Publik Internasional Akui Papua Bagian Indonesia
Oleh : Rebecca Marian )*
Keabsahan status Papua secara menyeluruh telah diakui de fakto dan de jure. Papua merupakan bagian integral dari NKRI yang telah sah dan diakui hukum internasional.
Kembali kepada kasus disintegrasi yang dilambungkan oleh oknum separatis pekan lalu. Yang mana belum adanya pemahaman akan posisi Papua sebagai bagian integral NKRI ini. Oknum separatis itu menilai segala bukti keabsahan perlu dilakukan peninjauan ulang. Padahal sebagian besar rakyat Papua saja telah mengakui kedaulatan NKRI sebagai tanah tumpah darah mereka.
Ditilik dari indikasi tujuan oknum separatis tersebut agaknya mengalami pembelokan. Tak hanya kemerdekaan yang mereka cari, ada kemungkinan mereka memiliki tujuan lainnya. Sangat disayangkan jika kedamaian Papua diganggu oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab semacam ini. Mereka getol menghasut serta memprovokasi agar Warga Papua ikut terjerumus kedalamnya. Implikasinya ialah pemanfaatan isu guna meraih tujuan yang diinginkan mereka.
Sekilas tentang penentuan status daerah bagian barat Papua pada tahun 1969, yang sekarang menjadi propinsi-propinsi Papua beserta Papua Barat. Maka dilakukanlah rapat Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), atau biasa disebut Act of Free Choice. Yang mana hakikatnya adalah plebisit atau suatu referendum.
Berdasarkan Perjanjian New York, Pepera ini bertujuan guna mengetahui preferensi rakyat Irian Barat. Kaitannya, apakah mereka ingin merdeka ataukah ingin bergabung dengan Republik Indonesia. Yang mengejutkan ialah Hasil referendum ternyata menyimpulkan bahwa rakyat memilih bersatu dengan Indonesia. Sementara hasil tersebut telah diterima oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).
Sebelum akhir tahun 1969, menurut Perjanjian New York Indonesia wajib melaksanakan Pepera di Irian Barat. Atas dasar perjanjian tersebut awal 1969, pemerintah Indonesia mulai melaksanakan rapat ini menjadi tiga tahapan. Dengan rincian sebagai berikut;
- Per tanggal 24 Maret tahun 1969 dilakukan konsultasi dengan Dewan Kabupaten di Jayapura, terkait tatacara penyelenggaraan Pepera.
- Diadakanya pemilihan Dewan Musyawarah Pepera, yang berakhir pada bulan Juni tahun 1969.
- Penyelenggaraan Pepera, akan dimulai dari Kabupaten Merauke serta berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di wilayah Jayapura.
Penyelenggaraan rapat Pepera ini disaksikan oleh delegasi PBB, Australia serta delegasi dari Belanda. Hasil Pepera menunjukkan bahwa rakyat Irian Barat ini menghendaki untuk bergabung dengan teritori Indonesia.
Hasil Pepera tersebut kemudian dibawa ke Sidang Umum PBB. Tepatnya sekitar tanggal 19 Nopember 1969 Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa menerima serta menyetujui hasil-hasil Pepera tersebut. Atas dasar ini pula ditetapkan jika bergabungnya Irian Barat yang mana dikenal sebagai Papua dan Papua Barat ke dalam NKRI telah sah dan diakui hukum Internasional.
Selain itu tentunya hasil Pepera ini juga dinilai telah final, karena telah meliputi berbagai aspek. Terkait oknum yang menginginkan disintegrasi Papua dari NKRI, ini agaknya hanya mengada-ada. Disisi lain, jumlah front pembela kemerdekaan Papua hanyalah segelintir orang. Jadi mana mungkin keputusan tersebut mengatasnamakan seluruh rakyat Papua, bukan?
Apalagi banyak warga Papua yang mendeklarasikan dirinya sebagai bagian tubuh tak terpisahkan dari NKRI. Darisini dapat diambil kesimpulan jika Masyarakat Papua hanya digunakan sebagai alat yang mengatasnamakan Perjuangan. Yang mana nyatanya rakyat Papua telah mendapatkan kemerdekaanya di sini, di Indonesia. Kabar baiknya ialah warga Papua akhirnya sadar jika mereka hanya ditipu oknum tak bertanggung jawab.
Di lain hal, oknum separatis ini menilai jika pemerintah mengesampingkan proses pemerataan kesejahteraan di Papua. Faktanya, perkembangan pembangunan infrastruktur tanah Papua kian melesat, sistem tatanan ekonomi menjadi kuat, sektor kesehatan serta pendidikan yang dinilai sangat vital telah dicapai sesuai rencana. Lalu, apalagi yang mesti diributkan? Bahkan, rencananya pemerintah akan getol melakukan pembangunan lanjutan sebagai bentuk optimalisasi pemerataan kesejahteraan.
Dengan demikian bukankah seharusnya tak ada lagi yang perlu dipermasalahkan. Toh warga Papua menyatakan dirinya telah hidup aman, damai sentosa dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam bumi Cendrawasih. Yang mana dilengkapi oleh perkembangan yang diberikan oleh pemerintah.
Sehingga tak ada lagi kesempatan bagi pelaku maupun oknum terduga separatis menghasut guna pemberlakuan disintegrasi, yang sebenarnya tak pernah diinginkan oleh masyarakat Papua. Karena masyarakat Papua yakin jika Indonesialah darah daging serta ibu kandung bagi Papua secara menyeluruh.
)* Penulis adalah mahasiswi Papua, tinggal di Jakarta