanksi administratif itu belum diatur dalam level undang-undang. Sementara, regulasi dalam bentuk Peraturan KPU (PKPU) tidak memungkinkan mengatur sanksi administratif seperti itu. Dengan begitu, menurut Hasyim, satu-satunya cara KPU untuk mengantisipasi penggunaan isu-isu SARA di pilkada maupun pemilu, adalah dengan memperkuat koordinasi dengan pemangku kepentingan lain yang memiliki instrumen. Misalnya, Komisi Penyiaran Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dewan Pers, serta Cybercrime Polri.
Dampak Politik SARA terhadap Pesta Demokrasi Indonesia
SARA dapat melemahkan keberadaan si korban oknum politik. Adapun faktor utama maraknya ujaran kebencian atau SARA adalah masyarakat masih belum bisa menyaring informasi dan mudah percaya terhadap informasi yang mereka terima. Hal ini membuat isu SARA semakin menjadi dan memicu mobilisasi politik dengan berkedok suku, ras dan agama Seharusnya masyarakat Indonesia lebih dapat menyaring informasi yang mereka terima dengan baik melihat berita berita hoax makin marak terjadi . sekarang agar oknum oknum politik yang melakukan ujarang kebencian atau SARA. Sementara itu, dampak penggunaan isu SARA dalam pilkada sebagai berikut:
- Mencoreng Pesta Demokrasi rakyat
- Pemilihan umum tidak sesuai hati nurani.
- Akan terjadi Kampanye Hitam (Black Campaign)
- Berpotensi ditiru oleh orang lain.
- Kemungkinan akan timbul politik uang.
- Tidak adanya pembahasan tentang program kerja.
Dampak politik SARA bukan hanya berdampak terhadap pihak lawan politik tetapi juga berdampak pada masyarakat Indonesia secara luas, diantaranya :
- Perpecahan antar suku, ras dan agama
- Saling merendahkan antar sesama umat beragama
- Semakin berkurangnya toleransi manyarakat Indonesia
- Akan timbul rasa waspada saat menjalankan ibadah
- Konflik sosial di masyarkat yang berkepanjangan.
- Akan menimbulkan kerusuhan masyarakat
Langkah Menghindari Politik SARA
Isu SARA merupakan salah satu cara untuk memecah belah negara Indonesia dari dalam negeri sehingga ancaman disintegrasi bangsa menjadi hal yang patut untuk dipikirkan bersama. Sejak jauh hari, hal ini sudah disampaikan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena karena akan melawan bangsa mu sendiri”. Mengingat bahaya penggunaan isu SARA tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh generasi muda, diantaranya :
- Jangan memanggil orang dengan julukan berdasarkan sara.
- Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda.
- Meningkatkan toleransi suku, ras, agama dan antar golongan.
- Jangan memaksakan kehendak pada orang lain.
- Menyaring informasi di sekitar kita.
- Menghormati dan mengasihi orang lain
- Melakukan dan memikirkan hal-hal positif secara bersama-sama
- Menyadari bahwa isu SARA dapat memecah belah bangsa.
Politik SARA sangat berbahaya apabila tejadi terus menerus mendapat tempat di Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, sudah seharusnya cerdas dalam memilih kepala daerah. Generasi Muda juga dituntut untuk aktif dalam menangkal peran hoax, utamanya yang marak beredar di media sosial yakni dengan melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang. Kontribusi setiap pihak juga sangat diperlukan untuk mewujudkan Pilkada sebagai hajatan demokrasi masyarakat Indonesia.
)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Nusa Bunga, Flores