Semua Pihak Berperan Wujudkan Pemilu Ramah HAM
Oleh : Safira Tri Ningsih )*
Pemilihan umum (Pemilu) akan diselenggarakan tahun 2024 dan harus disiapkan agar tidak ada kesalahan prosedur. Masyarakat mendukung Pemilu yang ramah HAM (hak asasi manusia) karena memilih partai dan presiden adalah hak dari semua WNI yang berusia di atas 17 tahun. Rakyat Indonesia yang ada di kota, di desa, yang normal dan difabel semua diberi kesempatan yang sama untuk memilih saat Pemilu.
Sebentar lagi masyarakat menyambut Pemilu 2024. Gelaran Pemilu mendebarkan karena saat kampanye, tiap pihak mempromosikan partai dan calon presiden (capres) idolanya. Pemilu harus diawasi dengan ketat, baik oleh KPU, Bawaslu (badan pengawas pemilu), maupun oleh masyarakat, agar berjalan dengan lancar tanpa ada kecurangan.
Salah satu kecurangan yang muncul ketika Pemilu adalah penggelembungan suara. Selain itu, kecurangan lain adalah ketiadaan akses bagi para difabel untuk memberikan hak suaranya ketika Pemilu. Padahal mereka juga WNI, harus diberi hak dalam memilih partai dan presiden saat Pemilu. Jangan sampai ada pelanggaran HAM seperti ini karena akan mencederai hakikat Pemilu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendeklarasikan Pemilu Ramah HAM pada Minggu, 11 Juni 2023. Deklarasi dihadiri penyelenggara Pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu.Deklarasi dibacakan oleh Ketua Tim Pemilu Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi.
Pranomo menyatakan bahwa Deklarasi Pemilu Ramah HAM isinya antara lain: menjamin pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan, menjamin Pemilu akses yang inklusif terhadap kelompok marginal-rentan. Lalu, mewujudkan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 yang bebas diskriminasi, nirkekerasan dan adil.
Pramono melanjutkan, saat deklarasi ada kesepakatan untuk mewujudkan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 yang bebas hoaks, fitnah dan ujaran kebencian. Dalam artian, KPU, Bawaslu, pemerintah, dan segenap pihak lain tak hanya ingin Pemilu 2024 berlangsung dengan damai dan tanpa hoaks. Namun juga harus ramah HAM sehingga semua WNI yang berusia 17 tahun ke atas mendapatkan hak suaranya.
Pemilu yang ramah HAM diwujudkan dengan beberapa cara. Pertama dengan memberikan kemudahan akses bagi kaum difabel. Jangan sampai mereka tidak ada yang mengantar ke tempat pemungutan suara (TPS) atau ketika sudah datang, tidak ada petugas yang membimbing untuk masuk ke bilik suara dan memilih partai dan presiden yang disukai.
Komisioner KPUD Divisi Hukum dan Pengawasan Kabupaten Temanggung, Adib Masykuri, mengatakan pihaknya menggelar sosialisasi bagi pemilih berkebutuhan khusus, agar mereka nanti tidak kebingungan saat Pemilu.
Adib melanjutkan, pada Pemilu tahun 2024 jumlah kertas surat suara yang hendak dicoblos mencapai lima lembar. Sosialisasi bagi para difabel dilakukan agar mereka tahu tata caranya, jangan sampai nanti karena kebingungan tanpa dibuka langsung dicoblos.
Mayoritas penyandang disabilitas membutuhkan pendampingan saat pencoblosan, bahkan hingga di bilik suara. Karena itu, dirasa perlu menghadirkan pula para wali murid maupun para pendamping. Terlebih bagi difabel yang tuna netra. Rata-rata membutuhkan waktu sekitar lima menit, dibanding orang biasa yang rata-rata butuh waktu tiga menit untuk proses pencoblosan.
Akan tetapi, tidak ada perbedaan kertas suara untuk penyandang disabilitas dan pemilih umum. Terkecuali, untuk kertas suara calon presiden dan calon DPD. Kertas suara DPD dan calon presiden ada huruf braille dan semacam pertanda di bawah gambar untuk penyandang tuna netra, surat suara lainnya tidak, karena tak memungkinkan.
Adib Masykuri juga menjelaskan untuk para pendamping, baik wali atau orang lain yang dipercaya, dapat mengantarkan penyandang disabilitas namun wajib mengisi form C3 saat mendampingi. Selain itu, semua TPS harus ramah disabilitas.
Dengan Pemilu yang ramah kepada kaum difabel maka masyarakat optimis gelaran ini akan sukses besar. Pasalnya, semua WNI yang memiliki hak pilih akan memberikan suaranya. Tidak ada golput (golongan putih) maupun kesalahan karena tidak mencoblos gara-gara ketiadaan akses bagi kaum difabel.
Sementara itu, Rektor UIN Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A, Ph.D, mengapresiasi deklarasi Pemilu Ramah Hak Asasi Manusia (HAM) yang diinisiasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta. Inisiatif deklarasi Pemilu Ramah HAM merupakan langkah maju dalam menciptakan proses demokrasi berkualitas di tanah air melalui penyelenggaraan Pemilu yang bersih, jujur, adil, dan bebas diskriminasi.
Pemilu merupakan mekanisme politik pada sebuah negara demokrasi di mana masyarakat yang berdaulat dilibatkan di dalamnya. Proses pemilu bisa melahirkan demokrasi yang berkualitas jika sejumlah prasyarat terpenuhi. Di antaranya, adanya kebebasan otonom yang dimiliki para peserta pemilu dalam menentukan pilihannya, proses pemilu diikuti semua kelompok masyarakat dengan peluang berpartisipasi yang sama, dan adanya independensi penyelenggara Pemilu.
Masyarakat mendukung KPU dan Bawaslu yang mendeklarasikan Pemilu ramah HAM. Semua warga negara Indonesia yang berusia di atas 17 tahun wajib memberikan hak suaranya dalam Pemilu. Termasuk para difabel, kaum marginal, dll. Hak asasi manusia harus dijunjung tinggi ketika Pemilu dan ada keadilan bagi semuanya.
)* Penulis adalah Kontributor Daris Pustaka