Polemik Politik

RKUHP Menjaga Demokrasi di Indonesia

Oleh : Aulia Hawa )*

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan menjaga demokrasi di Indonesia, karena rakyat diperbolehkan berpendapat dan tidak dilarang untuk bersuara. Masyarakat tidak perlu takut adanya pembungkaman karena dalam RKUHP, yang dilarang adalah hinaan ke kepala negara, bukan kritikan.

Indonesia adalah negara demokrasi dan sudah sah sejak merdeka tahun 1945. Meski fungsi demokrasi tidak berjalan pada masa Orde Baru, karena pemerintahannya yang saklek, tetapi reformasi menjungkalkannya. Pasca tahun 1998 pemerintah terus menjaga semangat reformasi dan menegakkan demokrasi, termasuk pemerintahan Presiden Jokowi.

Sejak awal dipilih jadi presiden Indonesia tahun 2014, Bapak Jokowi berjanji untuk menegakkan demokrasi di Indonesia. Salah  satu caranya adalah dengan menyusun dan merencanakan pengesahan RKUHP jadi KUHP versi baru. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana akan menegakkan demokrasi karena masih memberi ruang masyarakat untuk berpendapat dengan bebas dan sopan.

Profesor Ade Saptomo, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila, menyatakan bahwa RKUHP meningkatkan demokrasi di Indonesia. Produk hukum tersebut diupgrade karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Pasal-pasal dalam KUHP sudah tidak sesuai dengan keadaan di masyarakat, dan RKUHP lebih kekinian.

Dalam artian, KUHP sudah sangat kuno dan tidak relevan terhadap kehidupan masyarakat. Munculnya RKUHP sangat bagus karena mengatur rakyat Indonesia sesuai dengan zamannya. Saat ini sudah era teknologi informasi dan melanjutkan semangat reformasi, dan demokrasi masih tetap ditegakkan. Buktinya adalah proses revisi RKUHP (agar sesuai dengan kehidupan masyarakat) melibatkan rakyat karena mereka boleh memberi pendapat.

Jika KUHP tidak direvisi maka sama saja sebuah kemunduran karena hukum yang dipakai adalah hukum warisan Belanda, ketika tidak ada demokrasi sama sekali (karena masa penjajahan). Oleh karena itu KUHP perlu direvisi agar demokrasi selalu ditegakkan dan sesuai dengan semangat reformasi di Indonesia.

Jika ditilik dari sejarah, maka sebenarnya para ahli hukum sudah ingin merevisi KUHP tahun 1963, karena mereka merasa UU ini tidak sesuai lagi. Namun batal karena gejolak politik di Indonesia.  Kemudian, revisi KUHP baru menjadi wacana dan hanya Presiden Jokowi yang berani mewujudkannya jadi RKUHP yang sebentar lagi diresmikan. Hal ini membuktikan bahwa beliau menegakkan demokrasi dan ingin agar hukum melindungi masyarakat dari kejahatan pidana.

Profesor Ade menambahkan, pasal-pasal dalam RKUHP memperbaiki demokrasi. Demokrasi akan sesuai dengan kultur Indonesia, tidak liar dan barbar. Dalam artian, demokrasi adalah situasi di mana suara rakyat didengar dan mereka boleh membuat hukum di negeri ini (melalui wakil rakyat). Namun keadaan berubah setelah reformasi dimulai pada bulan Mei tahun 1998.

Tahun 1998 adalah awal reformasi ketika Orde Baru tumbang. Kala itu, masyarakat euforia dalam berpendapat, karena selama 32 tahun dibungkam, bahkan diancam keselamatannya oleh petrus. Saat Orde Reformasi dimulai maka masyarakat menikmati kebebasan berpendapat dan tidak takut terkena breidel atau petrus.

Namun sayang sekali kebebasan pasca reformasi malah kebablasan. Kebebasan berubah jadi liberal dan pendapat ditumpahkan sebanyak-banyaknya, baik yang positif maupun negatif. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi, bukan berazas liberal seperti Amerika Serikat.

Apalagi ketika internet masuk di Indonesia dan media sosial jadi marak. Banyak yang berpendapat di Facebook, Twitter, atau medsos lain dan sayangnya makin banyak pula yang sarkas dan melakukan penghinaan terhadap pemerintah. Ada juga yang membuat meme dan guyonan, serta gojlokan, jika ada aturan pemerintah yang tidak disetujui.

Situasi ini yang sudah keluar dari batas demokrasi dan hampir saja mengubah Indonesia jadi liberal. Oleh karena itu, demokrasi kembali ditegakkan dan diluruskan dengan RKUHP. Dalam RUU ini terdapat pasal penghinaan terhadap pemerintah dan masyarakat dilarang keras melakukannya.

Jika pemerintah dihina dengan cara pembuatan meme atau konten konyol lain, maka sama saja dengan menghina kehormatan negara. Liberalisasi seperti ini yang berusaha dihapuskan oleh RKUHP. Dalam negara demokrasi, rakyat boleh berpendapat, tetapi tidak boleh kebablasan dan akhirnya menghina kepala negaranya sendiri. Marwah presiden Indonesia harus dijaga benar-benar.

Demokrasi perlu dibedakan dengan liberalisasi. Indonesia tidak pernah berubah jadi negara liberal, di mana semua orang berpendapat dan akhirnya kebablasan. Jangan sampai media sosial jadi ajang perang antara pendukung politik dan berujung pada penghinaan kasar pada pemerintah. Yang dilarang adalah penghinaannya, bukan kritikan yang membangun, dan masyarakat perlu memahaminya.

RKUHP menjaga demokrasi di Indonesia agar benar-benar ditegakkan. Indonesia adalah negara demokrasi dan bukannya liberal. Pasal-pasal dalam RKUHP mengatur masyarakat agar tertib dan terhindar dari kejahatan pidana. Aturan dalam RKUHP juga menjunjung demokrasi karena masyarakat boleh berpendapat, asal tidak jadi liberal, kasar, dan menyakitkan.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih