Radikalisme Dalam Tubuh KPK
Oleh : Denny Siregar )*
Radikalisme bisa ada dimana saja..
Radikalisme itu bukan hanya berupa tindakan, tetapi lebih berbahaya adalah ideologi, terutama ideologi sekarang yang ingin menjadikan Republik ini sebagai negara agama.
Jauh sebelum peristiwa Pilgub DKI, saya sudah sering mengingatkan, “Hati-hati, radikalisme di tempat ibadah kita..”
Dan akibatnya saya diserang habis-habisan karena dianggap mendeksakralisasi Masjid yang sudah terpersepsikan sebagai rumah Tuhan dan suci. Masak di tempat suci ada radikalisme ??
Dan peristiwa Pilgub DKI 2017, mengajarkan banyak pada kita bahwa radikalisme sangat mungkin bersembunyi dan menjadikan rumah ibadah sebagai tameng. Sebagai tempat berlindung supaya tidak terlihat bahwa ada oknum yang punya “agenda besar”.
Masjidnya tidak salah, tetapi orang yang menjadikan tempat ibadah sebagai gerakan politik itulah yang salah..
Dan ketika saya mencoba berbicara bahwa di Komisi Pemberantasan Korupsi ada kemungkinan radikalisme berkembang, kembali saya dicerca.
“Kamu mau melemahkan KPK ya ??” Teriak temanku keras. Dia dulu dan saya sama-sama pendukung KPK saat pertarungan Cicak vs Buaya.
Tidak, saya bilang. Saya justru mau menyelamatkan KPK. KPK adalah lembaga yang dibangun dengan kredibilitas tinggi oleh para pendahulunya. Sebagai komisi pemberantasan korupsi, KPK sangatlah efektif dan keras. Sudah banyak yang jatuh karena korupsi mereka dibongkar KPK.
Tetapi dengan semua prestasi itu, apakah orang-orang di dalam KPK suci semua ?
KPK tidak salah, tetapi bisa saja ada oknum yang memanfaatkan pedang tajamnya untuk kepentingan politik mereka.
Jejak kubu di dalam sebuah institusi bukan hal baru bagi negeri ini. Ingat dulu berita ada kubu hijau dan kubu merah di tubuh tentara jaman orde baru ? Kenapa tidak mungkin situasi yang sama ada dalam tubuh KPK ??
Yang pasti, bagian dari perang Jokowi terhadap radikalisme di tubuh KPK, bukan ingin melemahkan institusinya. Tetapi justru ingin mensucikannya kembali, supaya tidak ada yang menunggangi KPK demi kepentingan ideologi dan politiknya. Tetapi kembali pada relnya..
Pembentukan Pansel KPK untuk mencari pemimpin yang bebas jejak radikalisme tentu harus kita dukung. Dan faktor “bebas radikalis” itu bukan sekedar ucap saja, karena tidak ada asap tanpa ada api. Tidak ujug-ujug, pasti ada jejaknya..
Kecurigaan itu disampaikan dengan berani oleh Neta S Pane dari Indonesian Police Watch, bahwa di tubuh KPK ada kubu yang bermain, yang disebutnya sebagai Polisi Taliban dan Polisi India.
Jelas polisi Taliban itu mengacu pada ideologi sebagian anggota yang bersifat keras. Bahkan ada kabar juga, di dalam kantor KPK sekarang sudah sangat “syari”.
Bagaimana seandainya pedang tajam KPK sekarang dipakai untuk menghantam orang-orang yang tidak sevisi politiknya ? Atau dengan alasan membongkar kasus lama, tetapi mempunyai agenda politik untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah ?
Bukan paranoid, tetapi potensinya sangat memungkinkan untuk itu. Karena KPK adalah lembaga superbody, yang tidak punya pengawasnya. KPK bisa lebih besar dari pemerintahan itu sendiri karena hanya dialah lembaga yang berdiri sendiri.
Kewaspadaan tidak perlu ditanggapi berlebihan, justru harusnya membuat kita mawas diri. Negeri ini sudah terlalu dalam virus radikalismenya yang ingin menghancurkan demokrasi. Mereka ada dimana-mana, bahkan ada di lembaga yang memegang hukum sebagai panglimanya..
Mari dukung Jokowi untuk bersih-bersih KPK dari unsur radikalisme. KPK punya kita, dan kita harus menjaganya bersama..
Markibong, mari kita bongkar.
Salam seruput kopi ☕☕☕