Sumpah Pemuda Momentum Tangkal Radikalisme dan Perangi Covid-19
Oleh : Dian Ari )*
Peringatan Hari Sumpah Pemuda dapat dimaknai sebagai momentum untuk memerangi radikalisme hingga Pandemi Covid-19. Dengan adanya peringatan tersebut, partisipasi Pemuda maupun mahasiswa dalam mengatasi persoalan bangsa diharapkan dapat meningkat.
Hari Sumpah Pemuda diperingati tiap tanggal 28 Oktober. Hari itu adalah titik balik ketika para pemuda bersatu untuk membangun Indonesia. Dalam konteks kekinian, pemuda khususnya mahasiswa dituntut untuk mengoptimalkan perannya dalam mengatasi berbagai persoalan di Indonesia, seperti radikalisme dan Corona, bukan justru berdemonstrasi yang rentan menularkan virus Corona.
Jika dulu tahun 1928 para pemuda berkumpul di Batavia (sekarang Jakarta) untuk melawan kolonialisme, maka saat ini seharusnya para pemuda bersatu melawan radikalisme. Mengapa harus radikalisme? Penyebabnya karena paham ini bisa menggerogoti negara dari dalam, dan selalu menebar ancaman serta pengeboman. Jangan sampai Indonesia jadi hancur akibat radikalisme.
Paham radikal bertentangan keras dengan Pancasila, dan mereka yang bergabung dalam kelompok radikal sangat intoleran. Oleh karena itu para pemuda seharusnya bersatu untuk melawan sikap intoleran, dan menggaungkan pluralisme serta toleransi. Di negara yang majemuk, seharusnya semua orang paham untuk saling menghormati, bukannya memaksakan kehendak.
Para pemuda bisa melawan radikalisme dan sikap intoleran dengan membuat trend di media sosial, misalnya dengan tagar #toleransi, lalu memviralkannya. Dengan membuat program seperti ini maka mereka mempromosikan toleransi dan menggugah persatuan di Indonesia. Mereka menyadari bahwa sumpah pemuda adalah momen yang baik untuk memulai persatuan, bukannya perpecahan.
Selain melawan radikalisme, para pemuda juga memperingati Hari Sumpah Pemuda dengan memerangi Corona. Mereka masih sehat, tangkas, dan punya ide-ide brilian untuk melawan virus Covid-19 dan dampaknya. Awali dengan yang dekat dulu, misalnya bagi-bagi masker sekali pakai dan hand sanitizer. Dengan pembagian paket ini maka masyarakat akan sadar pentingnya menjaga protokol kesehatan 10M.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali menyatakan bahwa saat Sumpah Pemuda, maka pemuda bisa berkontribusi untuk mengatasi pandemi, karena mereka memiliki ide-ide segar. Dalam artian, pemuda masih lincah-lincahnya dan memanfaatkan energinya untuk menceburkan diri ke masyarakat. Salah satu caranya dengan mengadakan bakti sosial.
Bakti sosial menjadi pilihan karena dampak pandemi begitu luasnya, sehingga masyarakat yang kesulitan finansial bisa memperoleh paket sembako, dan bertahan hidup meski gajinya dipotong. Para pemuda juga memanfaatkan media sosial agar makin banyak orag yang menyumbangkan sebagian hartanya.
Cara lain untuk mengatasi Corona adalah dengan memviralkan Prokes di media sosial, dengan membuat status, berita, atau desain grafis. Sehingga makin banyak masyarakat yang sadar bahwa poin-poin dalam prokes ada 10, bukan hanya 3. Mereka makin sadar pentingnya pakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, menjaga kebersihan lingkungan, mengganti baju, dan lain sebagainya.
Cara-cara ini ampuh dalam mengatasi dampak pandemi dan melawan radikalisme. Para pemuda memang sebaiknya menggunakan otak, tenaga, dan kreativitasnya untuk hal-hal yang berguna. Sayang sekali jika momen sumpah pemuda hanya dijadikan alasan untuk berdemo, yang rata-rata dilakukan di depan istana kepresidenan atau gedung walikota.
Demo di masa pandemi jelas terlarang karena melanggar protokol kesehatan, dan jangan marah ketika unjuk rasa dibubarkan. Para pemuda tidak seharusnya berdemo agar tak kena Corona, lagipula merepotkan masyarakat karena membuat kemacetan.
Peringatan hari sumpah pemuda menjadi sangat penting bagi para pemuda, karena seharusnya mereka bersatu melawan radikalisme, yang bisa merusak negara kita. Selain itu, para pemuda juga bersatu-padu melawan dampak pandemi. Jadikan peringatan hari sumpah pemuda untuk tetap solid, tetapi tidak usah berdemo karena melanggar protokol kesehatan.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiwa Cikini