Sanksi Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan Cegah Covid-19 Saat Pilkada
Oleh : Dendy Rahmat )*
Pilkada serentak akan diadakan 9 desember 2020. Di tengah pandemi covid-19, tentu ada banyak penyesuaian agar kita tetap aman dari penularan corona. Saat kampanye dan hari pencoblosan, semua orang harus pakai masker dan jaga jarak. Jika ada relawan partai atau pencoblos yang melanggar protokol kesehatan, maka akan diberi sanksi.
Meskipun kita masih berada di masa pandemi covid-19, namun pilkada harus dilakukan. Jadwal pilkada diganti jadi 9 desember 2020, mundur 3 bulan dari jadwal aslinya. Penjadwalan ini merujuk ke Peraturan KPU nomor 5 tahun 2020 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 15 tahun 2019.
Sebelum pilkada ada beberapa tahapan. 15 juni 2020 dibentuk panitia pemilihan kecamatan, PPS, dan KPU menyusun daftar pemilih sementara. Kemudian sampai tanggal 6 desember, ada pemutakhiran daftar pemilih sementara, 26 september hingga 5 desember adalah masa kampanye, dan tanggal 6-8 desember masa tenang. Baru 9 desember jadi hari-H pencoblosan kepala daerah.
Dalam rangkaian kegiatan pra-pilkada dan saat hari coblosan, maka semua orang harus memenuhi protokol kesehatan seperti pakai masker. Jika ada satu saja yang lupa tidak pakai masker atau nekat melakukan kampanye dengan pengumpulan massa, maka akan diberi sanksi. Karena mereka melanggar aturan jaga jarak.
Pemberian sanksi dilakukan oleh Banwaslu. Fritz Siregar, anggota Banwaslu, menyatakan sanksi ini tak pandang bulu. Ketika yang melanggar protokol adalah calon kepala daerah, tetap ditindak. Hal ini sesuai peraturan Banwaslu tentang penyelenggaraan, pengawasan, penanganan, laporan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa pilkada dan disesuaikan dengan PKPU nomor 6 tahun 2020.
Untuk mensosialisasikan PKPU nomor 6, maka KPU akan mengumumkannya ke rakyat. Hal ini dinyatakan oleh komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka. Selain itu, maka KPU juga akan menggandeng pihak seperti Banwaslu. Tujuannya agar bisa bekerja sama dalam memberi sanksi kepada pelanggar dan mengamankan pilkada dengan protokol kesehatan.
Mengapa para pelanggar protokol kesehatan harus ditindak dengan tegas? Hal ini untuk memberi efek jera kepada mereka, agar tetap menjaga higienitas dan mematuhi physical distancing. Selain itu, kita tentu ingin agar semua orang tidak tertular virus covid-19 dan menyelenggarakan pilkada serentak dengan aman.
Agar pilkada mematuhi protokol kesehatan, maka di depan tempat mencoblos ada wadah cuci tangan. Pencoblos yang menunggu giliran wajib jaga jarak, jadi kursinya dipisah tanda X agar tidak diduduki. Selesai memilih, maka warga harus segera pulang dan tidak boleh berkumpul. Karena masih rawan menularkan virus covid-19, apalagi jika maskernya dilepas.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan bahwa ada penjadwalan saat coblosan pilkada. Jadi pemilihan kepala daerah tidak diadakan serentak seperti biasanya, namun ada giliran. Misalnya 50% warga desa memilih di tanggal 9 dan sisanya di tanggal 10. Hal ini untuk mencegah warga yang berdesak-desakan di tenda atau gedung tempat mencoblos.
Usulan dari Ridwan Kamil ini masih dalam tahap pertimbangan oleh KPU. Komisi Pemilihan Umum berpikir bahwa pilkada memang harus serentak untuk mencegah terjadinya kecurangan. Namun usulan adanya pembagian shift ini juga baik agar saat pilkada tetap mematuhi aturan physical distancing, sehingga tidak ada cluster corona baru pasca coblosan.
Pilkada yang diselenggarakan 9 desember mendatang tetap diadakan walau Indonesia masih dalam pandemi. Dengan catatan semua tahapan harus sesuai dengan protokol kesehatan. Jika ada yang melanggar, maka diberi sanksi. Jadi, semua orang bisa memilih pemimpin daerah baru sambil membiasakan diri untuk disiplin dalam menjaga higienitas.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Jakarta