Sekali merdeka.. Tetap merdeka!!
Oleh : Kinanti Zahra )*
Gegap gempita dan semangat membara seharusnya dirasakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Bagaimana tidak, bulan ini merupakan bulan dimana 73 tahun silam ditetapkan sebagai hari Kemerdekaan Bangsa. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno dengan tegas dan berani menyatakan bahwa negara Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan merdeka. Sebagai sebuah penghargaan bagi para pahlawan yang telah gugur di medan perang untuk melindungi rakyat dan negaranya, serta mencapai pengakuan dari seluruh dunia bahwa mulai saat itu, Indonesia tidak lagi berada dalam jajahan negara manapun di dunia.
Persiapan menyambut hari besar itu pun dilakukan oleh sebagian besar warga di seluruh pelosok negeri. Baik itu dengan memasang umbul-umbul, membangun gapura, mengadakan permainan-permainan tradisional, pertandingan antar wilayah, dan tentu saja yang paling penting dipersiapkan adalah pemasangan Bendera Sang Saka Merah Putih di halaman rumah masing-masing. Persiapan ini dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat dan dengan mengeluarkan semua daya upaya yang dimiliki agar perayaan hari Kemerdekaan ini dapat berlangsung meriah. Mereka membangun kebersamaan agar jerih payah para pahlawan dapat sedikitnya tergantikan dengan bersatunya masyarakat. Seremoni terakhir yang cukup khidmat pun akan dilakukan bertepatan pada perayaan hari kemerdekaan pukul 10.00 WIB, dimana seluruh warga negara Indonesia diwajibkan untuk tidak melakukan aktivitas apapun dan khidmat mendengarkan Detik-detik Proklamasi.
Sayangnya, kebersamaan yang diperlihatkan masyarakat terlihat hanya “diluarnya” saja. Seperti peribahasa “lain di mulut, lain di hati”, terlihat bersama tetapi tetap saling menghujat, saling mencibir, serta mempersalahkan satu sama lain karena perbedaan calon pemimpin. Ya! Karena perbedaan calon pemimpin. Karena pada bulan ini pula, tepatnya tanggal 10 Agustus 2018 kemarin, para bakal calon pemimpin bangsa mendaftarkan diri untuk maju dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.
Tercatat dua bakal calon Presiden dan Wakil Presiden yang telah mendaftarkan diri ke KPU Pusat, yaitu pasangan Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin, serta pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Kedua pasangan ini memang menjadi kubu yang berseberangan dan memiliki pendukung yang cukup seimbang di kedua belah pihak. Kedua pendukung saling mempertahankan argumen dan pendapat mereka mengenai bakal calon yang diusung, bahkan dengan menjatuhkan atau memojokkan kubu lawan pun dilakukan.
Bila kita lihat saat ini, media sosial menjadi salah satu alat dimana perbedaan pendapat terlihat sangat mencolok. Statement baik secara verbal maupun non-verbal, lirik lagu, atau melalui aksi-aksi yang disebarluaskan melalui media sosial menjadi penguat bagi para pendukung untuk meningkatkan elektabilitas bakal calon dukungan mereka, dan hal inilah yang seringkali menjadi pencetus perbedaan pendapat hingga berujung perpecahan. Saat salah satu pendukung memberikan pendapat mengenai calon yang mereka usung, maka kubu dari pendukung yang berseberangan akan menyerang dengan ujaran kebencian dan menjatuhkan pendapat yang telah di buat tersebut. Terus menerus saling menghujat hingga akhirnya masyarakat lain pun dibuat kebingungan dengan pendapat mana yang benar dan yang salah, karena kedua kubu sama-sama menyatakan bahwa pendapat merekalah yang paling benar.
Sangat disayangkan memang, bila dalam memberikan dukungan pada calon pemimpin menjadi hal yang malah memecah belah persatuan bangsa serta menghilangkan makna “kemerdekaan Indonesia”. Seharusnya, kemeriahan “tujuh belasan” atau hari Kemerdekaan Indonesia ini menjadi moment untuk mempersatukan warga negara Indonesia, yang walaupun berbeda pendapat tetap memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada warga lain untuk mengungkapkan pendapat dan keberpihakan kepada bakal calon Presiden dan Wakil Presiden pilihan mereka. Dengan saling menghormati dan memberikan kebebasan, serta menanggapi pendapat yang santun walaupun itu harus disampaikan kepada kubu pendukung calon yang berbeda.
Maka dari itu, mari kita maknai kemerdekaan Indonesia ini sebagai salah satu momentum penting untuk menciptakan kebersamaan dengan bergotong royong mempersiapkan pesta rakyat, serta menciptakan suasana damai dan tenteram selama masa-masa perhelatan politik hingga tahun 2019. Berbeda pendapat itu diperbolehkan, tetapi tetap santun dan bijak dalam menyampaikannya, jangan memperkeruh suasana dengan menyampaikan pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau terlalu cepat tersulut dengan pemberitaan-pemberitaan yang banyak tersebar di berbagai media. Terakhir, bersikaplah “dewasa” untuk saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain, karena kebebasan berpendapat merupakan hak segala bangsa. Dirgahayu Republik Indonesia yang ke – 73 tahun, dengan lantang kami ucapkan “SEKALI Merdeka.. TETAP Merdeka..”
)* Penulis adalah Mahasiswi IAIN Kendari