Sekolah Tatap Muka Harus dengan Prokes Ketat
Oleh : Deka Prawira )*
Pembukaan Sekolah Tatap Muka harus dilaksanakan dengan Prokes Ketat. Upaya itu dilaksanakan agar tidak ada klaster Corona baru di sekolah.
Tidak terasa hampir 2 tahun anak-anak belajar daring dan sudah banyak ibu yang mengeluh pusing dan lelah karena berperan ganda, jadi ibu rumah tangga sekaligus guru bagi anaknya. Namun mereka juga sadar bahwa penutupan sekolah (untuk sementara) sejak awal pandemi agar anak-anak bebas Corona. Sehingga memilih untuk lebih bersabar.
Jeritan hati para orang tua akhirnya didengarkan oleh pemerintah, ketika sekolah akan dibuka lagi pada bulan September 2021. Namun syaratnya, hanya di wilayah yang terkena PPKM level 1-3 sehingga istilahnya menjadi sekolah tatap muka terbatas. Pembukaan kembali sekolah dilakukan karena jumlah pasien Corona ‘hanya’ 4.000-an per hari dan sudah dianggap cukup terkendali.
Sri Wahyuningsih, Dirut SD Kemendikbudristek menyatakan bahwa jika sekolah tatap muka terbatas tidak segera dilaksanakan maka dampak learning loss akan semakin besar terhadap anak-anak. Learning loss adalah kondisi di mana proses pembelajaran tidak efektif karena hanya via daring sehingga para murid kurang mengerti maksud guru, karena tidak ada interaksi secara langsung.
Dalam artian, sekolah online berbuntut panjang dan tidak enak, karena pembelajaran kurang efektif dan tidak bisa bersosialisasi dengan teman. Bahkan ada dampak terburuk, ketika ada murid yang memutuskan untuk drop out karena tidak termotivasi atau tidak mampu membeli gawai dan pulsanya, lalu memutuskan untuk nikah dini.
Sri menambahkan, Kemendikbudristek telah melakukan pendataan terhadap 50.000 sekolah di Indonesia dan dana BOS akan diturunkan lagi untuk sanitasi sekolah, sehingga benar-benar steril. Sekolah sudah siap menyambut para murid dan meminimalisir kuman dan udara kotor yang jadi ajang penularan Corona.
Namun Kemendikbudristek mensyaratkan beberapa hal sebelum sekolah dibuka lebar-lebar bagi para murid. Pertama, para guru harus divaksin terlebih dahulu dan mereka memang mendapatkan prioritas pada program vaksinasi nasional, sehingga pada awal tahun sudah diinjeksi oleh nakes. Kalau bisa semua orang yang di sekolah juga divaksin, seperti staff administrasi, petugas perpustakaan, dan satpam.
Syarat yang kedua adalah protokol kesehatan yang ketat, karena untuk menghindari terbentuknya klaster Corona baru. Para murid dan guru memakai masker ganda dan kalau bisa dilapisi lagi dengan face shield. Guru juga mengawasi agar jangan sampai ada murid yang melepas masker bahkan bertukar masker karena motifnya menarik (biasanya terjadi di SD atau TK).
Protokol kesehatan lain yang wajib dijalani adalah menjaga jarak, sehingga dalam sekelas dibagi 2 sesi. Sehingga para murid hanya masuk 2 hari sekali, karena bergantian dengan temannya yang lain. Hal ini amat wajar karena rata-rata murid di SDN bisa 30-40 orang per kelas.
Ketika sudah ada vaksinasi terhadap guru, pensterilan sekolah, dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, maka sudah meminimalisir terjadinya klaster Corona baru. Kita tidak perlu takut akan ada penularan virus Covid-19 karena tidak hanya guru yang paham bagaimana cara mencegahnya, tetapi para murid juga mengerti. Sehingga semuanya tertib dan mematuhi prokes tanpa dipaksa.
Sekolah tatap muka wajib dilakukan untuk mencegah learning loss dan para murid bisa semangat lagi untuk belajar, karena bisa bertemu dengan teman-temannya. Namun mereka harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat dan tidak boleh membuka masker sembarangan.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini