Pilkada Selesai Saatnya Bersatu Lagi
Oleh: Ardian Wiwaha )*
Seminggu sudah (19/4) pesta demokrasi serentak kedua selesai diselenggarakan, sekitar 101 daerah yang semula melakoni laga hidup mati mendapatkan kursi panas, yang pada akhirnya tersedia ajang laga pamungkas yakni Pemilihan Gubernur DKI Putaran Kedua antara Basuki Tjahya Purnama dan Djarot Saefullah dengan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Menjadi hal yang biasa apabila Pilgub DKI pada momen ini menjadi aspek yang serius diperhatikan sekaligus ajang sorotan baik pada tingkatan nasional maupun dunia.
Berbagai polemik pun muncul dan bergulir, bahkan permasalahan yang tak terduga sempat menjadi penyebab kerawanan lahirnya konflik-konflik komunal, baik vertikal maupun SARA horisontal. Ditambah lagi dengan dugaan kasus penistaan agama oleh Ahok, yang seolah menjadi bumbu pedas dan panas teruntuk pelaksanaan Pilkada DKI yang penuh akan kepentingan.
Namun demikian, apa yang terjadi setelah setelah pelaksanaan Pilkada Serentak putaran kedua di DKI ?
Ajakan Bersatu Untuk Jakarta
Aroma panas Pilkada DKI masih terasa hingga sekarang, berbagai polemik kampanye mulai dari ceemohan rencana program kerja hingga aksi penolakan kampnye dan propaganda negatif, seolah tak henti-hentinya lahir menyelimuti kabut kelam Pilkada DKI.
Salah satu politikus Gerindra yang acapkali melahirkan kontroversi yakni Fadli Zon kembali bersuara ke publik Indonesia. “Meskipun dinamika Pilkada Jakarta putaran kedua kali ini mencapai tensi yang sangat tinggi, namun harus segera dirajut kembali, pembangunan Jakarta harus segera dilanjutkan tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada.” Terlepas politikus Fadli Zon merupakan salah seorang aktor pendukung mati Anies-Sandi pada Pilkada DKI kemarin, namun demikian pernyataannya dalam merespon hasil Pilkada DKI dan ajakan untuk bersatu padu dalam menerima hasil Pilgub, dapat dianggap sebagai sebuah pernyataan penyejuk, dalam mengeliminir kerawanan lahirnya konflik horisontal diantara kedua belah pihak.
Senada dengan pernyataan Fadli Zon, Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj, Ketua DPR RI Setya Novanto, hingga Wakil Presiden RI Jusuf Kalla sekalipun juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak terkotak-kotak, tersegregasi, terpolarisasi, tersekat-sekat, atau bahkan saling “tikam-menikam” dalam melanjutkan pembangunan untuk Jakarta kedepannya.
Transisi dari Ahok Ke Anies
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta selesai, meskipun belum ada pengumuman resmi yang ditetapkan oleh KPU Jakarta, namun pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno hampir dapat dipastikan menang karena unggul dalam versi quick count.
Apabila perkembangan Pilgub DKI kita ikuti secara seksama terdapat sebuah transisi kekuasaan yang bijak antara Ahok ke Anies. Hal tersebut tergambar dari adanya komunikasi yang solid antara Anies dan Ahok, dalam mentransfer pengetahuan terkait sistem kepemimpinan DKI Jakarta.
Menjadi aspek penting bagi rakyat Jakarta, ketika sebuah komunikasi singkat yang dilakukan beberapa hari silam antara Anies dan Ahok dalam menyelaraskan sisa masa bakti Ahok selama enam bulan kedepan dan program kerja lanjutan yang diusung oleh Anies. Tentu dengan terbentuknya komunikasi diantara keduanya, menjadi nilai penting dalam menutup celah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan kedepannya.
Kedewasaan Sebuah Demokrasi
Pesta Pilkada DKI yang banyak melahirkan polemik dan konflik, dianggap sebagai sebuah pekerjaan berat bagi the next Governor. Bagaimana tidak, sentimen SARA yang selama ini dibangun diantara kedua belah pihak selama masa kampanye dalam memperebutkan kursi DKI 1, telah menimbulkan kerusakan sosial yang parah. Sehingga menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi pemenang Pilgub DKI putaran kedua yakni Anies-Sandi dalam mengembalikan kerusakan yang terjadi selama berkompetisi.
Dibutuhkan sebuah kedewasaan yang besar bagi paslon yang terpilih lantaran pemenang Pilkada bukanlah hanya sebagai pemimpin bagi pendukungnya sendiri, agamanya sendiri, sukunya sendiri, dan golongannya sendiri. Menjadi tanggung jawab yang pasti bagi Anies-Sandi guna menjadi pemimpin bagi semua, termasuk lawan politiknya.
)* Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia