Salah Ketik UU Cipta Kerja Tidak Mempengaruhi Substansi
Oleh : Zulkarnain )*
Beberapa waktu belakangan ini, masyarakat diramaikan oleh adanya kesalahan ketik dalam UU Cipta Kerja. Namun demikian, Kesalahan redaksional pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja rupanya tidak berpengaruh pada substansi undang-undang.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa kesalahan ketik tidak berpengaruh pada substansi Undang-Undang.Yusril menilai, untuk memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut, Presiden dapat diwakili oleh Menko Politik Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara atau MenkumHAM dengan menggelar rapat bersama DPR.
Naskah yang telah diperbaiki tersebut nantinya diumumkan kembali dalam lembaran negara untuk dijadikan sebagai rujukan resmi.
Setelah dilakukan perbaikan penulisan, Presiden tidak perlu menandatangani ulang undang-undang tersebut. Yusril mengatakan kesalahan pengetikan undang-undang dalam naskah yang telah disahkan DPR beberapa kali terjadi. Mensesneg yang menerima naskah undang-undang yang telah disahkan di DPR harus memeriksa dengan teliti pasal demi pasal dalam undang-undang sebelum diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani.
Jika ditemukan kesalahan, Mensesneg berkomunikasi dengan DPR untuk memperbaikinya. Hasil perbaikan tersebut kemudian diserahkan kepada Presiden dengan memo atau catatan Mensesneg mengenai perbaikan yang telah dilakukan.
Salah ketik kali ini memang berbeda, dimana kesalahan tersebut baru diketahui setelah Presiden Jokowi menandatangani naskah yang telah diundangkan dalam lembaran negara.
Opini berbeda dilontarkan oleh Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer (Noel). Menurutnya, Mensesneg Pratikno harus bertanggung jawab atas kesalahan ini.
Menurut Noel, kesalahan tersebut bisa berimbas kepada Presiden Jokowi. Padahal kesalahan tersebut disebabkan oleh kelalaian Pratikno.
Menurut Noel, ada 2 kesalahan penulisan yang terjadi dalam beleid setebal 1.187 halaman tersebut. Misalnya dalam Pasal 6 di halaman 6 dan Pasal 53 ayat 5 halaman 757.
Mantan aktifis 98 tersebtu mengatakan, bahwa ini bukan sekadar kesalahan penulisan. Ini memalukan untuk istana karena terjadi lagi. Sejatinya Sekretaris Negara merupakan wajah Presiden karena apapun yang dikerjakan harus hati-hati dan penuh prinsip-prinsip kehati-hatian. Jangan sampai ada kesalahan. Apalagi hal ini sangatlah memalukan.
Tidak berbeda dengan Yusril, pengamat kebijakan publik Abi Rekso menyatakan kesalahan teknis itu juga kerap terjadi dalam beberapa kebijakan undang-undang lain. Karena Omnibus law mendapatkan atensi besar oleh publik, sehinga semua mata publik dan warganet tertuju pada UU Cipta Kerja sehingga titik dan koma juga diperhatikan secara lebih saksama.
Abi Rekso menjelaskan, masyarakat Indonesia pada saat ini memiliki atensi besar terhadap undang-undang ini sehingga kekeliruan kecil-pun menjadi sorotan. Bahkan kata ‘minyak bumi’ dan ‘gas alam’ yang selama ini menjadi bunyi dalam undang-undang juga dianggap menjadi masalah besar. Seperti euforia mengoreksi teks undang-undang.
Ia menuturkan, semangat masyarakat publik mengoreksi pasal demi pasal yang tertuang dalam UU Cipta Kerja merupakan hal yang baik. Namun, semangat tersebut menjadi berlebihan ketika tidak didasari tujuan dalam memberikan solusi.
Pada kesempatan berbeda, Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) sekaligus Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW Umbu Raufa menilai, bahwa masalah typo atau salah ketik tersebut haruslah diperbaiki melalui mekanisme perubahan UU. Pasalnya regulasi ini sudah ditandatangani Presiden dan tercatat dalam Lembaran Negara sehingga mengikat bagi rakyat Indonesia.
Perlu diketahui juga bahwa dalam hukum terdapat azas subtance over form, hal tersebut memastikan tidak adanya substansi yang berubah. Sehingga apabila hanya terdapat salah ketik, tentu masih bisa dilakukan perbaikan.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sudah mengakui akan adanya kekeliruan pada naska UU Ciptaker. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja. Ia juga menegaskan kekeliruan teknis tersebut menjadi catatan dan masukan bagi pihaknya untuk menyempurnakan kembali kualitas UU yang hendak diundangkan.
Meski demikian, selama puluhan tahun Indonesia merdeka, rupanya belum ada program dimana dari sisi hulu yang benar-benar efektif dan berorientasi kepada rakyat. Munculnya UU Cipta Kerja diharapkan akan melahirkan program-program yang lebih banyak menyertakan masyarakat, sehingga tingkat kemiskinan dapat terus ditekan.
Substansi dari UU Cipta tidak akan berubah atau berbeda haluan, meski demikian kesalahan penulisan tersebut harus tetap menjadi perhatian dan diperbaiki secara seksama.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Tangerang