RUU Omnibus Law Banjir Dukungan
Oleh : Pradikta Putra )*
Omnibus Law Mendapat Dukungan dari banyak pihak karena RUU tersebut dianggap dapat menjadi solusi atas perbaikan regulasi perizinan usaha di Indonesia, terlebih usai pandemi nanti banyak orang yang membutuhkan kepastian hukum dalam membangun usaha di Indonesia.
Dr Teddy Anggoro selaku pakar Hukum Universitas Indonesia, menyarankan sebaiknya DPR RI melanjutkan pembahasan Omnibus Law. Pembahasan ini penting sebagai upaya pemulihan pasca covid-19. Dosen Fakultas Hukum UI ini menjelaskan bahwa Omnibus Law sebagai suatu cara atau metode pembentukan produk hukum, bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sebelumnya penerapan metode omnibus law sudah pernah dilakukan dalam pembentukan suatu regulasi.
Pada kesempatan berbeda, DPD Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) Provinsi Bengkulu, Jonson Manik, menuturkan deklarasi dukungan pada pemerintah atas upaya pembuatan RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah dilakukan Relawan GSPI provinsi Bengkulu.
Pihaknya juga mendukung RUU Omnibus Law agar mempermudah masuknya investasi sehingga bisa menyerap tenaga kerja lokal yang berujung pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Ia juga mengajak masyarakat, buruh dan seluruh elemen pekerja agar membangun optimisme bangsa dengan mendukung berlakunya RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja ini diajukan sebagai strategi untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan bisnis, utamanya terkait masih banyaknya regulasi yang tumpang tindih, serta efektifitas investasi yang stagnan.
Jonson menilai, sebagian besar pemilik modal adalah mereka yang ingin investasi dalam jangka pendek sehingga tidak berdampak pada terciptanya soliditas industrialisasi dalam negeri. Para investor juga pasti akan berpikir ulang apabila ingin menanamkan modal dalam jangka panjang di Indonesia. Menurutnya hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar mengingat berbagai indikator daya saing indonesia tidak terlalu menggembirakan.
Selain itu, ia juga mengkritisi prosedur perizinan di Indonesia yang masih berbelit-belit. Panjangnya birokrasi perizinan ini membuat terbukanya peluang terjadinya rente sehingga investor akan mengeluarkan biaya investasi dua kali lipat jika dibandingkan harus membuka usaha di negara lain.
Pada kesempatan yang sama, GSPI Provinsi Bengkulu berkeyakinan bahwa penerapan konsep omnibus law, RUU Cipta kerja dapat meningkatkan perekonomian nasional dengan membawa manfaat terhadap kaum pengusaha, kelompok buruh pencari kerja dan investor saat ini dinilai sangat diperlukan oleh Indonesia.
GSPI Bengkulu juga berkeyakinan bahwa materi RUU Omnibus Law Cipta Kerja dapat menjadi bagian dari sentralisasi, penyeragaman, penyatuan, keterpaduan, antar kebijakan pusat dan daerah yang merupakan bagian dari efisiensi birokrasi dan meminimalisir konflik kepentingan antara pihak tertentu.
Penerapan omnibus law sendiri memiliki beberapa manfaat, yakni menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan dan menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Sebagai informasi, Indonesia sebenarnya sudah pernah menerapkan omnibus law, seperi pada UU No 9 Tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerntah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi untuk kepentingan perpajakan.
Undang-undang tersebut menghapus dan menyatakan tidak berlaku terhadap ketentuan kerahasiaan perbankan, asuransi dan pasar modal terkait akses perpajakan yang sebelumnya diatur dalam UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Asuransi dan UU Perdagangan berjangka komoditi. Di tataran Internasional sesungguhnya sudah banyak negara yang menerapkan Omnibus law, seperti Australia, Vietnam dan Amerika Serikat.
Pada kesempatan berbeda Fadjroel Rachman selaku juru bicara Presiden menilai, Omnibus Law yang saat ini tengah digodok oleh pemerintah dan DPR, sudah mendapatkan dukungan dari para pengusaha di berbagai bidang.
Tauvik Muhammad selaku manajer program pengembangan keterampilan ILO Jakarta menuturkan, Covid-19 dapat bisa menambah pengangguran di Indonesia yang bahkan sebelum pandemi angkanya mencapai 20,4 persen atau sudah cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global.
Ia mengatakan, Indonesia memerlukan integrasi kebijakan. Karena di satu sisi, tenaga kerja Indonesia didominasi pekerja sektor informal dengan pendidikan rendah, tetapi faktanya masyarakat Indonesia terintegrasi dalam pasar bebas dengan digitalisasi ekonomi dan automasi industri.
Jika omnibus law diterapkan tentu akan berdampak pada tenaga kerja lokal yang terserap, dan kemudahan para pemilik modal untuk berinvestasi tanpa proses perizinan yang sulit.
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini