Selang Cuci Darah Dipakai Berulang Kali Kata Prabowo, Benarkah?
Oleh : Budi Santoso*
Dalam pidatonya di Hambalang Bogor, Prabowo bercerita bahwa keadaan perekonomian di Indonesia saat ini sangat kurang, sehingga membuat BPJS menombok dana yang sangat besar.
Dalam pidatonya-pun Capres nomor urut 2 ini mengatakan bahwa dirinya menyampaikan bahwa karena ekonomi Indonesia melemah, bahkan alat cuci darah pun digunakan bersama – sama lebih dari satu orang.
Prabowo berujar bahwa ia mendapat laporan atas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM, bahwasanya alat pencuci ginjal seperti saluran – saluran dari plastik, karet semestinya dipakai untuk satu orang.
Namun hal yang membuat mengernyitkan dahi adalah, pernyataan dari Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Andre, dimana ia selaku timses dari Prabowo tidak mengetahui sumber informasi yang diterima oleh Prabowo.
Tak hanya itu, Prabowo juga mengklaim bahwa permasalahan keuangan di BPJS Kesehatan juga berdampak pada pemberian gaji para tenaga medis yang tertunggak beberapa bulan. Dirinya juga menyebut bahwa masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan memaksa sejumlah Rumah Sakit untuk mengurangi kualitas pelayanan kepada pasien.
Salah satu diantaranya adalah memakai selang cuci ginjal berulang kali oleh beberapa pasien, alat kesehatan kualitas rendah dan bukan orisinal alias KW. Disamping itu, pencairan dana BPJS Kesehatan kepada rumah sakit menunggak selama enam bulan, sedangkan gaji dokter menunggak hingga 3 bulan.
Terkait ucapan tersebut, Direktur Medik dan Keperawatan RSCM Sumariyono memberikan bantahan, pihaknya menegaskan bahwa RSCM menerapkan penggunaan satu selang hanya untuk satu kali hemodialisis alias single use sejak tahun 2012.
Peralatan hemodialisis terdiri dari tiga komponen utama, Yakni, mesin hemodialisis, selang hemodialisis (blood tubing), dan ginjal buatan atau dialiser.
Mesin hemodialisis bisa digunakan berulang kali dan untuk pasien dalam jumlah banyak, hal ini dikarenakan tidak ada kontak langsung dengan darah. Sedangkan, dialiser digunakan sekali atau berulangkali (reuse) namun hanya untuk pasien yang sama setelah proses sterilisasi dan uji kelayakan.
Namun RSCM sendiri menerapkan penggunaan sekali pakai (single use) untuk selang hemodialisis maupun dialiser. Ujar Sumariyono.
Selang hemodialisis digunakan untuk mengalirkan darah dari tubuh pasien ke dialiser dan mengembalikan darah yang sudah melewati proses dialisis untuk kembali ke tubuh pasien melalui pembuluh darah. Rumah Sakit sekelas RSCM tentu tidak akan menggadaikan kualitasnya untuk memberikan pelayanan pada pasien.
Dialiser adalah ginjal buatan yang berfungsi membersihkan darah dari racun sisa metabolisme tubuh. Peralatan ini bisa dilakukan berulangkali pada pasien yang sama, namun setelah dilakukan sterilisasi dan uji kelayakan.
Hal serupa juga ditepis oleh Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti, dirinya membantah bahwa masalah anggaran di BPJS Kesehatan berdampak pada pemberian gaji bagi tenaga medis. Pihaknya sudah mengatur efisiensi anggaran melalui kendali mutu kendali biaya (KMKB). Alhasil, pihak RS bisa menyisihkan dana untuk gaji ataupun remunerasi pegawai.
Pernyataan Prabowo tentang tunggakan gaji pegawai di RSCM tentu tak berdasar, karena Rumah Sakit pemerintah telah memiliki rancangan anggaran, alokasi per bulan telah mengatur. RSCM tidak pernah gagal bayar ke pegawai.
Benar adanya jika pencairan dana dari BPJS Kesehatan mengalami keterlambatan hingga 2 bulan. Namun, hal tersebut tidak berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pasien. Hal ini dikarenakan RSCM menerapkan sistem subsidi silang berkat pengelolaan unit layanan non-BPJS Kesehatan yang memberikan profit. Misalnya, pendapatan dari ruang paviliun kencana.
BPJS Kesehatan merupakan satu bagian yang mengalami kemacetan dalam hal pencairan dana. Tetapi setiap manajemen dapat mencari alternatif lain untuk menjaga stabilitas keuangan Rumah Sakit, tidak hanya berpaku pada BPJS Kesehatan, seperti Jasindo dan Jamkesda.
Dalam hal ini pidato Prabowo bisa menjadi bumerang bagi elektabilitasnya di pilpres 2019, banyak masyarakat yang tersinggung dengan beberapa pidato beliau, mulai dari pernyataannya tentang tampang Boyolali sampai pada penggunaan selang cuci ginjal.
Hal yang cukup aneh juga terjadi, ketika Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo tidak mengetahui sumber informasi atas pidato yang disampaikan oleh Capres yang digadangnya.
Pidato Prabowo yang menyebutkan bahwa selang hemodialisis dipakai berulangkali, tentu memberikan kesan bahwa Prabowo tidak turun langsung ke lapangan dan berbincang langsung dengan pihak RSCM. Pernyataan seperti ini tentu dapat menjadikannya kontraproduktif bagi dirinya sendiri secara elektoral.
Akan lebih bijak jika Prabowo memberikan solusi atau mengkampanyekan visi misinya daripada hanya memberikan kritik kepada pemerintah yang ujung – ujungnya hanya memunculkan sikap pesimistis terhadap bangsa Indonesia.
Sudah terlampau sering Prabowo menyampaikan informasi yang terbantahkan oleh berbagai elemen masyarakat, isi pidato tentang buruknya pelayanan hemodialisis tentu dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Dampaknya kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit turun karena keresahan yang dibangun oleh pidatonya.
Jika terbukti bahwa apa yang disampaikan oleh Prabowo dalam pidatonya tidak benar, maka hal ini tentu menjadi titik lemah dalam langkahnya menjelang debat kandidat pilpres 2019.
Menjelang pesta demokrasi, masyarakat harus aktif dalam mengkritisi berbagai asumsi yang dilontarkan oleh tokoh politik, dalam hal ini masyarakat sudah sepatutnya untuk mempercayai 1 sumber berita saja, melainkan juga mencari berita dari media arus utama.
Langkah bijak yang semestinya dilakukan oleh tokoh politik di Indonesia adalah menggenjot semangat kerja dan sikap toleransi, bukan hanya dengan menyalahkan atau mengkritik pemerintah hanya karena berita yang masih kata katanya. Bagaimanapun juga masyarakat membutuhkan rasa nyaman dalam menjalani aktifitas dan menerima pelayanan dari pemerintah.Penulis adalah mahasiswa UKI Jakarta
)* Penulis adalah pemerhati kesehatan