Rencana PAN Mendekat ke Kubu 01, Jika Jokowi – Ma’ruf Menang.
Oleh: Syahroni Akbar*
Tidak hanya sujud syukur Prabowo saja yang terulang pada Pilpres 2019, namun ada kemungkinan Partai Amanat Nasional juga akan mengulang apa yang sempat terjadi pada 2014, dimana awalnya menjadi lawan Jokowi dengan mengusung Hatta Rajasa sebagai cawapres saat itu, lalu akhirnya masuk koalisi bersama partai yang mengusung Jokowi.
Berdasarkan hasil hitung cepat yang telah banyak menunjukkan kemenangan pada Paslon Jokowi – Ma’ruf Amin. PAN membuka peluang untuk merapat pada Kubu 01. Bahkan peluang ini dinyatakan oleh wakil ketua umum Bara Hasibuan satu minggu setelah hari pencoblosan.
“Kami kan mlihat posisi kami lagi, ya kan pemilihan presiden sudah selesai, ya, jadi kita lihat nanti ke depannya gimana,” tutur Bara ketika berada di senayan.
Tentunya, situasi seperti ini sangat mirip dengan yang terjadi pada 2014 lalu, dimana saat itu PAN berkoalisi dengan partai yang mendukung Prabowo namun kalah dari Jokowi – JK dengan selisih 6 persen. Saat penghitunga hampir selesai dan hasilnya menunjukkan keunggulan Jokowi – JK kader PAN segera mengakui keunggulan tersebut.
Tak hanya itu, bahkan Putra Amien Rais, Hanafi Rais mengucapkan selamat kepada paslon Jokowi – JK saat itu.
“Sebagai generasi muda PAN, kami mengucapkan selamat kepada Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang akan memegang tampuk kepemimpinan nasional dalam waktu 5 tahun mendatang,” tutur Hanafi.
Hatta Rajasa kala itu juga melakukan hal yang serupa, dimana Hatta memilih untuk tidak mendampingi Prabowo ketika dirinya menyatakan sikap resmi akan penolakan hasil pilpres.
Namun, satu tahun kemudian pada bulan September 2015, PAN benar – benar partai yang merapat kepada koalisi Jokowi – JK.
Hal tersebut sontak mendapat tanggapan dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, dimana pihaknya mengatakan bahwa PAN merupakan partai yang cenderung oportunis (ambil untung tanpa berprinsip tertentu).
Dirinya juga beranggapan bahwa sudah hampir pasti PAN akan kembali merapat ke Jokowi, karena cara tersebut dinilai sebagai satu – satunya cara untuk meraih untung.
Ia juga menambahkan, terkait adanya sosok Amien Rais yang mati – matian menolak paslon Jokowi – Ma’ruf, bukanlah halangan yang besar. Meski Amien memegang peran penting sebagai Dewan Kehormatan, namun kader langsung di PAN yang tetap mengambil keputusan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Harian TKN Moeldoko yang menilai bahwa PAN sangat mungkin kembali berkoalisi dengan parpol pendukung Jokowi. Karena menurutnya, politik itu dinamis dan tidak ada yang stagnan.
“Kemungkinan ya bisa, sangat mungkin (PAN berkoalisi denga parpol Jokowi),” ujarnya.
Dirinya juga menjelaskan bahwa seluruh pemerintahan di dunia menginginkan sebuah pemerintahan yang stabil dan kuat. Termasuk kemungkinan kursi di parlemen diisi oleh parpol koalisi pendukung Jokowi.
“Pemerintahan yang kuat itu sangat didukung oleh lembaga – lembaga lain. Dengan kekuatan yang ada sekarang, bisa saja politik bersifat dinamis. Bisa saja 60 persen, bisa 70 persen, bisa 80 persen,” tuturnya
Namun pemerintah tentu menginginkan adanya roda pemerintahan yang berjalan seimbang. Untuk itu, diperlukan adanya oposisi pemerintah.
PAN dirasa cukup seksi sebagai partai Islam penyeimbang dari kedua partai Islam yang saat ini berada di kubu Jokowi.
Adi Prayitno selaku direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia menilai, bahwa pertemuan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, bukanlah sebatas pertemuan biasa.
“Itu silaturahmi plus – plus. Satu sisi Zulhas hadir ke pelantikan gubernur Maluku. Kapasitas sebagai ketua MPR. Sisi lainnya beliau juga ketua umum PAN, punya kesempatan untuk bersilaturahmi politik dengan Jokowi,” tuturnya
Namun jika PAN memang akan berkoalisi bersama partai pengusung Jokowi – Ma’ruf, maka sosok Pak Amin Rais tentu perlu diwaspadai, apalagi ketika hasrat berpolitiknya semakin menggebu, maka sikap dan bicaranya sering ngawur, seperti analogi partai Allah dan partai sejahter
Sebagai orang uang dituakan, Amien Rais justru kembali ke dunia politik dan justru banyak menimbulkan kontroversi. Salah satunya adalah ‘kebenciannya’ yang sangat mendalam kepada presiden yang berkuasa saat ini, Jokowi.
*) Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik