RUU Cipta Kerja Mampu Kurangi Angka Pengangguran
Oleh : Dani Ahmad )*
Pandemi Covid-19 dianggap telah menaikkan angka pengangguran di Indonesia. Beberapa pihak pun menganggap RUU Cipta Kerja perlu segera disahkan menjadi Undang-Undang karena dianggap mampu kurangi angka pengangguran.
Jelang memasuki tahap new normal pandemi virus Corona, International Labour Organization (ILO) menegaskan pentingnya penciptaan lapangan kerja untuk merespons penambahan angka pengangguran selama pandemi covid-19.
Tauvik Muhammad selaku manajer program pengembangan keterampilan ILO Jakarta menuturkan, Covid-19 dapat bisa menambah pengangguran di Indonesia yang bahkan sebelum pandemi angkanya mencapai 20,4 persen atau sudah cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global.
Ia mengatakan, Indonesia memerlukan integrasi kebijakan. Karena di satu sisi, tenaga kerja Indonesia didominasi pekerja sektor informal dengan pendidikan rendah, tetapi faktanya masyarakat Indonesia terintegrasi dalam pasar bebas dengan digitalisasi ekonomi dan automasi industri.
Menurut Tauvik Tantangan dalam penciptaan pekerjaan di masa normal baru, adalah menyeimbangkan kebijakan di sektor kesehatan, ekonomi dan sosial yang baru dapat dilakukan apabila Indonesia telah berhasil melandaikan kurva penyebaran virus.
Ia juga menuturkan bahwa penciptaan lapangan kerja merupakan suatu keharusan untuk mengakomodasi bonus demografi Indonesia yang diperkirakan terjadi pada 2030, saat jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk lansia atau usia sekolah.
Tentu saja bonus demografi ini harus dimanfaatkan dengan baik, jika tidak hal ini justru berpotensi memicu konflik sosial.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut pandemi covid-19 tak hanya berdampak pada ekonomi negara. Penyakit yang disebabkan oleh virus Corona itu juga berdampak pada bonus demografi yang ditargetkan Indonesia.
Bonus demografi memang menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah usia produktif di Indonesia saat ini dua kali lebih besar daripada penduduk dengan jumlah penduduk usia tidak produktif. Usia produktif dimulai dari 19 hingga 59 tahu sedangkan non produktif berusia 0-14 tahun dan diatas 60 tahun.
Dampak dari adanya bonus demografi tentu akan berkaitan dengan kemampuan penduduk dalam bekerja serta ketersediaan lapangan pekerjaan.
Sementara itu, Menteri PPN Suharso Monoarfa telah menegaskan bahwa wabah covid-19 telah mengakibatkan 2 juta hingga 3,7 juta pekerja dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dari data tersebut, tercatat baru 1,7 orang yang terverifikasi terdampak mata pencahariannya akibat penyakit yang disebabkan oleh virus Corona. Oleh karena itu Indonesia memerlukan regulasi untuk menciptakan lapangan kerja agar para pengangguran dapat terserap ke dunia kerja.
Santo Dewatmoko selaku pengamat ekonomi menuturkan, RUU Cipta Kerja bisa menjadi solusi dalam pengurangan jumlah pengangguran apabila disahkan menjadi undang-undang.
Dosen STIA Bagasi ini-pun menjelaskan, saat ini masih terdapat 7,05 juta pengangguran, 2,24 juta angkatan kerja baru, 8,14 juta setengah penganggur dan 28,41 juta pekerja paruh waktu serta 45,84 juta angkatan kerja yang bekerja tidak penuh.
Menurut Santo, penciptaan lapangan kerja masih berkisar 2 juta sampai dengan 2,5 juta per-tahunnya. Ia mengatakan bahwa tingginya angka pengangguran tersebut diperparah dengan adanya pandemi covid-19.
Ia juga menilai, pada masa covid-19, tidak sedikit pengusaha yang melakukan PHK, sehingga banyak terjadi pengangguran.
Santo berpendapat, RUU Cipta Kerja memiliki nilai positif, yakni dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sehingga pengangguran bisa ditekan dan berkurang.
Selain itu, dirinya juga menilai bahwa RUU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi yang mengantisipasi bonus demografi yang dialami Indonesia. Menurutnya, bonus demografi ini bisa menjadi peluang atau ancaman.
Apalagi 68% penduduk Indonesia berada di usia produktif. Kelompok usia produktif ini harus disiapkan lapangan pekerjaan agar bonus demografi tidak menjadi bencana sosial.
Tentu kita tidak ingin fase new normal menjadi fase new poor bagi masyarakat yang karir pekerjaannya terdampak pandemi covid-19.
Kondisi ekonomi yang tidak menentu ini tentunya memerlukan perbaikan, sehingga sebelum pandemi covid-19 ini berakhir, tentu diperlukan sebuah formula untuk dapat membangkitkan perekonomian di Indonesia.
Jika omnibus law diterapkan, tentu saja perusahaan maupun industri tidak akan semena-mena dalam merumahkan para karyawannya tanpa adanya pesangon.
Salah satu formula tersebut yakni omnibus law cipta kerja yang digadang-gadang dapat menyerap investor sehingga akan berdampak pada tenaga kerja lokal yang terserap.
)* Penulis adalah kontributor Pustaka Institute