Stop Agenda Politik Eks Pegawai KPK
Oleh : Anggito Bramanto )*
Pegawai KPK yang tidak lolos TWK diminta untuk legowo, karena syarat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) haruslah lulus TWK. Disinyalir ketidaklulusan pegawai KPK tersebut menyebabkan mereka memiliki agenda politik, dan hal tersebut dianggap berbahaya bagi internal KPK.
Kita perlu menengok tes CPNS yang sudah sering terjadi, di mana ada formasi puluhan tetapi yang mendaftar sampai ratusan, sudah pasti lebih banyak yang tidak lolos daripada yang lolos. Tetapi entah mengapa di KPK berbeda, di mana ada ribuan yang lolos dan puluhan yang tidak lolos, sedangkan puluhan pegawai yang tidak lolos tersebut justru melahirkan polemik. Apalagi ketika sebagian dari mereka meminta simpati kepada Pemuka Agama di Indonesia.
Tes Wawasan Kebangsaan berisi soal tentang keberagaman dan pluralisme di Indonesia. Jika 51 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan artinya dirinya belum memiliki sikap toleransi yang cukup. Tentu saja wajar jika mereka tidak lolos untuk menjadi ASN di KPK.
Sementara itu, Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) menyatakan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) layak dipecat karena secara terang-terangan memberikan perlawanan dan bersikap reaksioner terhadap pimpinan. Hal tersebut tentu saja bisa disimpulkan sebagai langkah subordinasi terhadap kekuasaan pemerintah yang sah.
LAKSI-pun menolak aneka upaya penggiringan opini yang dapat melemahkan pimpinan KPK tersebut. Dikatakan, TWK adalah metode yang tepat dan benar yang digunakan untuk melegalkan mekanisme alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hasilnya, sebagian besar pegawai KPK lolos dan sebagian kecil dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi ASN.
Azmi Hidzaqi selaku Ketua LAKSI, menyebutkan ke-51 eks pegawai KPK ini mengikuti perkembangan sejak awal dengan melakukan penolakan revisi UU KPK 2019 sampai dengan TWK, termasuk menunda pelantikan bagi mereka yang telah lulus. Dirinya menyatakan, jelas motivasi mereka sejak awal adalah menginginkan agar KPK menjadi lembaga yang independen, bukan hanya dalam proses penyelidikan, dan tuntutan peradilan saja, akan tetapi independen di luar rumpun eksekutif.
Azmi menuturkan bahwa hal tersebut yang menjadi permasalahannya, yang terjadi KPK semakin sulit dikontrol dan terkesan adidaya dalam melakukan pemberantasan korupsi walaupun harus berlawanan dengan NKRI.
Strategi jihad korupsi yang selama ini digaung-gaungkan sebagian besar eks 75 pegawai KPK seringkali dibangun melalui agitasi, propaganda, provokasi dan adu domba jelas tampak ketika ke-75 pegawai KPK tidak lolos TWK. Tentu hal tersebut membuat mereka sulit untuk dijadikan sebagai abdi negara yang taat dan loyal terhadap nilai-nilai Pancasila dan NKRI.
Azmi juga menuturkan, bahwa semestinya 51 pegawai KPK ini dapat mengikuti aturan untuk menjadi ASN, sehingga jika ada keberatan terkait hasil TWK, mereka bisa menggunakan mekanisme gugatan ke peradilan tata usaha negara (TUN). Bukan malah melancarkan propaganda di media sosial dan membuat kegaduhan.
Sementara itu, pengamat komunikasi Ade Armando menilai bahwa narasi pelemahan KPK akibat alih status pegawai menjadi ASN merupakan sesuatu yang berlebihan. Pasalnya, pegawai yang dinyatakan tidak lulus uji wawasan kebangsaan itu hanyalah persentase kecil saja. Menurutnya para pegawai yang tidak lulus tersebut tengah berusaha membangun drama tragis untuk menjelaskan alasan tidak lulus.
Dirinya juga meyakini bahwa uji TWK bagi pegawai KPK bukanlah ujian yang mengada-ada, apalagi terdapat beragam lembaga yang terlibat seperti BKN, BIN, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, hingga BNPT.
Pakar Komunikasi Emrus Sihombing yang menilai alih status pegawai komisi pemberantasan korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui TWK, Emrus Menilai hal tersebut merupakan bagian dari upaya pemberantasan korupsi yang lebih sistematis atau tertata daripada sebelumnya. Apalagi, pengalihan status tersebut juga merupakan sesuatu yang formal alias merupakan perintah dari undang-undang (UU). Dengan kata lain telah sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN.
Mungkin ke-51 pegawai KPK yang tidak lolos tersebut belum bisa move on dari hasil TWK yang diterima, tentunya hal ini patut disikapi secara dewasa, bukan dengan bermacam propaganda.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Banten