Strategi Renegosiasi Pembuatan Pesawat Jet Tempur dalam Proyek Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan
Penulis : Nugroho
Indonesia secara berkelanjutan terus berupaya membangun kekuatan angkatan bersenjatanya, untuk tetap mempertahankan kedaulatan negara dan bangsa dari segala ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Kekuatan tersebut dibangun dengan memanfaatkan pengembangan alutsista yang diantaranya dilakukan melalui alih teknologi dan kerjasama luar negeri. Bagi Indonesia, kerjasama alih teknologi Alusista diperlukan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan dalam sistem pertahanan Nasional. Salah satu bentuk kerjasama yang tengah dilakukan diantaranya adalah pengembangan pesawat tempur antara Indonesia bersama Korea Selatan dengan nama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX), yang direncanakan membutuhkan waktu 10 tahun dimulai sejak tahun 2016.
Berdasarkan pernyataan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (Panglima TNI), bahwa Kondisi alutsista TNI AU masih belum memenuhi untuk mendukung operasi TNI berdasarkan eksistensi ancaman potensial, nyata, dan hibrida. Kondisi tersebut ditinjau dari kemajuan dan perkembangan teknologi pertahanan serta kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Walaupun demikian, dengan adanya perencanaan pembangunan kekuatan TNI AU secara bertahap akan dapat memenuhi target Minimum Essential Force (MEF). Selanjutnya, proyeksi pembangunan kekuatan TNI AU, telah diarahkan untuk dapat mencapai air supremacy atau air superiority. Sasaran yang ingin dicapai adalah kekuatan pemukul udara strategis untuk menghadapi dua trouble spots dalam bentuk komposit yang berisi pesawat-pesawat tempur multi-role dari generasi 4,5. Selain itu, pembangunan TNI AU juga diarahkan pada kemampuan mobilitas serta proyeksi kekuatan pada lingkup nasional, regional, dan global. Kemudian sistem pertahanan udara akan juga diintegrasikan dengan matra lainnya dalam suatu jaringan bertempur atau Network Centric Warfare. Guna menambah alutsista TNI AU, kebijakan-kebijakan sesuai rencana strategis kedua sudah dibentuk dan disalin dalam bentuk road map renstra 2014 sampai 2019.
Dalam era modern, kemungkinannya kecil Indonesia akan terlibat dalam perang fisik dengan negara lain. Tetapi, sebagai negara yang berdaulat, Pemerintah Indonesia harus menegakkan otoritas khususnya dalam perlintasan Wilayah Udara Indonesia. Indonesia telah beberapa kali dilanggar kedaulatan udaranya oleh negara lain. Pesawat negara lain beberapa kali memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Berdasarakan data Komando Pertahanan Udara Nasional, bahwa pada 2014 terdapat 50 pelanggaran wilayah, dan pada 2015 sebanyak 182 kali. Fakta tersebut mendasari agar Indonesia memiliki pesawat tempur untuk mencegah pelanggaran kedaulatan. Pemerintah Indonesia telah melakukan kerjasama dengan Korea Selatan untuk menanam modal serta ikut serta dalam riset dan pembangunan pesawat tempur generasi 4,5. Kerja sama dimulai dengan penandatanganan kesepakatan yang tidak mengikat tentang pengembangan proyek jet tempur Korea Fighter Experimental (KF-X) oleh Pemerintah Indonesia dan Republik Korea, 9 Maret 2009.
Sejak cost share agreement ditandatangani pada Januari 2016, dalam dua tahun, Indonesia menghentikan pembayaran iuran KF-X karena menganggap manfaat program tersebut tak sebanding dengan dana yang dikeluarkan. Dalam kesepakatan awal, Indonesia akan menanggung 20 persen biaya pengembangan yang diperkirakan mencapai 7,5 miliar dollar AS sampai 2025. Para insinyur Indonesia yang terlibat dalam pengembangan KF-X di Korea Selatan sudah dipulangkan pada awal 2018. Setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jae-in, Pemerintah Indonesia pada Oktober 2018 mengumumkan dimulainya perundingan renegosiasi program KF-X dengan Korea Selatan yang akan berjalan selama setahun
Pada Desember 2018, Pemerintah Indonesia telah membayarkan senilai 132 miliar won/118 juta US dollar, kepada Korea Selatan sebagai iuran 2016 untuk pengembangan program pesawat tempur KF-X. Walaupun iuran 2017 dan 2018 belum disetorkan, Korea Selatan menganggap pembayaran tersebut cukup untuk mengikis kekhawatiran bahwa Indonesia akan keluar dari proyek strategis tersebut. Korea Selatan akan tetap meneruskan program KF-X dan berharap Indonesia akan berpartisipasi secara aktif di seluruh tahap pengembangannya.
Terdapat tiga hal yang dapat menjadi motivasi Indonesia dalam menerima tawaran Korea Selatan untuk bekerja sama dalam pengembangan pesawat tersebut, yaitu pertama, untuk membangun kemandirian di bidang pertahanan. Kedua, adalah motivasi teknologi, karena Indonesia masih minim dalam teknologi pertahanan dan diharapkan dapat memungkinkan transfer teknologi ke Indonesia. Ketiga, adalah kontribusi terhadap perekonomian. Proyek dengan anggaran sebesar KFX dapat memberikan efek pada perekonomian, yang diharapkan dapat seperti negara-negara maju yang sudah mengandalkan industri sektor pertahanannya. Melakukan renegosiasi dalam proyek tersebut, merupakan strategi yang tepat bagi Pemerintah, tetapi perlu mempertimbangkan beberapa aspek didalamnya yaitu Global Supply Chain, menitikberatkan Transfer of Technology (TOT), serta mempersiapkan SDM untuk memgoperasikan pesawat tersebut. Selain itu Pemerintah dan PT. Dirgantara Indonesia agar dapat pro-aktif dalam mendukung pengembangan industri pertahanan, dinataranya pro-aktif mencari dan menemukan pasar internasional dan memberikan dukungan anggaran.
Bagi Indonesia kerjasama pembuatan IFX dengan Korea Selatan, diperlukan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan dalam sistem pertahanan Nasional, diantaranya membangun kemandirian pertahanan, motivasi teknologi, dan kontribusi perekonomian. Melakukan renegosiasi dalam proyek tersebut, merupakan strategi yang tepat bagi Pemerintah, tetapi pihak Pemerintah dan PT. Dirgantara Indonesia agar dapat lebih pro-aktif untuk meningkatkan keuntungan yang lebih bayak dalm hal yang strategis bagi Indonesia di masa mendatang.