Radikalisme Musuh Bersama Wajib Diperangi
Oleh : Ismail )*
Radikalisme masih menjadi musuh bersama yang harus diperangi karena dapat mengganggu perdamaian di Indonesia. Dengan adanya sinergitas tersebut, penyebaran paham radikal diharapkan dapat segera ditekan.
Pernahkah Anda mendengar berita tentang anak-anak yang melakukan tindakan radikal dengan merusak pemakaman umat dengan keyakinan lain? Kasus ini tentu menyedihkan karena memperlihatkan bahwa radikalisme masih bercokol di negeri ini. Pemberantasan radikalisme adalah pekerjaan besar bagi pemerintah, dan sebagai warga negara yang baik maka kita wajib juga untuk menangkal radikalisme dari Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyatakan, “Saya terus menyuarakan tentang bahayanya radikalisme dan terorisme di Indonesia. Seluruh rakyat harus menolak dan memerangi radikalisme demi mewujudkan negara yang aman.”
Dalam artian, seluruh WNI harus kompak dalam memerangi radikalisme, karena paham ini berbahaya dan bisa memecah-belah perdamaian di Indonesia. Jika semua kalangan masyarakat menolak radikalisme maka kelompok radikal dan teroris akan dapat tertolak di negeri ini, karena tidak punya pendukung sama sekali.
Pemerintah dan Densus 88 antiteror tidak bisa bertindak sendiri dalam memerangi radikalisme karena butuh dukungan dari masyarakat. Jika semua pihak kompak dalam memerangi radikalisme maka kita optimis tidak akan ada kasus-kasus kekerasan dan pengeboman yang didalangi oleh kelompok radikal dan teroris.
Masyarakat bisa memerangi radikalisme walau ia tidak bekerja sebagai aparat keamanan. Sebagai warga negara yang baik maka rakyat sipil bisa memberi laporan jika ada yang mencurigakan, misalnya ia bekerja di toko bahan kimia dan ada orang yang selalu membeli bahan-bahan untuk bom. Maka ia akan melaporkan ke aparat karena curiga bahwa pembelinya adalah anggota kelompok radikal dan teroris.
Sementara itu, masyarakat juga bisa memerangi radikalisme di dunia maya. Caranya dengan mengedukasi jika ada hoaks yang tersebar, baik di sosial media atau grup WA. Hoaks yang dibuat oleh kelompok radikal tidak boleh ditebarkan, justru harus ditentang dan diterangkan alasannya mengapa itu salah, agar warganet paham bahwa itu hanya bualan. Selain itu, jika ada konten radikal di sosial media bisa langsung dilaporkan ke polisi siber.
Mahfud MD melanjutkan, “Untuk melawan radikalisme maka perlu adanya ijtihad ulama.” Dalam artian, ulama juga berperan penting dalam pemberantasan radikalisme. Caranya adalah dengan meluruskan bahwa kelompok radikal bukanlah kelompok yang kuat keyakinannya, karena jika seseorang taat maka tidak akan menyakiti sesama manusia.
Ijtihad ulama diperlukan karena mereka memiliki peran yang penting di masyarakat. Jika ulama sudah berfatwa maka akan banyak orang yang mengikutinya. Para ulama bisa membuat narasi dakwah yang adem, yang menyatakan bahwa umat yang taat tidak hanya memiliki hubungan baik dengan Tuhan tetapi juga dengan sesama manusia.
Hubungan dengan sesama manusia juga tak hanya untuk mereka yang memiliki keyakinan yang sama, tetapi juga yang berbeda. Perbedaan tidak memantik permusuhan, karena mereka yang berbeda akidah adalah saudara dalam kemanusiaan.
Ulama bisa terus berceramah tentang toleransi yang bisa menyatukan negeri ini, sehingga para anggota kelompok radikal pun mundur teratur. Jika masyarakat, ulama, dan seluruh elemen lain kompak dalam melawan radikalisme maka kita optimis Indonesia akan bebas dari terorisme dan radikalisme.
Radikalisme adalah musuh bersama karena bisa merusak perdamaian negeri ini. Agar kelompok radikal tidak lagi menyebar di Indonesia maka masyarakat harus kompak dalam melawannya, dan membantu pemerintah dalam mengatasi keganasannya. Dengan adanya sinergitas semua pihak maka radikalisme diharapkan ditangkal.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa