Warta Strategis

Perseteruan Prabowo Dengan Media

Oleh : Aldia Putra )*

Prabowo Subianto sempat memprotes media yang tidak meliput reuni 212 di Jakarta. Calon Presiden Nomor 2 ini juga menyentil soal pemberitaan media yang tak menyebut bahwa orang yang hadir dalam reuni akbar tersebut mencapai jutaan hingga belasan juta.

Prabowo mengungkapkan kegeramannya melalui pidatonya pada acara peringatan Hari Disabilitas Internasional ke-26 di Jakarta. Ia menyatakan bahwa hampir semua media tidak mau meliput 11 juta lebih orang yang kumpul. Dirinya memprotes media yang tidak menyebutkan bahwa massa yang hadir mencapai 11 juta, yang menurutnya adalah aksi masa terbanyak tanpa dibiayai siapapun. Iya juga menyayangkan mengapa aksi damai 212 di Monas tersebut tidak terpampang dalam headline koran.

Kala itu media memberitakan bahwa massa reuni 212 hanya berjumlah belasan ribu. Hal inilah yang menyebabkan ketua umum partai Gerindra tersebut tidak terima dengan pemberitaan beberapa media yang menyebutkan peserta reuni 212 berjumlah belasan ribu.

Setiap harinya Prabowo menerima lima hingga delapan koran. Dari koran – koran tersebut ia ingin melihat apakah pemberitaan media – media itu bohong atau tidak. Dirinya juga menuding bahwa media tersebut telah memanipulasi demokrasi, padahal justru medialah yang ikut bertanggung jawab menjadi bagian dari usaha manipulasi

Pimpinan partai Gerindra itu terus mengomel. Ia menyatakan untuk tidak mengakui para jurnalis yang meliputnya lagi. Ia juga mengajak kepada hadirin untuk tidak menghormati para jurnalis lagi. Seusai acara, Prabowo menolak untuk diwawancarai oleh jurnalis. Dan ia juga menyebutkan bahwa jurnalis merupakan antek yang ingin menghancurkan Indonesia.

Jurnalis menurut Prabowo telah mengkhianati profesi mereka sendiri sebagai wartawan saat melakukan liputan reuni 212.

Sikap ini jelas tidak etis untuk diucapkan oleh sosok ketua partai, semestinya ia bisa menyampaikannya dengan baik, bukan dengan menuding apalagi menghujat. Karena bagaimanapun juga sorot kamera jurnalis bisa merubah asumsi publik terhadap dirinya.

Padahal sebenarnya beberapa stasiun – stasiun tv swasta juga menyiarkan acara tersebut. Tetapi memang tidak berlangsung di hampir sepanjang acara seperti yang dilakukan oleh TV One yang memang menyiarkan acara reuni 212 dalam waktu yang cukup lama.

Stasiun televisi saat itu telah menyiarkan acara tersebut dalam bentuk berita pendek yang ditayangkan beberapa kali. Menanggapi protes Prabowo tentu perlu kita ketahui bahwa stasiun televisi tidak memiliki kewajiban untuk menyiarkan Reuni 212 yang ditayangkan dalam durasi lama seperti yang dilakukan oleh Tv One.

Perihal jumlah peserta reuni 212 memang menjadi persoalan sejak demonstrasi pada 2 Desember 2016. Merujuk pada analisis BBC Indonesia pada desember 2016, jumlah peserta aksi 2 Desember 2016 diperkirakan berjumlah 500 ribu orang. Perhitungan ini berdasarkan analisis luas ruang dan kepadatan orang tiap meter persegi. Namun panitia mengklaim bahwa jumlah peserta mencapai jutaan peserta. Perbedaan ini pun memicu perdebatan berbagai linimasa media sosial.

Data lain dipertegas oleh Kabag Penerangan Umum Div Humas Polri Komisaris Besar Syahar Diantoro yang mendapatkan laporan dari anggota polisi yang berada di lapangan, menurut Syahar, jumlah aksi massa yang turut serta dalam reuni 212 tahun 2018 di Monas berkisar angka 50 Ribu hingga 60 ribu.

Tentu merupakan hal yang aneh jika jurnalis yang semestinya bekerja berdasarkan fakta, malah dipaksa untuk mengakui angka boombastis yang cenderung sangat tidak masuk akal.

Dalam hal ini tentu akan semakin menguatkan asumsi bahwa Prabowo belum memahami undang – undang tentang pers. Karena bagaimanapun juga media memiliki independensi dan terbebas dari tekanan untuk menjadikan sebuah berita menjadi headline.

Dalam merumuskan Headline, media tentu mempertimbangkan dengan baik melalui rapat redaksi. Kalau dikatakan tidak independen, maka salah besar. Sebab jika menulis karena tekanan, justru itulah yang menunjukkan bahwa media tidak bersifat independen.

Sejatinya media massa maupun media elektronik merupakan media arus utama uang mengedepankan kepentingan publik, bukan kepentingan golongan tertentu yang ingin eksis di panggung politik.

Media punya andil besar dalam menentukan seberapa “panas”nya berita untuk disampaikan kepada khalayak. Murka Prabowo terhadap media jelas merupakan blunder bagi elektabilitasnya.

 Ketika ia hanya mau diwawancarai oleh 1 media, ia tidak sadar bahwa terdapat banyak media yang meliput, merekam lalu memberitakan tindak tanduknya kepada khalayak.

Memang tidak semua orang bisa menyukai apa yang kita sukai, rasa kecewa tentu ada, namun tentu tidak etis diluapkan dengan nada marah hingga memberikan statemen yang terkesan destruktif kepada jurnalis.          

Media memiliki sifat independensi tersendiri meskipun terkadang media juga memiliki tendensi politik tertentu, hal ini tentu sah sah saja sebagai bagian dari kebebasan pers.

Namun bukan berarti ketika kecewa dengan media lantas menyampaikan kekecewaaannya dengan luapan amarah apalagi dengan hujatan yang dirasa tak pantas untuk didengarkan. Karena kekecewaan tentu bisa dikomunikasikan dengan baik, sehingga kemudian akan muncul berita yang seimbang.

)* Penulis adalah pengamat politik

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih