Polemik Politik

Rakyat Kompak Menolak Ajakan People Power

Oleh : Nanik Gandarsih )*

Ramadhan telah datang dengan segenap gegap gempitanya, banyak orang menjadi pengusaha dan meraup untung yang tidak sedikit dengan berjualan takjil maupun baju lebaran. Pada tahun ini, perang melawan hawa nafsu tidak hanya pada ranah kuliner semata, tetapi juga perang untuk tidak terprovokasi oleh hasutan pasca pemilu yang tak kunjung reda.

Seruan tersebut merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap kinerja KPU dan bentuk penolakan terhadap penghitungan suara secara real count oleh KPU.

Padahal sudah semestinya Ramadhan tidak hanya menjadi bulan yang mewajibkan umat muslim untuk menahan lapar dan dahaga saja, ramadhan juga sudah semestinya menjadi ukhuwah bagi kaum muslimin agar senantiasa merajut persatuan dalam segala perbedaan.

Dalam hal ini, para elite politik sudah semestinya menjadi teladan bagi para simpatisannya, agar menerima apapun hasil penghitungan KPU pada Pemilu 2019.

Masyarakat juga sudah semestinya menahan jempol untuk tidak membagikan ajakan gerakan inkonstitusional, dan menghormati KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berwenang melakukan penghitungan surat suara.

PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa “Muhammadiyah percaya kita punya perangkat perundang – undangan dan mekanisme pemilu yang sudah menjadi koridor bersama dalam berkontestasi,” ungkap Haedar.

Pihaknya juga meminta agar para elite politik tidak memobilisasi massa untuk menentang hasil Pemilu 2019. Dari pada memobilisasi massa, ia menyarankan berbagai sengketa Pemilu diselesaikan melalui jalur hukum.

Seruan people power juga bisa dikategorikan sebagai contempt of court (penghinaan) terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan lantaran dinilai menafikkan kerja keras seluruh komponen MK untuk menguatkan kepercayaan publik terhadap Lembaga tersebut.

People power juga bukan sebuah solusi yang bijak dalam berdemokrasi, seperti yang pernah terjadi di Mesir pada Januari 2011 lalu, dimana Jutaan Warga turun ke jalan dan terpusat di alun – alun tahrir, Kairo. Para pengunjuk rasa tersebut bersikeras tak akan pulang sampai Presiden Husni Mubarak mau meletakkan jabatannya setelah 30 tahun berkuasa.

Selama aksi massa tersebut, sebanyak 846 orang tewas akibat represi pasukan keamanan pemerintah. Sampai pada akhirnya, Husni Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada militer yang disampaikan oleh Wakil Presiden Omar Suleiman pada 11 Februari 2011.

Selain itu, di China kegagalan people power juga pernah terjadi pada tahun 1989, dimana pada saat itu ribuan Mahasiswa turun ke jalan dan terpusat di lapangan Tianamen. Mereka melakukan aksi damai memprotes ketidakstabilan ekonomi dan korupsi di tubuh pemerintahan Beijing.

Gerakan tersebut lantas merembet menjadi demonstrasi pro-demokrasi. Namun sampai apa yang dicita – citakan Mahasiswa tak pernah terjadi. China merespons aksi damai dengan kekerasan yang justru mengkibatkan ratusan hingga ribuan orang tewas.

Dari cerita tersebut, tentu kita sudah paham bahwa people power bukanlah langkah yang cerdas, sehingga seruan people power sudah semestinya ditolak, karena jika dalam pelaksanaan Pemilu terdapat dugaa kecurangan, pemerintah telah memilki jalur konstitusi untuk melaporkan segala dugaan kecurangan tersebut.

Penolakan People Power juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di Maros Sulawesi Selatan. Dimana sejumlah anggota dan pimpinan DPRD Maros Sulsel, telah membacakan deklarasi penolakan segala bentuk gerakan inkonstitusional yang mendelegitimasi Pemilu 2019.

DPRD Maros tidak setuju dengan gerakan tersebut karena hal itu merupakan gerakan inkonstitusional. Pihaknya juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjaga persatuan dan keutuhan NKRI pasca pemilu.

Hal serupa juga digelar di Banyuwangi, Dimana Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyuwangi menyerukan perdamaian pasca pemilu 2019. Masyarakat juga diharapkan bisa menghormati tahapan – tahapan Pemilu yang masih berjalan hingga saat ini.

Menurut Muhammad Yamin selaku ketua FKUB Banyuwangi, seruan maupun ajakan people power yang muncul pasca 17 April adalah sesuatu yang meresahkan. Apalagi ajakan dan seruan ini muncul pada bulan Ramadhan, yang semestinya masyarakat khusyuk beribadah dan menahan amarah dalam menjalani ibadah puasa.

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) mengatakan bahwa gerakan People Power merupakan pengerahan massa yang sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Pihaknya juga menjelaskan bahwa gerakan tersebut hanya semacam gertakan saja dari pihak – pihak yang secara politik memang sampai saat ini belum tersampaikan maksudnya.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih