Pilkada Usai, Jakarta Tetap Damai
Oleh : Iqbal Fadillah )*
Pelaksanaan tahapan putaran kedua DKI Jakarta tanggal 19 April 2017 telah terlaksana dengan lancar, aman dan kondusif. Hasil petarungan dua kekuatan yang selama putaran kedua bertikai mendulang simpatik dan dukungan masyarakat pun telah dicapai. Meskipun hasil lembaga resmi belum ditentukan, namun hasil beberapa perhitungan cepat (Quick Count) lembaga survei hampir sepakat menyatakan Paslon No.Urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai pemenang untuk DKI Jakarta periode lima tahun mendatang.
Efouria kemenangan tim sukses Paslon yang menang, maupun rasa kecewa dan kesedihan tim sukses Paslon yang mengalami kekalahan itu merupakan hal yang normal. Justru malah aneh bilamana ada yang mengatakan bahwa rakyat DKI Jakarta mengalami keterpecahan yang mendalam akibat pertarungan elit politik selama memperebutkan kursi DKI 1. Stigma tersebut nampaknya sengaja dibangun oleh kelompok tertentu untuk tetap membuat kegaduhan hingga penetapan resmi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih periode 2016-2021 oleh KPUD DKI Jakarta selaku lembaga resmi penyelenggara Pilkada di DKI Jakarta.
Padahal, pemilih DKI adalah pemilih yang paling rasional. Bahkan karena sangat rasionalnya, kekalahan dan kemenangan bagi kedua Paslon tersebut, diposisikan hanya sebagai persaingan dan dinamika politik tanpa mengedepankan rasa emosional. Terbukti, masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh berbagai bentuk provokasi yang sengaja ingin mengkotak-kotakan akibat dari rivalitas politik selama Pilkada, dan masyarakat pun kembali disibukkan dengan kegiatannya masing-masing tanpa membesar-besarkan efek isu SARA maupun efek kekalahan pada Pilgub DKI Jakarta.
Kontestasi politik kedua Paslon di putaran kedua telah berakhir. Kedua Paslon yang bertikai selama Pilkada putaran kedua pun telah menunjukkan sikap gentle sebagai seorang tokoh nasional yang berjiwa besar. Calon Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)menanggapi hasil hitung cepat (quick count) putaran kedua langsung mengucapkan selamat bagi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang memenangi Pilgub DKI Jakarta 2017 putaran kedua versi quick count. Bahkan Ahok mempersilahkan Anies-Sandi mengakses data-data yang dibutuhkan untuk membenahi Jakarta. Ahok pun mengajak semua pendukung untuk melupakan persaingan selama kampanye dan kini saatnya bersatu membangun Jakarta. Bak gayung bersambut, dalam pidato kemenangannya,Anies Baswedan pun mengajak warga Jakarta khususnya dan mungkin warga Indonesia yang selama ini simpatik dengan Pilkada DKI Jakarta, untuk menyudai fase perbedaan selama kampanye dan mengikatnya dengan rasa persatuan dan fase kerja yang ditunaikan bersama-sama seluruh warga Jakarta untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh warga Jakarta.
Sorak sorai atas sebuah kemenangan tentu saja diperbolehkan, namun tetap ada batasannya. Pendukung Paslon yang menang tak semestinya merayakan hegemoni kemenangan dengan menyelipkan kata-kata sindiran. Begitupun dengan pendukung Paslon yang kalah, tidak perlu bersikap sinis terhadap Paslon yang menang dengan mengungkapkan keraguan atas kinerja Paslon yang menang. Para pendukung maupun simpatisan kedua Paslon sudah seharusnya mengikuti jiwa besar kedua Paslon yang telah menerima hasil Pilkada. Sehingga apabila masih ada riak-riak pasca Pilkada bahkan ada unsur memprovokasi kedua pendukung Paslon, sudah dapat dipastikan dilakukan oleh kelompok kepentingan yang ingin memperkeruh suasana dan ingin mengambil keuntungan dari kondisi tersebut.
Ketua PBNU Said Aqil Siroj bahkan mengajak semua pihak yang pernah bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta untuk kembali bersatu, saatnya kita rukun kembali, menjaga toleransi dan perdamaian. Menurut Said Aqil, warga jakarta telah menunjukkan kualitas demokrasi yang cukup baik. Warga Jakarta mampu menampilkan cara berpolitik yang baik, sehat, santun, cerdas dan elegan. Pelaksanaan pemungutan suara yang baik ini jangan dinodai, jangan dikotori. Yang menang jangan jemawa, yang kalah harus menerima dengan lapang dada. Said Aqil pun meminta masyarakat jangan terlalu terbawa euforia berlebih bagi para Paslon yang diketahui menang dalam hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.Mari bersama-sama mengawal perhitungan resmi. Tentu dengan proporsi, mekanisme dan bentuk pengawalan yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Siapa pun nanti yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, harus dihormati dan didukung bersama.
Pemenang yang sesungguhnya adalah yang berjiwa besar dan mengintropeksi diri untuk menjadi lebih baik. Semangat persatuan dan kebhinekaan harus dikedepankan dalam berdemokrasi yang memang diatur oleh UUD 1945. Pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta yang terselenggara secara langsung melalui proses demokratisasi,telah diperoleh pemimpin yang sesuai dengan pilihan dan dapat diterima serta dikehendaki oleh rakyat didaerahnya. Pemimpin rakyat tersebut harus dapat merealisasikan kepentingan dan kehendak rakyatnya secara bertanggung jawab sesuai potensi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat daerahnya. Menurut Agung Djokosukarto, ada 5 dimensi dan tujuan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, yaitu, mengapresiasikan HAM dalam bidang politik, mewujudkan prinsip demokrasi partisipatif (asas partisipasi universal), mewujudkan tatanan keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif daerah, mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat madani yang egalite, mewujudkan tata kelola pemerintahan derah sesuai dengan prinsip good governance, serta memperkuat kemandirian daerah dan berotonomi. Kesemuanya berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yakni untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.Dengan demikian, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih harus dapat merangkul semua pihak, seluruh Paslon yang bersaing, timses dan simpatisannya, maupun seluruh stakeholder untuk secara bersama-sama membangun ibukota Negara menjadi lebih baik, melalui program-program yang memang telah dikonsepkan maupun melanjutkan kebijakan-kebijakan Pemprov DKI Jakarta sebelumnya yang telah berjalan dengan baik.
Stigmatisasi wajah perpolitikan nasional pasca Pilkada DKI Jakarta yang diperkirakan akan tetap diwarnai persaingan tajam kedua kekuatan politik dominan, nampaknya omong kosong yang sengaja dicuatkan dan hal tersebut telah dibuktikan tidak ada perpecahan politik di masyarakat. Masyarakat pun sudah tersadarkan akan muatan politis dari mobilisasi sentimen agama yang digencarkan oleh kelompok-kelompok yang menggunakan label agama selama masa kampanye. Ketegangan politik pasca Pilkada DKI Jakarta hanya ada di tingkat elit politik yang mencoba dipolarisasikan ke tataran masyarakat, dengan harapan membentuk opini masyarakat menjelang Pilpres 2019.
Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia menunjukkan bahwa upaya pembelahan politik akibat Pemilu Presiden 2014,dimunculkan lagi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.Sebagian besar massa yang memilih Prabowo pada Pilpres lalu, cenderung memilih Anies Baswedan, sementara mayoritas mereka yang memilih Jokowi cenderung memilih Ahok dalam Pilkada Jakarta kali ini. Namun rakyat DKI Jakarta jauh lebih bijak, praktik perpolitikan selama Pilkada DKI Jakarta menunjukkan bahwa rakyat lebih matang ketimbang para pemimpinnya.Kematangan itu terlihat dari sikap kearifan yang ditunjukkan masyarakat dalam menyikapi sikap sektarian yang ditunjukkan para pimpinan kelompok politik dan agama, selama pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Sedangkan entitas perpecahan politik justru ditimbulkan dari para elit politik pendukung masing-masing Paslon yang masih saling menjatuhkan satu sama lain.
Seperti yang dikatakanmantan Presiden Soekarno bahwa “Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu olongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!”.Untuk itu, problematika di tingkat elit politik selama pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta yang notabene sebagai ibukota Negara, harus segera diselesaikan merujuk pada sikap bijaksana kedua Paslon yang telah menerima hasil Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Karena apabila tidak, diyakini akan menjadi ganjalan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih untuk menjalankan roda pemerintahan, dannantinya mereka lebih disibukkan mengelola konflik politik agar tidak terjadi gesekan sosial di masyarakat.
)* Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Politik