Stop Demonstrasi, Gugatan UU Cipta Kerja Ke MK
Oleh : Alfisyah Kumalasari )*
Setelah UU Cipta Kerja diresmikan, ada sebagian masyarakat yang tak menyetujuinya. Mereka akhirnya melakukan demo dan menuntut DPR agar membatalkan UU tersebut. Namun sayangnya para pengunjuk rasa lupa jika saat ini masih pandemi. Presiden Jokowi juga sudah menghimbau agar mereka yang tak setuju bisa menggugat via MK.
Omnibus Law UU Cipta Kerja mencatat rekor sebagai Undang-Undang yang paling banyak diprotes. Tak henti-henti ada demo agar UU ini dicabut, mulai dari buruh hingga mahasiswa. Padahal mereka tak memahami maksud pemerintah dan hanya terkena hoax yang menyebutkan bahwa UMK dan pesangan dihapus. Namun terlanjur berdemo tanpa membaca isi UU dengan teliti.
Demo menentang UU Cipta Kerja memang tidak pernah mendapat izin dari pihak kepolisian, karena acara keramaian seperti itu tidak mematuhi protokol kesehatan. Aparat berjaga di titik kumpul pengunjuk rasa, seperti stasiun dan terminal, untuk menghalau para pendemo. Namun mereka malah dianggap menghalang rakyat untuk melontarkan protes.
Para pendemo lupa jika polisi adalah sahabat rakyat dan tidak bermaksud menghalangi mereka untuk menyampaikan aspirasi. Unjuk rasa saat pandemi bisa menyebabkan klaster corona baru. Oleh karena itu mereka diminta untuk menghentikan demo tersebut, demi keselamatan diri sendiri dan keluarga terdekat.
Presiden Jokowi sudah menghimbau rakyat, dalam pidatonya, untuk mengajukan gugatan melalui Mahkamah Konstitusi. Jika mereka tidak setuju dengan sebagaian atau seluruh pasal dari omnibus law UU Cipta Kerja. Jangan malah nekat berdemo dan membahayakan diri sendiri.
Gugatan judicial review melalui MK disambut oleh masyarakat. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia bersiap akan mengajukan gugatan. Juga memutuskan untuk berhenti melakukan ujuk rasa, tanggal 28 oktober 2020. Mereka akan menyiapkan tuntutan dan memprotes pasal dalam UU tersebut, seperti nominal pesangon yang dikurangi.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bahwa pihaknya akan mengambil langkah secara konstitusional dengan melalui jalur hukum. Tujuannya agar omnibus law dibatalkan. Selain itu, KSPI akan melakukan kampanye agar mereka didukung oleh masyarakat. Kampanye itu akan dilakukan secara online sehingga bisa dibaca oleh orang-orang di seluruh dunia.
Pemerintah tidak gentar ketika ada KSPI dan pihak lain yang melakukan judicial review ke MK. Istana juga menyiapkan pengacara-pengacara terbaik. Agar nantinya di Mahkamah Konstitusi, hakim agung bisa menilik dan mempertimbangkan apakah UU ini benar menciderai rakyat atau para penggugat hanya termakan hoax belaka.
Memang seperti ini yang diharapkan, karena sejak awal diresmikannya UU Cipta Kerja, pemerintah memperbolehkan gugatan via MK. Ketika ada yang memprotesnya maka jalur hukum adalah yang terbaik. Bukan melalui pemaksaan kehendak dan kekerasan. Hal ini dinyatakan oleh Donny Gahral Adian, tenaga ahli utama kantor staf presiden.
Jika ada yang ingin menggugat maka sebaiknya membaca pasal demi pasal di UU Cipta Kerja. Tujuannya agar mereka tak menanggung malu karena hanya termakan oleh berita hoax di media sosial. Karena omnibus law UU Cipta Kerja dicetak dalam lebih dari 1.000 lembar kertas. Jadi harus dibaca, diteliti, dan ditelaah lebih lanjut. Jika perlu, konsultasikan ke ahli hukum.
Pastikan juga pasal mana yang mereka protes dan tunjukkan kepada hakim di MK. Namun mereka harus memegang UU Cipta Kerja yang asli, bukan yang masih berupa draft. Karena saat ini ada berbagai versi omnibus law UU Cipta Kerja yang ternyata baru berupa rancangan, namun sudah tersebar di berbagai media sosial dan situs.
Menggugat suatu Undang-Undang sepertinya baru kali ini diperbolehkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Masyarakat tak usah menyampaikan aspirasi melalui aksi demo, karena kegiatan itu berbahaya di era pandemi. Langsung saja berangkat ke MK dengan menyiapkan berkas gugatan ke meja hakim.
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini