Polemik Kampanye dan #SaveMukaBoyolali
Oleh : Adrian Sukma )*
Respon dari masyarakat Boyolali atas pidato yang disampaikan oleh Capres Prabowo menimbulkan trending topik yang hangat diperbincangkan di masyarakat. Pasalnya pesan yang disampaikan oleh Prabowo berkenaan dengan fisik yaitu “Mungkin kalian diusir, tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang kalian ya tampang orang Boyolali ini”. Adanya pesan seperti ini, itu ditanggapi oleh beberapa pihak merupakan bentuk penghinaan terhadap masyarakat Boyolali. Pesan tersebut telah menyentuh SARA karena dibumbui dengan kata Boyolali.
Seperti kita ketahui bersama, tipikal orang Indonesia ini sangat alergi terhadap SARA. Konten SARA ini sangat sensitif dan mudah menyulut api di tengah-tengah masyarakat maya. Pertanyaan terbesar sekarang, kenapa ada seorang calon pemimpin sebut saja Sandi-Prabowo yang suka sekali mencari perhatian dengan memunculkan ungkapan-ungkapan tidak berfaedah, kontraproduktif, tidak berdasar, dan tidak berilmu. Sebenarnya mereka ini berniat untuk menjadi pemimpin bangsa atau pemecah-belah bangsa?
Kita semua dapat perhatikan dengan seksama sejak awal Sandi ditetapkan sebagai wakil dari capres Prabowo, dirinya telah melontarkan statemen bahwa sepiring makan siang di Jakarta lebih mahal daripada di Singapura. Ini jelas pernyataan yang tidak masuk akal, sangat tidak berdasar. Bila digunakan untuk mencari perhatian masyarakat Indonesia tentu ini merupakan cara yang tepat, cara yang tepat untuk mencari perhatian layaknya anak kecil dungu yang berbuat bodoh sehingga menjadi bahan guyonan. Namun bagi se-kelas capres-cawapres tentu ini tidak bisa disamakan dan sangat disayangkan Indonesia memiliki calon pemimpin yang seperti demikian.
Banyak dari masyarakat bertanya-tanya sebenarnya apa yang salah dari Boyolali. Kenapa Prabowo menggunakan Boyolali sebagai bahan percontohan masyarakat yang tertinggal dan kenapa Prabowo bertindak seperti demikian. Kenapa strategi Prabowo untuk memenangkan kursi RI 1 harus mencari perhatian receh dari masyarakat? Bagi saya ini seperti kemunduran bagi bangsa Indonesia. Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang jauh lebih unggul baik itu dari segi karakter, kepemimpinan, pengalaman, integritas, dan ilmu pengetahuan. Namun yang maju untuk menjadi calon pemimpin malah seseorang yang hanya mampu mencari perhatian murahan dan malah mengganggu kenyamanan masyarakat. Sepemahanan saya justru seorang pemimpin memikirkan solusi-solusi yang tepat untuk diterapkan dan mampu menyelesaikan segala permasalahan dari kepemimpinan sebelumnya. Bukan malah menghina masyarakat dan memunculkan prestasi berupa tagar #SaveMukaBoyolali.
Sekarang kita bahas dari kubu Jokowi. Banyak orang mengatakan “Jokowi itu gak bagus-bagus banget, tapi kalo pilihan keduanya bang Wowo ya gue meningan Jokowi”. Kita masyarakat harusnya buka mata selebar-lebarnya. Jangan hanya bisa komplain, komentar, protes, dan menyalahkan. Sebagai perbandingan kita harus bisa berfikir luas, melihat ke kanan, ke kiri, dan juga ke belakang. Seperti apa kepemimpinan sebelum-sebelumnya? Berapa banyak perubahan yang telah mereka lakukan terhadap bangsa ini? Dan berapa besar perubahan yang telah didobrak oleh Jokowi? Kalau masyarakat membandingkan dengan negara maju seperti Rusia, Jerman, Inggris, dan Amerika ya tentu kita tidak akan pernah bisa menghargai setiap perubahan baik yang kita perjuangkan. Kemajuan itu butuh proses, dan proses itu butuh dukungan serta kerjasama semua elemen masyarakat. Bukan perjuangan untuk menegakkan khilafah yang malah mengancam persatuan bangsa.
)* Penulis adalah pengamat politik