Stop Kontrovesi Pertemuan Presiden Jokowi dan Tokoh Papua
Oleh : Abner Wanggai )*
Pertemuan Presiden Jokowi dengan 61 Tokoh Papua dianggap tidak mewakili masyarakat Papua. Padahal, perwakilan tersebut telah melalui penyaringan yang selektif guna mewujudkan perdamaian di Papua.
Belum lagi masalah berakhir, ada saja buntut masalah lagi tumbuh, menambah keruwetan negeri. Yakni polemik dan perang kontroversi 61 tokoh Papua yang dibentuk BIN. Pembentukan 61 tokoh ini kabarnya menuai komentar negatif. Mulai dari ketidakikutsertaan lembaga lain hingga masalah MRP yang terkesan diabaikan.
Dan kini polemik ini tengah ramai bergulir. Apalagi kecanggihan teknologi masakini membuat publik acap kali “kepo’ dengan keadaan yang sebetulnya belum jelas. Ujung-ujungnya opini yang memicu masalah menjadi semakin rumit.
Presiden kini agaknya tengah banjir kritikan. Sebelumnya terkait kerusuhan juga banyak kritikan pedas yang diarahkan. Sebenarnya polemik semacam ini haruslah bisa disikapi secara bijak. Mengingat insiden tempo hari yang mana telah menyudutkan pemerintahan dengan segala upayanya. Namun kenyatanya upaya menciptakan kondusifitas ini telah terwujud. Ada baiknya ber-tabayyun, sehingga akan menghindarkan aneka dugaan-dugaan negatif terkait kasus ini.
Sebelumnya, Wiranto selaku MenkoPolhukan menyatakan jika perwakilan Papu itu telah disaring. Pertemuan tersebut juga membahas hal-hal politik praktis dan sebagai informasi forum yang dilaksanakan ini ialah bentukan Budi Gunawan. Selaku kepala BIN ( Badan Intelijen Negara).
Polemik berawal ketika informasi datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia wilayah Papua, yakni Siful Islam Al Payage. Dia menegaskan jika tokoh yang diundang tersebut belum mewakili tokoh-tokoh yang ada di Papua. Dia menambahkan jika pihaknya telah difasilitasi BIN untuk bertemu langsung dengan Presiden.
Ditengarai polemik ini muncul akibat ketidakpuasan anggota forum. Yang mana menganggap belum mengundang pemerintah provinsi serta MRP (Majelis Rakyat Papua). Atau bahkan mengundang mereka yang ada di dalam hutan. Ia pun mengatakan jika seharusnya forum tersebut menyediakan ruang bagi pihak yang menuntut referendum atau kemerdekaan.
Payage berharap kedepannya pemerintah pusat tidak lekas puas. Sehingga akan ada pertemuan lanjutah guna mengakomodasi kelompok lain. Namun tetap dengan satu tujuan, ada damai di Bumi Cendrawasih.
Meski dinilai telah usai, agaknya kontroversi ini kian mencuat. Karena memicu kemarahan beberapa pihak yang tak terangkut ke dalam forum. Timotius Murib selaku Ketua MRP menyatakan jika orang Papua hanya ingin aspirasi dasarnya didengar. Bahkan, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua juga Dominggus Mandacan bingung jika ke-61 orang tersebut perwakilan dari siapa.
Namun pendapat lain berdatangan, yakni adanya badan intelijen yang hadir sebagai wujud bantahan kecemasan. Kaitannya akan kekhawatiran banyak pihak yang mengindikasikan penyelesaian kerusuhan disusupi oleh kelompok pemberontak. Yang mana ingin penyelesaiannya dengan mengambil jalan konsolidasi.
Tak hanya berfungsi sebagai jembatan pendukung, namun juga mengkonfirmasikan beberapa hal penting lainnya. Yaitu, keputusan Presiden sebagai respon dari tuntutan 61 tokoh Papua. Yang mana keputusan tersebut didasari oleh produk analisis intelijen serta mencakup wawasan yang memadai dalam pengambilan keputusan
Selain itu produksi informasi Intelijen ini nantinya akan memberikan kepastian dalam hal pertimbangan juga rekomendasi. Implikasinya Presiden akan mampu membuat keputusan yang bertujuan untuk perwujudan pengamanan.
Lebih lanjut, bahwa kolaborasi antara intelijen dan pembuat keputusan ialah salah satu kunci, dengan konteks kemampuan untuk mengamankan kepentingan negeri. Karena, Intelijen disini harus mempunyai sifat akurat dalam pemeliharaan pembuatan keputusan yang benar.
Sehingga ketika Kepala BIN secara terang-terangan hadir di dalam pertemuan ialah sebagai sikap konstruktif. Serta layak mendapatkan apresiasi, dalam hal penampakan wajah organisasi telik sandi ke hadapan publik. Dengan berbagai tindakan akurat serta mampu dipertanggungjawabkan.
Terkait hal ini seharusnya polemik ini mampu diredam serta didiskusikan secara baik. Bukan hanya adu argumen yang mana argumen satu akan melemahkan lainnya. Lebih lanjut lagi, menghindari adanya kekacauan akan dampak yang lebih buruk dirasa lebih krusial dibanding apapun.
Ada baiknya berprasangka baik akan langkah yang diambil pemerintah. Harapan kedepan akan ada hasil akhir yang berdampak positif bagi keseluruhan warga Indonesia. Sebagai warga negara yang baik tak ada salahnya menghentikan tindakan adu argumen, bukankah lebih penting membantu mewujudkan suasana yang aman dan nyaman sembari menunggu keputusan final terkait hal ini. Jadi stop membuat kegaduhan baru.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di jakarta