Sendi Bangsa

Ketika Perubahan dan Pembangunan di Papua Tertutupi Oleh Isu Negatif

Oleh : Dodik Prasetyo )*

Gejolak permasalahan Papua semakin hari semakin mendapat atensi dari dunia internasional. Perhatian yang diberikan dapat dilihat dari seringnya permasalahan Papua dibahas dan diangkat oleh negara-negara yang menginginkan Papua untuk merdeka dalam forum-forum internasional. Negara-negara yang mendukung Papua untuk merdeka tersebut membawa isu HAM yang diharapkan dapat “membebaskan” Papua dari Indonesia. Selain itu, isu kemiskinan yang terjadi terhadap masyarakat Papua dan wilayah Papua secara keseluruhan juga sering kali diangkat.

Dengan adanya tekanan-tekanan yang diberikan masyarakat internasional terutama yang berasal dari negara yang menganggap pihaknya memiliki “ras” yang sama dengan masyarakat Papua, semestinya menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan. Mengapa mereka menekan dunia untuk mendukung kemerdekaan Papua? Lalu, apabila Papua telah merdeka apa yang akan mereka lakukan terhadap Papua? Siapa saja tokoh-tokoh nasional atau internasional yang memiliki kepentingan dibalik negara-negara yang tergabung di dalam MSG (Melanesian Spearhead Group), PIF (Pacific Islands Forum), dan PIDF (Pacific Island Development Forum)? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang seharusnya ditanyakan oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat Papua.

Pada dasarnya, masyarakat Internasional  masih menganggap bahwa Papua merupakan bagian tidak terpisahkan dari Republik Indonesia, meskipun terdapat segelintir opini yang menuntut pemisahan  Papua dari Indonesia.  Dengan elegan, pemerintah Indonesia juga mematahkan dan mengecam pernyataan-pernyataan yang diutarakan oleh negara-negara yang mendukung kemerdekaan Papua. Sebagai salah satu contoh pemerintah Indonesia tidak takut akan tekanan dan fitnah dari negara pendukung Papua merdeka seperti Kepulauan Solomon dan Vanuatu. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan yang dikemukakan oleh salah satu diplomat Indonesia Ainan Nuran di Sidang PBB umum PBB ke 72.

Dalam sidang tersebut Indonesia melalui diplomatnya mengatakan bahwa negara-negara yang mendukung kemerdekaan Papua dan Papua Barat hanya menyebarkan kebohongan dan hoax. Dengan menyebarkan kebohongan dan hoax tersebut pemerintah Indonesia yakin bahwa tuduhan yang dilayangkan terhadap Indonesia hanya dilatarbelakangi dan termotivasi oleh kebutuhan ekonomi negara-negara tersebut. Indonesia juga beranggapan bahwa negara-negara pasifik yang mendukung kemerdekaan Papua telah menutup mata dan tidak mau melihat pembangunan serta pengembangan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua.

Memang pada kenyataannya, pemerintah Indonesia selalu mengedepankan pembangunan di wilayah yang tertinggal. Selain itu, dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah yang tertinggal kedepannya juga akan berpengaruh terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Dengan dilakukannya pembangunan, maka akan ada peningkatan perekonomian dalam kehidupan masyarakat. Karena pembangunan akan memicu suatu wilayah untuk berkembang terutama dalam sektor ekonomi. Hingga saat ini pengembangan wilayah terutama Papua dan Papua Barat  terus mengalami peningkatan yang signifikan.

PENURUNAN DISPARITAS SOSIAL

Sebelum adanya pembangunan yang dilakukan secara menyeluruh di Indonesia, memang tidak dapat dipungkiri wilayah yang terisolasi dan jauh dari ibu kota sehingga seringkali ditemukan banyak ketimpangan di berbagai lini. Hal ini didorong oleh sulitnya akses sehingga menyebabkan masyarakatnya pun berada jauh dibawah garis kemiskinan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini yang menjadi motivasi negara-negara pasifik yang mendukung kemerdekaan Papua. Hal ini yang diangkat di forum internasional sehingga mereka dapat menyerang pemerintah Indonesia. Namun, berbicara fakta saat ini pemerintah Indonesia dapat berbangga hati karena tuduhan dan fitnah tersebut hanyalah sebuah kebohongan.

Dapat dilihat saat ini di Papua dan Papua Barat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus mempercepat pembanguanan infrastruktur di Papua. Hal ini dikarenakan pengembangan di Papua dan Papua Barat merupakan prioritas. Dua daerah tersebut merupakan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS 31 Sorong-Manokwari dan WPS 32 Manokwari-Bintuni. Sehingga, percepatan pembangunan yang dilakukan dikarenakan menjadi prioritas utama untuk mendukung ketahanan pangan, konektivitas, permukiman dan perumahan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kedepannya, pembangunan infrastruktur demi mewujudkan hal-hal tersebut terdiri dari bendungan, normalisasi sungai, pelabuhan dan infrastruktur pendukung lainnnya.

PEMBANGUNAN JALAN TRANS PAPUA

Program Presiden Jokowi yang membangun wilayahnya dari wilayah terluar hingga wilayah terpencil, berdampak pada meningkatnya mobilitas dan memudahkan aksesibilitas masyrakat di wilayah-wilayah daerah yang sebelumnya terisolasi. Sebelumnya, salah satu wilayah yang sulit dijangkau merupakan daerah-daerah terpencil di Papua. Namun, hal tersebut tidak menjadi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat daerah tersebut saat ini. Hal ini dikarenakan Presiden Jokowi beserta Direktorat Jenderal Bina Marga dan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berencana hingga akhir tahun 2018 akan membangun jalan sepanjang 3,331 KM di Seluruh Indonesia.

Nantinya, pembangunan tersebut sebagian besar akan dilakukan di Papua. Salah satu target pemerintah yang saat ini sedang dikebut penyelesaiannya adalah jalan Trans Papua. Jalan ini akan terbagi menjadi beberapa segmen dan akan menghubungkan wilayah Papua dan Papua Barat. Nantinya, dengan adanya jalan Trans Papua ini, maka masyarakat akan miningkatkan mobilitas dan aksesibilitas warga di wilayah yang terpencil.

PENDAPATAN DAERAH MENINGKAT

Seperti yang diketahui oleh banyak pihak, wilayah Papua dan Papua Barat merupakan daerah yang memiliki sumber daya mineral yang berlimpah. Hal ini sudah dibuktikan oleh PT Freeport yang hingga saat ini tetap melakukan eksplorasi di wilayah Indonesia dan melakukan divestasi dengan pemerintah ketika kontrak yang dimiliki harus diperpanjang. Saat ini nilai divestasi antara PT. Freeport dan pemerintah Indonesia sebesar 51% demi memperpanjang kontrak kerja di Papua. Dengan adanya peranjangan kontrak tersebut, tidak hanya Indonesia yang diberikan keuntungan oleh PT. Freeport. Keuntungan juga dibagikan kepada pemerintah daerah sebesar 10%. Sehingga total pembagian saham PT. Freeport antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu 41% pemerintah pusat dan 10% pemerintah daerah.

Selain dilakukannya divestasi oleh PT. Freeport, pemerintah Indonesia yang memang memikirkan pengembangan investasi dan masyarakat Papua dalam perjanjian yang dilakukan, mendesak PT. Freeport untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di wilayah Papua. Sehingga, hal ini dapat mencegah PT. Freeport mencuri mineral-mineral yang tidak sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Selain itu, dengan adanya smelter di wilayah Papua maka pemerintah dapat mendorong PT. Freeport untuk menggunakan tenaga lokal sebagai sumber daya manusia yang menjalankan smelter tersebut.

Dengan dilakukannya percepatan dan pemerataan pembangunan infrastruktur daerah terutama di wilayah Timur Indonesia. Maka semua tuduhan dan fitnah yang dilakukan terhadap Indonesia yang mengatakan bahwa pemerintah tidak memperhatikan dan melakukan pelanggaran HAM di wilayah Timur Indonesia terutama di Provinsi Papua dan Papua Barat hanyalah isu dan isu tersebut tidak benar. Sehingga tuduhan negara pendukung Papua untuk Merdeka yang sering kali diutarakan di forum-forum internasional merupakan pernyataan yang tidak berlandaskan hukum dan tidak lebih dari isapan jempol semata.

 

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih