Saatnya Bersatu Melawan Radikalisme
Oleh : Muhammad Ridwan )*
Penyebaran Radikalisme kini kian meresahkan. Pasalnya bukan hanya masyarakat saja, aparat keamanan, hingga pegawai negeri sipil ikut terpapar paham menyimpang ini. Oleh sebab itu, diperlukan upaya bersama untuk melawan radikalisme.
Permasalahan akibat paparan paham radikalisme kini kian meluas. Dampaknya tak hanya dialami oleh masyarakat, namun juga sejumlah pihak yang memiliki jabatan di pemerintahan, termasuk TNI, Polisi dan pegawai negeri sipil. Ajaran yang mengatasnamakan sebuah agama ini dianggap cukup mengancam. Pergerakkannya-pun semakin meningkat. Sehingga pemerintah harus segera ambil sikap.
Berkenaan dengan polemik tersebut, Ketua Umum Yayasan Solusi Pemersatu Bangsa, yakni Baskara Sukarya menerangkan bahwa ada sekitar 3 persen lebih prajurit TNI yang sudah terpapar ideologi radikal. Namun, sejumlah laporan yang diterima, ada banyak elemen masyarakat lain, mulai dari PNS, pegawai BUMN, mahasiswa, hingga pelajar sekalipun. Selain prajurit TNI serta pegawai swasta terdapat 19 persen lebih pegawai di lembaga BUMN serta PNS anti ideologi Pancasila. Yang lebih mengejutkan terdapat hingga 23% pelajar juga terpapar ajaran yang menyimpang ini.
Hal ini tentunya sangat disesalkan, mengingat pelajar adalah generasi penerus bangsa, malah menyatakan diri anti Pancasila. Bahkan, mendukung Indonesia menjadi negara khilafah. Untuk mencegah melebarnya penolakan ideologi Pancasila di kalangan pelajar, salah satu langkah yang dinilai efektif ialah dengan membangkitkan rasa nasionalisme, Pancasila, rasa cinta bela negara serta menghormati budaya hingga kearifan lokal.
Tentunya hal ini merupakan fakta yang harus kita cermati sembari mencari solusinya. Generasi penerus yang nantinya akan memegang estafet keberlanjutan bernegara tentu harus kita bekali dengan pelbagai pendidikan. Khususnya bagaimana menghidupkan kembali pendidikan yang berkenaan dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Sejalan dengan hal itu, Komjen Suhardi Alius selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melakukan koordinasi dengan Kementerian PANRB guna mengencangkan proses rekrutmen bagi para Pegawai Negeri Sipil. Yaitu, dengan menerapkan evaluasi maupun tahapan-tahapan dalam proses perekrutan pegawai terkait. Mengingat, kini kian banyak laporan bahwa banyak dari PNS ini melakukan aksi terorisme, sebagai akibat terpapar paham radikalisme.
Sebelumnya, diberitakan jika oknum PNS Ditangkap di kota Probolinggo. Tim Densus 88 antiteror serta Polres Probolinggo mengamankan empat pelaku terduga teroris. Hal ini turut dibenarkan oleh Kapolres Probolinggo, AKBP Fadly Samad namun berkenaan dengan detail pihaknya tidak bisa menjelaskan. Mereka hanya bisa berkontribusi dalam penangkapan saja.
Menurut informasi, satu dari empat terduga teroris itu ialah seorang yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di bidang penyuluh petani. Yang tengah menjabat di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkab kota Probolinggo.
Menanggapi hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menandatangani MoU dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam hal pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila guna menangkal penyebarluasan paham radikalisme. Plt Kepala BPIP Hariyono menyebutkan bahwa di dalam MoU ini kedua pihak saling melengkapi tugas dalam proses mengamankan Pancasila sekaligus mencegah aksi terorisme. Kepala BNPT menilai jika Pancasila ialah ideologi tunggal dan satu-satunya di Nusantara. Sehingga paham radikal beserta terorisme harus di berantas. Dia menambahkan bahwa Pancasila betul-betul harus dihayati, diamalkan dengan hati, terinternalisasi dengan baik sehingga seluruh elemen masyarakat mampu menghadapi era transformasi digital yang cenderung makin memperkeruh suasana.
Beberapa hal yang menjadi bagian kerja sama antar kedua instansi ini mencakup; Penyiapan bahan pembelajaran serta metode pembinaan ideologi Pancasila kepada khalayak ramai, ASN di lingkungan BNPT, WNI atau BHI di luar negeri, pelaku terorisme dan keluarga, korban aksi tindak terorisme beserta keluarga dan tak lupa aparat hukum yang menangani tindak pidana terhadap terorisme tersebut.
Paham radikalisme yang penyebarannya dianggap mengancam jiwa serta keamanan sudah selayaknya diperangi. Apalagi yang terpapar ialah pegawai negeri sipil yang berada di lingkungan warga masyarakat. Yang ditakutkan ialah perluasan paham ajaran menyimpang ini akan langsung mengenai orang-orang yang berinteraksi dengan PNS terkait. Namun, memang tidak serta merta menuduh seluruh pegawai ini kemudian buruk, hanya mengantisipasi saja. Mengingat, pergerakkan paham radikalisme ini pelan namun pasti. Sehingga lengah sedikit saja kita akan kalah. Terlebih, penertiban ini juga dianggap baik guna mencegah penyebarannya lebih signifikan lagi.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik