Polemik Politik

Upaya Politis HTI Tunggangi Aksi Bela Tauhid II

 Oleh: M Ringgo )*

Sebagai organisasi trans-nasional, HTI tidaklah berdiri sendiri. Di belakangnya masih ada Hizbut Tahrir Internasional (HT-IN) Tentu saja mereka tak akan tinggal diam setelah HTI dibubarkan oleh pemerintah Indonesia. Dengan segala macam cara HT-IN akan mencari celah untuk menjaga eksistensi jaringan mereka di Indonesia.

Keberanian Banser membakar bendera HTI di Garut membawa begitu banyak hikmah. Kita semua jadi tahu bahwa jaringan eks HTI masih bergerilya dan menunggu momen yang tepat untuk bangkit. Merebut tampuk kepemimpinan di Indonesia.

Mengapa saya berani sebut itu adalah bendera HTI? pertama, pembawa bendera tersebut sudah mengaku simpatisan HTI, kedua pembawa bendera HTI tersebut bukan santri yang diundang dalam acara. Ketuga, dalam peraturan disebutkan bahwa dilarang membawa bendera lain selain bendera Indonesia. Kok nekat? atau memang sengaja ingin menunjukkan eksistensinya?

Namun masih ada sebagian kecil lainnya yang masih ngotot bahwa itu adalah bendera tauhid. Bahkan beberapa tokoh politik ikut menyuarakan bahwa itu bukan bendera HTI. Hal ini tentu saja aneh, mengapa dengan repit repot mau mengurusi hal semacam ini? bukankah mereka terkesan membela HTI? Semakin mereka berkelit, publik akan semakin mengenali siapa saja simpatisan maupun pendukung HTI.

Narasi yang dibangun oleh kelompok HTI, bahwa bendera yang dibakar oleh Banser adalah bendera tauhid. Jubir HTI dengan mengatakan bahwa HTI tidak punya bendera. Padahal fajtanya, sebelum dibubarkan, HTI selalu membawa bendera tersebut dalam sejumlah aksinya.

Saat ini ummat Islam yang tidak terlalu paham soal HTI dan misi menegakkan khilafah di Indonesia pun diseret-seret, diprovokasi bahwa Banser telah membakar bendera tauhid. Banser harus dibubarkan. Lalu setelah itu muncullah ajakan-ajakan fiktif, aksi bela kalimat tauhid. Apa tujuannya? Tentu saja sekedar propaganda.

Aksi bela tauhid? Bela Agama? Tuhan tidak perlu dibela. Pembela tentu saja kedudukannya lebih tinggi derajatnya daripada yang dibela. Lalu dengan membela tauhid bukankah berati orang-irang pembela ini memposisikan kedudukannya diatas kalimat tauhid itu sendiri? Miris, agama hanya dijadikan alat untuk menuju kekuasaan. Simbol-simbol agama digunakan sebagai tameng pembenaran dari segala tindakan-tindakan makar yang mereka lakukan.

GP Ansor yang menaungi banser juga telah merespon kejadian ini dengan bijak. Banser meminta maaf karena telah menimbulkan keributan. Tapi di sisi lain Banser menyatakan dengan sangat jelas, bahwa tindakan penertiban dan pembakaran terhadap bendera HTI adalah sebuah eskpresi spontan, atas dasar kecintaan Banser terhadap bangsa dan tanah air.

Lebih mencurigakan lagi saat aksi bela tauhid jilid 1 yang dilakukan di Patung Kuda dan Kantor Menkopolhukam lalu, di tengah demonstrasi, seorang orator meneriakkan tagar 2019 ganti presiden. Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah banyak melakukan kebohongan dan mengkriminalkan ulama dan dinilai anti-islam. Pemimpin yang bohong mau kita beri kesempatan dua periode atau tidak? Pemimpin yang zolim, halal atau haram?, Pernyataan tersebut kemudian dibalas ‘tidak’ oleh masa.

Ini yang disebut aksi bela tauhid? Lalu mengapa ujung-ujungnya teriak ganti  presiden? Ujung-ujungnya menyangkut politik? samakah dalang aksi ini denfan dalang deklarasi ganti presiden? jika iya tentusaja aksi bela tauhid ini perlu dicurigai kemana arah dan dalangnya ini.

Kemudian massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) dan unsur lainnya, akan menggelar Aksi Bela Tauhid 211. Aksi jilid 2 ini akan dipusatkan di depan Istana Kepresidenan Jakarta.

Aksi rencananya akan digelar hari Jumat setelah salat Jumat berjamaah di Masjid Istiqlal. Setelah salat, massa akan longmarch ke depan Istana untuk menyampaikan tuntutannya. Kegiatan
juga akan diikuti massa yang diinisiasi oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Perlukah aksi ini? Menurut saya jika tujuannya memang aksi membela tauhid murni tentu tidak efektif. Kepolisian telah mengusut terkait kasus ini dan menyelesaikannya. Jelas secara hukum kasus ini sudah terpecahkan. Kecuali apa bila kasus ini memiliki maksut dan tujuan lain seperti membuat pemerintah chaos seperti aksu 212 lalu. Tentu saja hal ini akan membuat HTI dan dalang dibaliknya tertawa bahagia apabila aksi 211 membuat pemerintah jatuh.

Kita sebagai masyarakat, lebih baik kita tidak usah ikut-ikutan hal seperti itu. Saat ini kondisi bangsa ini sedang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Bencana alam, tsunami gempa serta kejadian pesawat jatuh jauh lebih membutuhkan perhatian kita dibanding hal-hal berbau provokasi politik yang dibungkus dengan isu agama.

Yang perlu kita ingat adalah HTI menginginkan ideologi Pancasila diganti. Organisasi seperti itu sudah selayaknya diberantas. HTI kini mulai menunjukkan eksistensi, namun kita Indonesia sudah sepantasnya kita memperjuangkan negeri ini. Kita tidak boleh lengah dan tertipu oleh tipu daya mereka yang mengatasnamakan agama. Ingat NKRI harga mati!.

 

)* Penulis adalah pemerhati politik

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih