Polemik Politik

Rajut Persatuan Pasca KPU Sahkan Jokowi – Ma’ruf

Oleh : Indri  Fatmawati )*

Capres dan Cawapres nomor 01 Jokowi – Ma’ruf Amin telah resmi ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Penetapan tersebut berdasarkan hasil rapat pleno yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU).

            Pembacaan penetapan Jokowi – Ma’ruf sebagai presiden dan wapres terpilih dibacakan oleh Ketua KPU Arief Budiman di kantornya. Selain Jokowi – Ma’ruf Amin, elite TKN dari koalisi Indonesia kerja juga turut hadir. Sedangkan, Prabowo dan Sandiaga yang kalah dalam Pilpres 2019 tidak hadir dan hanya diwakili oleh saksi dari kubu 02.

            Dengan demikian, Jokowi akan menjabat sebagai presiden untuk kali kedua. Pelantikan akan dilangsungkan bulan Oktober 2019. Komisioner KPU Evi Novilda Ginting membacakan berita acara rapat pleno penetapan capres – cawapres terpilih KPU, yakni Berita Acara Nomor 152/PL.01.9-BA/06/KPU/VI/2019 tentang penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2019.

Pemilu merupakan salah satu cara untuk membentuk sebuah pemerintahan yang adil dan benar – benar mewakili rakyat serta memperkokoh persatuan bangsa. Karena itulah seluruh pihak yang terlibat sudah semestinya menjalankan peran secara mulia, baik itu pengawas, peserta pemilu, maupun pendukungnya agar senantiasa meredakan kegaduhan yang tak kunjung usai.

Yang paling penting pada saat ini adalah, seluruh masyarakat agar mampu memandang bahwa semua adalah bersaudara sebangsa dan setanah air. Apapun perbedaan tidak boleh menyebabkan ada yang terpinggirkan. Siapa pun paslon yang ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang harus menunjukkan sikap kenegarawanan dengan merangkul semua pihak – baik yang sekubu maupun yang berlawanan.

Masyarakat tentu akan sulit bersatu jika pada 5 tahun kedepan, kondisi politik di Indonesia masih menyisakan residu polarisasi antar kubu.

Jika ingin menjadi bangsa yang besar, kita lupakan kompetisi pemilu, kita fokus membangun Indonesia yang berlimpah pekerjaannya, membangun pedesaan yang lebih maju, menjaga kekompakan, lupakan perbedaan. Kalimat tersebut sempat diucapkan Ridwan Kamil agar para warganya dapat menurunkan tensi ketegangan karena pemilu.

            Gubernur Jawa Barat tersebut juga mengajak kepada masyarakat unutk kembali menjaga kekompakan dan mengikis polarisasi usai Pemilu 2019. Dirinya juga berharap, warga agar bisa kembali menjalankan rutinitasnya yang produktif dan melupakan sisi kompetisi setelah Pilpres dan Pileg.

            “Kita butuh 5 tahun ini kompak menjaga keutuhan. Insya Allah Indonesia akan lebih baik, istilahnya menang, maju, juara, intinya mari berhimpun lagi, pakai waktunya tak membahas politik lagi, fokus pada produktivitas membangun jawa barat,” tuturnya.

            Dari penuturan tersebut, tentu kita bisa menangkap bahwa Ridwan kamil ingin agar para warganya melebas atribut “politis” yang sebelumnya sempat mempolarisasi warganya, bagaimanapun juga demokrasi haruslah dijunjung tanpa menghancurkan persatuan dan kekompakan.

Sejarah di Nusantara mencatat bahwa persatuan nasional mampu melahirkan peristiwa – peristiwa besar. Sebut saja kebangkitan nasional tahun 1908,kongres pemuda pertama dan kedua pada tahun 1926 dan 1928. Bahwa pemudalah yang menjadi pelopor persatuan nasional.

            Upaya menggalang persatuan nasional saat itu tampak jelas ketika Ir Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927 dan tokoh – tokoh Islam mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926, dan Muhammadyah pada tahun 1912.

Ketua Pengurus Harian Tanfdziyah PBNU, Robikin Emhas meminta seluruh elit politik di koalisi capres – cawapres pilpres 2019 untuk turut aktif dalam menurunkan tensi ketegangan antarpendukung, Sebab, sebagai tokoh masyarakat, sudah sewajarnya jika mereka menjadi sosok yang diteladani bagi para pengikutnya.

            “Elite politik, tokoh masyarakat dan pemuka agama harus memberi tauladan kepada masyarakat,” tutur Robikin.

            Dirinya juga menambahkan bahwa elit politik memiliki peran dalam meredam tensi politik yang sempat memanas pada masa kampanye lalu, hal ini agar kedua pendukung paslon capres – cawapres dapat menunjukkan sikap kenegarawanan dengan menjunjung persatuan.

            Salah satu langkah yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak terprovokasi oleh berbagai ujaran, janganlah mudah membenci hanya karena berbeda pilihan, siapapun presidennya nanti, peran pembangunan bangsa tidak hanya dilakukan oleh Presiden, namun pembangunan bisa dimulai dari diri sendiri. Kini saatnya kembali semua kembali menjadi satu. Kembali menjadi kawan, sahabat, saudara, tetangga tanpa memandang perbedaan ataupun kubu 01 atau 02 yang ada adalah 3 persatuan Indonesa.

)* Penulis adalah Pegiat Media Sosial

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih