Polemik Frasa Politikus Sontoloyo dari Jokowi
Jakarta, LSISI.ID – Belakangan ini publik dihebohkan dengan kata “sontoloyo”. Di tengah panas tahun politik menjelang Pemilu 2019, kata itu mencuat ketika Presiden Joko Widodo menyebutkan banyak politikus yang sontoloyo.
Jokowi menyebutkan kata sontoloyo ketika menghadiri pembagian sertifikat tanah di Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (23/10/2018). Awalnya, Jokowi bicara program dana kelurahan yang mendapat banyak kritik dari politikus, terutama kubu oposisi.
Jokowi mengaku heran, program baru pemerintah dengan anggaran Rp3 triliun itu justru dipermasalahkan. Ia menilai dana kelurahan ini penting untuk membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas di tiap kelurahan.
Ia menegaskan bahwa program dana kelurahan tak memerlukan undang-undang atau peraturan khusus. Menurut dia, payung hukum yang digunakan untuk program tersebut cukup melalui Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saat ini, pemerintah sudah menganggarkan Rp3 triliun untuk program dana kelurahan dalam Rancangan APBN 2019. Anggaran itu diambil dari pos anggaran dana desa yang berjumlah Rp73 Triliun.
Kepala Negara meminta masalah payung hukum ini tak perlu lagi diributkan. Jokowi meminta program dana kelurahan yang akan dimulai tahun depan ini tak dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2019. “Hati-hati, banyak politikus baik-baik, tapi banyak sekali politikus yang sontoloyo,” kata Jokowi dikutip Antaranews.
Besoknya, Jokowi menjelaskan lagi definisi sontoloyo usai membuka Trade Expo Indonesia (TEI) ke-33 Tahun 2018, di Hall Nusantara Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Kata Jokowi, menjelang Pemilu banyak cara-cara yang tidak sehat yang digunakan oleh politikus. Segala jurus dipakai untuk memperoleh simpati rakyat tapi yang tidak baik.
“Sering menyerang lawan-lawan politik dengan cara-cara yang tidak beradab, tidak etis, tidak ada tata kramanya. Itu yang enggak sehat seperti itu,” kata Jokowi melalui laman Sekretariat Kabinet.
Jokowi mengingatkan, bahwa sekarang bukan zamannya lagi menggunakan kampanye, misalnya politik adu domba, politik pecah belah, politik kebencian.
Zamannya sekarang, kata Presiden, adalah politik adu program, kontestasi program, kontestasi adu gagasan, adu ide, adu prestasi, adu rekam jejak.
“Kalau masih memakai cara-cara lama seperti itu, masih politik kebencian, politik sara, politik adu domba, politik pecah belah, itu yang namanya itu politik sontoloyo,” ucap Jokowi.
Ihwal Sontoloyo
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sontoloyo merupakan kata percakapan yang berarti konyol, tidak beres, bodoh (dipakai sebagai kata makian).
Sontoloyo pernah dipakai dalam esai Presiden pertama RI, Soekarno, yang dibukukan dengan judul Islam Sontoloyo. Kata sontoloyo masuk dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta (1952).
Kamus itu mencantumkan “sontolojo”, berarti “bodoh sekali” atau “dungu” dengan keterangan “dp” atau ungkapan cuma dalam percakapan.
Pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976), sontoloyo diartikan sebagai “kurang baik seperti konyol, tidak beres, bodoh.”
Kata sontoloyo itu terus bertahan sampai sekarang dalam kamus. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia (2016) susunan Eko Endarmoko, sontoloyo bersinonim dengan brengsek dan konyol.
Di mata pendukung Prabowo Subianto, kompetitor Joko Widodo di Pilpres 2019, penggunaan kata sontoloyo itu dinilai tak pantas dilontarkan seorang Kepala Negara. “Saya kira itu kan istilah yang agak kasar,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melalui Kompas.com.
Fadli menilai harusnya kritik terkait progam pemerintah cukup dijawab dengan penjelasan yang komprehensif oleh Presiden. Wakil Ketua DPR ini mengatakan mengkritik program dana kelurahan karena melihat program tersebut dimunculkan terburu-buru tanpa payung hukum jelas.
Fadli mengatakan setuju bahwa dana kelurahan ini diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, menurut Fadli, jika direncanakan dengan matang, harusnya pemerintah bisa membuat payung hukum terlebih dahulu.
“Yang sontoloyo itu adalah orang yang tidak melaksanakan ini dengan baik. Yang tidak merencanakan dengan matang. Yang tidak memenuhi prosedur sesuai tata aturan yang ada. Itu lah yang sontoloyo,” kata Fadli.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan kata sontoloyo dari Presiden merupakan bentuk teguran agar para pelaku politik, termasuk dirinya, untuk bersikap santun.
“Intinya, beliau sebagai Presiden mengingatkan kepada saya, bahwa sebagai politikus yang sekarang sebagai Mendagri, pembantu Presiden, ya harus santun,” kata Tjahjo melalui Antaranews.
Tjahjo menegaskan di tengah ramainya informasi bohong dan berita palsu, seluruh pihak harus berperang melawan hoaks, apalagi di tengah masa kampanye Pilpres 2019.
Oleh karena itu, ungkapan sontoloyo oleh Presiden Joko Widodo tersebut, menurut Tjahjo, merupakan bentuk teguran agar politisi tidak menyampaikan berita dan informasi bohong.
Sumber : beritagar.id