Polisi Sudah Tetapkan Tersangka Rasisme Mahasiswa Papua
Oleh : Edward Krey )*
Presiden Jokowi telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta jajarannya untuk menindak oknum pelaku rasialisme kepada Mahasiswa Papua di Surabaya agar segera diungkap.
Hal tersebut menunjukkan bahwa aparat kepolisian tidak main – main dan senantiasa siap untuk menjalankan instruksi dari Presiden Republik Indonesia.
Sebelumnya, Polisi juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 saksi, diantaranya saksi dari organisasi kemasyarakatan (Ormas), saksi dari kecamatan tambaksari, dan masyarakat di sekitar asrama Papua.
Pihak kepolisian telah menetapkan bahwa Mak Susi telah menjadi tersangka dalam kasus ujaran rasisme di asrama Mahasiswa Papua, hal tersebut berdasarkan sejumlah bukti. Dimana salah satunya adalah adanya rekam jejak digital yang semakin memperkuat alasan untuk memvonis Mak Susi
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, ada sejumlah bukti yang dijadikan dasar polisi dalam menetapkan tersangka. Antara lain adalah rekam jejak digital berupa konten video hingga berbagai narasi yang tersebar di media sosial.
Penetapan status tersangka kepada Tri Susanti alias Mak Susi tersebut dilakukan setelah pihak kepolisian memeriksa 16 saksi dan 7 saksi ahli.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan bahwa penetapan tersangka atau penanahan terhadap Mak Susi merupakan kewenangan Polisi. Sedangkan untuk pelaku rasis dari oknum TNI bukan wewenang Polisi.
Meski Mak Susi telah ditetapkan sebagai tersangka, polisi mengaku belum menahannya sampai saat ini. Hal tersebut dikarenakan berbagai pertimbangan dan wewenang publik.
Mak Susi menjadi tersangka pertama dalam kasus yang ditangani oleh Subdit V Cyber Crime Ditrerkrimsus Polda Jawa Timur ini. Secara keseluruhan Polisi telah memeriksa 16 orang saksi, termasuk bertanya kepada 7 ahli yang terdiri dari pakar bahasa, ahli pidana, ahli informatika dan Transaksi Elektronik.
Tri Susanti alias Mak Susi merupakan koordinator lapangan (Korlap) aksi yang mendatangi asrama Mahasiswa Papua di Jalan kalasan, Surabaya.
Selain itu dalam pemeriksaannya, Mak Susi ternyata pernah menjadi Wakil Ketua Ormas Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI – Polri (FKKPI) Surabaya. Ia bergabung sebagai anggota sejak 1989. Namun, kini telah diberhentikan / dipecat lantaran Kasus Raisme terebut.
Mak Susi juga menjelaskan bahwa dirinya mengundang massa untuk berkumpul di depan asrama Mahasiswa Papua hanya dengan aplikasi instan WhatsApp.
Mak Susi dijerat dengan pasal 45 A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan / atau Pasal 4 UU 40 tahun 2008 tentang penghapusan rasis dan etnis dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan/atau ayat 2 dan/atau Pasal 15 KUHP tentang peraturan hukum pidana.
Atas kasus yang menjeratnya tersebut. Mak Susi juga sempat meminta maaf lantaran ada orang di antara massa ormas yang meneriakkan kata – kata diskriminasi rasial terhadap Mahasiswa Papua.
Selain itu dirinya juga membantah bahwa massa Ormas yang ia organisir melakukan pengusiran terhadap mahasiswa Papua.
Kasus ini berawal dari dugaan adanya perusakan Bendera Merah Putih oleh Mahasiswa hingga ratusan kelompok ormas memadati asrama mereka sehari sebelum peringatan HUT ke-74 kemerdekaan Indonesia.
Namun, hal tersebut sudah dibantah oleh mahasiswa asal Papua tersebut. Kerusuhan di Surabaya itu kemudian memicu amarah warga Papua, dan berimbas pada kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, salah satunya yang memanas adalah Manokwari, Sorong dan Jayapura.
Insiden tersebut berakhir dengan pengamanan 43 orang mahasiswa asal Papua meski kemudian dilepaskan lagi. Sementara di Papua dan Papua Barat, muncul gelombang unjuk rasa untuk memprotes insiden rasisme di Surabaya, yang harus berakhir dengan kerusuhan.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.
Upaya penegakkan ini tentu sebagai wujud penegakkan hukum di Indonesia, dimana Sudah sejak lama Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai keragaman suku bangsa dan agama.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta