Presiden Jokowi Menolak Beberapa Substansi Materi Revisi UU KPK
oleh: Priyo Jatmiko
Dalam sebuah jumpa pers, Presiden Joko Widodo menjelaskan sikapnya terkait dengan poin – poin yang disetujui dan ditolak oleh Jokowi. Pada mulanya Jokowi menegaskan bahwa revisi UU KPK adalah RUU usulan DPR. Tugas pemerintah kemudian adalah meresponnya dengan menyiapkan daftar isian masalah (DIM) dan menugaskan menterinya untuk melakukan pembahasan / pengkajian.
Namun menurut Jokowi uu KPK tetap memerlukan revisi meski secara terbatas. Dirinya meyakinkan bahwa KPK tetap akan menjadi lembaga sentral dalam pemberantasan korupsi serta tetap lebih kuat dari lembaga lainnya.
Mantan walikota Surakarta tersebut awalnya menyampaikan hal – hal yang tidak disetujui dari revisi UU KPK. Terdapat 4 poin yang dikemukakan.
Poin yang tidak disetujui oleh Jokowi antara lain :
- Jokowi tidak setuju apabila KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan, misalnya izin ke pengadilan, sehingga KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan.
Ia menegaskan ketidaksetujuannya terhadap poin tersebut, karena menurut Jokowi, KPK hanya perlu meminta izin dari dewan pengawas.
- Penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK juga bisa berasal dari unsur ASN, dari pegawai KPK, maupun instansi lainnya, tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
- Kewajiban KPK untuk berkoordinasi dengan kejagung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ni sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi.
- Selanjutnya, Jokowi juga tidak menyepakati perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementrian atau lembaga lain. Jokowi menginginkan LHKPN tetap diurus KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini.
Terlepas dari itu semua, Jokowi menegaskan bahwa KPK harus memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. KPK menurut Jokowi juga harus menjadi lembaga yang paling kuat dibanding lembaga lain.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR mengebut pembahasan sejumlah revisi undang – undang di penghujung masa keanggotaan DPR 2014 – 2019.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menggelar rapat dengan badan legislasi pada pertengahan september 2019.
Dalam pertemuan tersebut Yasonna mengatakan bahwa rapat untuk mengkoordinasikan perwakilan pemerintah dengan DPR dalam membahas sejumlah revisi. Ia membantah bahwa rapat digelar untuk mengebut pembahasan revisi.
Terdapat 3 RUU yang dibicarakan antara Menkumham, Mendagri dengan DPR RI untuk segera dibahas. 3 RUU tersebut yaitu, Revisi Undang – Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Revisi Undang – Undang Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Dan revisi tentang Perubahan atas UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan.
Revisi undang – undang yang terakhir memungkinkan DPR melanjutkan pembahas revisi yang belum selesai pada periode sekarang ke periode selanjutnya, tanpa memulai dari awal.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengungkapkan pendapatnya terkait dengan polemik akan perlu tidaknya pembentukan dewan pengawas bagi KPK. Mantan Gubernur Jakarta ini juga merasa perlunya dewan pengawas untuk mengawasi lembaga antirasuah tersebut.
Dirinya mengatakan, dewan pengawas memang diperlukan karena semua lembaga negara, Presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balances.
Hal tersebut dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan, sehingga adanya dewan pengawas merupakan sesuatu yang wajar dalam proses tata kelola yang baik menurut Jokowi.
Selain itu Jokowi juga mengatakan perlunya dewan pengawas yang anggotanya diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi bukan politisi, bukan birokrat atau aparat penegak hukum aktif.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, RUU KPK tentu diperlukan, pihaknya menganalogikan di negara demokrasi tidak ada lembaga seperti dewa.
Dirinya juga menambahkan, bahwa revisi tersebut merupakan upaya pemerintah dan DPR unguk memperbaiki KPK. Sehingga tidak terlegitimasi.
Di sisi lain, DPR telah mengesahkan RUU KPK menjadi undang – undang. Hal tersebut dilakukan pada rapat paripurnya yang diselenggarakan pada 17 September lalu.
Bagaimanapun juga pemerintah telah berupaya menetapkan rancangan undang – undang, karena Undang – Undang KPK memang sudah semestinya direvisi dengan berbagai kajian.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik