Sidang Umum ke-44 AIPA Salah Satu Wujud Diplomasi Untuk Kepentingan Nasional
Sidang Umum ke-44 AIPA, menjadi momentum strategis bagi parlemen Indonesia untuk mewujudkan berbagai kepentingan nasional. Untuk ketujuh klainya Indonesia menjadi tuan rumah event parlemen ini. Sidang Umum AIPA merupakan momen berharga bagi Indonesia, khususnya DPR RI, untuk terus memperkuat peran diplomasi parlemen di tengah-tengah munculnya berbagai tantangan Kawasan, demi kepentingan nasional.
Indonesia menjadi tuan rumah gelaran Sidang Umum Organisasi antar parlemen negara-negara di kawasan Asia Tenggara atau juga disebut ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). AIPA ke-44 berlangsung di Jakarta pada 5 hingga 10 Agustus 2023, dan DPR RI menjadi penyelenggaranya, dengan mengundang tamu-tamu delegasi dari berbagai negara. Bukan hanya parlemen ASEAN, namun hajatan ini juga dihadiri oleh sejumlah tamu dan mitra ASEAN.
Setelah sukses menghelat Sidang Umum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 di Bali dan kegiatan 8th G20 Parliamentary Speakers’ Summit(P20) di Jakarta 2022 lalu, DPR RI kembali menunjukkan eksistensinta dan siap melaksanakan event berstandar internasional. DPR RI menyatakan siap menampilkan wajah terbaik Indonesia dalam Sidang Umum AIPA ke-44.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Gilang Dhielafararez mengatakan bahwa sebagai bagian dari keketuaan Indonesia di AIPA tahun ini, DPR RI berkomitmen memberikan yang terbaik sebagai tuan rumah.
Memang, hal ini merupakan tanggung jawab besar atas nama negara dan rakyat Indonesia dalam menyukseskan event internasional. Karena itu, DPR RI mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam perhelatan Sidang Umum AIPA ke-44 ini. Turut berpartisipasi bisa lewat berbagai bentuk, termasuk dengan meramaikannya di jagad dunia maya atau media sosial.
Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan event internasional akan semakin meningkatkan citra Tanah Air di kancah dunia. Untuk diketahui, total peserta yang akan menghadiri Sidang Umum AIPA diperkirakan sebanyak 500 orang, termasuk delegasi dari 10 negara ASEAN. Selain itu perwakilan dari 20 negara observer, dan perwakilan dari 12 organisasi internasional.
AIPA lahir dari keinginan para anggota Parlemen negara-negara anggota ASEAN dalam upaya menumbuhkan kesepahaman bersama dalam membantu dan mendorong terwujudnya kerja sama yang lebih erat. Termasuk untuk menjembatani pemecahan permasalahan yang terjadi di negara-negara ASEAN.
Dalam pergelaran AIPA ini, ekonomi hijau rupanya menjadi salah isu utama untuk dibahas. Hal ini sesuai dengan tema besar AIPA ke -44, yakni ‘Responsive Parliaments for a Stable and Prosperous ASEAN’ atau ‘Parlemen yang Responsif untuk ASEAN yang Stabil dan Sejahtera’.
Putu Supadma Rudana mengatakan bahwa tema yang diusung dalam Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta konsepnya lebih kepada green economy atau ekonomi hijau. Menurutnya, saat ini dunia cenderung melihat dari sisi parameter pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, dan dianggap sebagai satu-satunya tolak ukur positif tunggal GDP. Dalam rangka mengawal kestabilan dan kesejahteraan kawasan Asia Tenggara yang mana green economy sebagai acuan utamanya, sehingga parlemen ASEAN ini tentu harus bekerja lebih komprehensif bersama.
Konsep ekonomi hijau sudah seiring dan sejalan dengan komitmen global dalam pencapaian SDG’s. Tujuannya, pembangunan berkelanjutan pada agenda 2030. Konsep ekonomi ini kombinasi dan komposisi antara kesejahteraan atau pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan namun aspek manusia dan lingkungan tidak ditinggalkan.
Sidang Umum ke-44 AIPA juga menunjukkan bahwa Indonesia sangat mampu memimpin kawasan dan memberi inspirasi dan motivasi bagi negara-negara ASEAN. Berbagai persoalan dan isu yang diangkat dalam sidang AIPA baik terkait demokrasi, HAM, politik, ekonomi, sosial budaya, kepemudaan, lingkungan dan isu kesetaraan gender.
Menurut Putu, harapan kedepannya agar AIPA menjadi momentum baik untuk menjadi lompatan besar kawasan ASEAN bekerja sama bersinergi menjadi satu entitas komunitas demi memperjuangkan segala potensi yang dimilikinya. Juga menjadi inspirasi bagi kawasan Asia Pasifik, Eropa, Afrika dan kawasan dunia lainnya.
Parlemen sebagai lembaga representatif harus mengambil tanggung jawab untuk menangani perubahan iklim dan pemanasan global dengan mengintegrasikan isu tersebut ke dalam rumusan kebijakan, penganggaran dan pengawasan, sehingga relevan dengan target-target global yang ditetapkan dalam Paris Agreement dan Sustainable Development Goals.
Dalam konteks Indonesia, Fadli Zon selaku Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menungkapkan bahwa dampak perubahan iklim tidak akan terkendali apabila tidak ada aksi global secara konkret. Fadli menilai, dalam konteks ini parlemen memainkan peran strategis untuk mendorong agar kebijakan pemerintah secara langsung mampu menjawab SDGs.
Dalam menciptakan solusi konkrit untuk mengatasi berbagai persoalan di Kawasan Asia Tenggara ataupun bagi negara-negara anggota ASEAN, tentu saja butuh Kerjasama yang baik dan sinergitas baik antar negara ASEAN, negara mitra. Juga sinergitas antara eksekutif dan legislatif. Karena itu Diplomasi merupakan salah satu wujud untuk mengedepanka kepentingan nasional Indonesia. Sidang Umum ke-44 AIPA, menjadi menjadi salah satu kesempatan emas bagi parlemen Indonesia untuk mewujudkan berbagai kepentingan nasional. []
Oleh : Reenee WA ( Senior Journalist / Pengamat Sosial Politik )