Pilkada Tanpa Isu SARA Demi Menjaga Kerukunan Bangsa
Oleh : Gavin Asadit )*
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Di setiap perhelatan Pilkada, rakyat berkesempatan memilih pemimpin yang akan memimpin daerahnya selama lima tahun ke depan. Namun, di balik euforia demokrasi ini, ancaman penyalahgunaan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) sering kali menjadi bayang-bayang yang menghantui jalannya proses Pilkada. Proses Pilkada 2024 tanpa isu SARA menjadi faktor penting dalam menjaga kerukunan bangsa.
Dalam tahapan ini tentu setiap elemen penting menjaga ritme terutama terkait sebaran informasi melalui berbagai kanal media yang bisa menyejukan masyarakat agar dinamika di lapangan tidak memicu kegaduhan. Dalam beberapa terakhir media sosial seolah menjadi hakim yang paling benar, hal ini tentu terkait dengan pemahaman masyarakat secara keseluruhan, ketika mereka pandai memilih informasi yang positif untuk disebar, resiko potensi muncul SARA lebih kecil. Tetapi demikian pula sebaliknya.
Kecenderungan lain yang menimbulkan keprihatinan bersama adalah isu SARA tidak jarang dimanfaatkan untuk meraih kepentingan politik. Padahal, keberagaman yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi kekuatan, namun bagi mereka, perbedaan ini dimanfaatkan dan dimanipulasi untuk memecah belah. Oleh karena itu butuh komtimen semua pihak bahwa penjaga Pilkada agar bebas dari isu SARA adalah tanggung jawab semua pihak demi menjaga persatuan dan kerukunan bangsa.
Isu SARA dapat memunculkan ketegangan antarkelompok dan menciptakan konflik horizontal yang sulit dipadamkan. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat terpecah bukan berdasarkan kapasitas dan program calon, melainkan atas dasar perbedaan identitas. Hal ini tidak hanya menciptakan jurang perpecahan yang lebih dalam, tetapi juga bisa mengancam stabilitas keamanan dan ketertiban.
Jika isu SARA dan politik jalan bersamaan, maka menimbulkan kekhawatiran bersama dan patut menjadi perhatian untuk bisa diminimalisir. Anggota Bawaslu Kabupaten Karangasem, Azwardi Natta mengatakan harapan besar agar Pilkada 2024 bebas dari politik uang dan isu SARA, pentingnya menjaga tindakan yang mengatasnamakan golongan, kelompok, agama, suku, dan ras dengan cara menghina, menghasut, dan mengadu domba, terutama dalam politik guna menjaga kesatuan da keutuhan bangsa.
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa isu SARA dalam Pilkada dapat memperpanjang siklus konflik di masyarakat. Setelah proses Pilkada selesai, residu konflik sosial masih membekas. Ekses kehidupan bermasyarakat dampak dari penggunaan isu SARA sering kali sulit dipulihkan. Ketegangan yang tercipta selama masa kampanye dapat terus membekas dan bahkan berkembang menjadi permusuhan berkepanjangan antarwarga.
Untuk mencegah politisasi isu SARA dalam Pilkada, beberapa langkah strategis dapat diambil oleh berbagai elemen masyarakat. Pertama, peran penting penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjaga integritas Pilkada sangatlah krusial. KPU dan Bawaslu harus memastikan bahwa setiap proses kampanye berlangsung secara sehat dan bebas dari penggunaan isu SARA. Pengawasan yang ketat terhadap kampanye hitam yang mengeksploitasi perbedaan identitas sangat diperlukan.
Selain itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting dalam meredam potensi konflik akibat isu SARA. Dengan pengaruhnya yang kuat di tengah masyarakat, mereka dapat mengedukasi warga tentang pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kapasitas, bukan identitas. Para tokoh agama bisa menyebarkan pesan perdamaian dan persatuan, sementara tokoh masyarakat dapat menjadi jembatan komunikasi antarwarga yang berbeda latar belakang.
Harapan besar setiap elemen masyarakat tentu harus bisa diwujudkan dalam tindakan dan langkah nyata untuk mendukung seluruh proses tahapan Pilkada 2024. Tokoh Pemuda Kabupaten Jayapura sekaligus Ketua Gerakan Pemuda Jayapura, Jack Judzoon Puraro mengatakan semua elemen masyarakat khususnya anak muda agar mendukung pelaksanaan Pilkada 2024 dengan menghindari segala permusuhan, perpecahan. Masyarakat juga agar tidak mudah terprovokasi dan menghindari adanya politik identitas sekaligus black campaign.
Selain elemen masyarakat, hal paling penting adalah stakeholder dari tingkat pusat daerah bisa mengambil peran sesuai porsinya. Pemerintah daerah dan pusat juga perlu memastikan bahwa regulasi yang ada sudah cukup kuat untuk mencegah penggunaan isu SARA dalam kampanye politik. Hukum yang tegas terhadap pelanggaran terkait SARA harus diterapkan secara konsisten untuk memberikan efek jera. Selain itu, literasi politik masyarakat harus terus ditingkatkan agar mereka bisa lebih kritis terhadap berbagai informasi yang disebarkan selama masa kampanye.
Namun, sekeras apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah, penyelenggara pemilu, dan media, pada akhirnya keberhasilan Pilkada tanpa isu SARA bergantung pada kesadaran masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus menyadari bahwa pemilu bukanlah ajang untuk memperuncing perbedaan, melainkan momen untuk bersama-sama menentukan masa depan daerah mereka.
Pendidikan politik yang baik sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat memilih secara cerdas dan kritis. Masyarakat harus belajar untuk mengabaikan provokasi yang mengandung unsur SARA dan lebih fokus pada visi, misi, serta program kerja calon kepala daerah. Dengan demikian, Pilkada bisa berjalan dengan lancar dan damai tanpa harus mengorbankan kerukunan bangsa.
Menjaga Pilkada agar bebas dari isu SARA adalah menjadi salah satu langkah penting dalam menjaga persatuan dan kerukunan bangsa. Politisasi isu SARA hanya akan membawa perpecahan dan mengancam stabilitas sosial di masyarakat. Oleh karena itu, semua pihak dari pemerintah, penyelenggara pemilu, tokoh agama, tokoh masyarakat, media, hingga masyarakat luas harus berperan aktif memastikan bahwa Pilkada 2024 bisa berlangsung dengan aman, damai dan tanpa politisasi SARA.
Dengan komitmen bersama untuk menolak isu SARA, kita dapat mewujudkan Pilkada yang damai, adil, dan berintegritas. Keberagaman yang ada di Indonesia harus dijadikan sebagai kekuatan yang mempersatukan, bukan alat untuk memecah belah. Mari jaga Pilkada 2024 sebagai pesta demokrasi yang membangun, bukan yang merusak.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan