Polemik Politik

Tokoh Adat Wajib Dukung Pemilu Damai

Oleh : Rebecca Marian )*

Para tokoh adat wajib mendukung Pemilu 2024 berlangsung dengan damai. Mereka memiliki tanggung jawab moral sebagai orang yang dihormati masyarakat, sehingga perbuatannya akan diikuti oleh rakyat. Dengan dukungan dari tokoh adat maka warga optimis Pemilu 2024 akan lancar, jujur, dan adil.

Pemilihan umum (Pemilu) adalah ajang di mana rakyat memilih sendiri presidennya, juga anggota legislatif. Pemilu berlangsung dengan meriah. Terlebih ketika rakyat bisa mencoblos gambar calon presiden (capres) sendiri, setelah pada Orde Baru hanya bisa memilih partai, sementara presidennya tidak pernah berganti.

Pemilu 2024 rencananya akan diselenggarakan tanggal 14 Februari 2024. Dari 2 Pemilu sebelumnya, masyarakat bertikai di media sosial karena terlalu fanatik mendukung partai dan capres tertentu. Seharusnya kejadian ini tidak boleh terulang lagi pada Pemilu mendatang dan para tokoh adat juga mendukung agar Pemilu berlangsung dengan damai.

Suttan Kanjeng Penyimbang Muhammad Sani Amit, tokoh adat dari Lampung, menyatakan bahwa ia mendukung Pemilu damai dan menolak politik uang pada Pemilu 2024 mendatang. Ia dan segenap tokoh adat di Lampung Tengah menandatangani pakta integritas dan mengadakan deklarasi Pemilu damai. Acara ini didukung penuh oleh Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu).

Suttan Kanjeng Penyimbang Muhammad Sani Amit melanjutkan, tujuan dari deklarasi adalah menolak politik uang dan mencegah kecurangan pada Pemilu 2024 nanti. Selain itu, ia dan tokoh adat Lampung Tengah yang lain akan mengawasi Pemilu agar berjalan dengan damai, tentu dengan sinergi dari Bawaslu.

Dalam artian, para tokoh adat di Lampung Tengah memiliki komitmen tinggi untuk menjaga perdamaian pada Pemilu 2024 mendatang. Mereka juga bekerja sama dengan Banwaslu sebagai lembaga resmi negara yang mengawasi kelancaran Pemilu, baik sebelum dan sesudah masa pencoblosan. Dengan kolaborasi ini maka diharap Pemilu di Lampung Tengah dan sekitarnya berjalan dengan damai tanpa ada kendala sama sekali.

Para tokoh adat ingin Pemilu berlangsung dengan damai karena pada ajang ini sangat rawan gesekan. Penyebabnya karena fanatisme yang berlebihan pada partai politik atau capres tertentu yang bisa menyebabkan tawuran, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Jika tokoh adat mendeklarasikan Pemilu damai maka akan diikuti oleh warganya dan mereka akan tetap menjaga perdamaian, walau mendukung capres yang berbeda.

Warga akan mengikuti tokoh adat di daerahnya karena ia dihormati dan dituakan. Ketika tokoh adat mendukung Pemilu damai maka warga akan menurutinya dan meminimalisir konflik. Mereka ingat pada pesan sang tokoh adat untuk menjaga perdamaian.

Masyarakat sadar bahwa tujuan Pemilu itu baik yakni mencari pemimpin dan anggota legislatif yang baru, sehingga Indonesia akan lebih maju. Oleh karena itu mereka akan menjaga perdamaian. Terlebih ketika ada contoh langsung dari sang tokoh adat.

Perdamaian menjadi kunci suksesnya Pemilu, oleh karena itu ketika ada tokoh adat yang mendukungnya maka patut diapresiasi. Berarti tokoh adat sangat nasionalis dan mendukung program pemerintah, termasuk Pemilu. Mereka sadar bahwa Pemilu sangat penting karena akan membuat masa depan Indonesia jadi lebih baik.

Sementara itu, Mardiono, tokoh adat di Bangka Belitung, menyatakan bahwa ia dan segenap tokoh lain mendukung Pemilu 2024 agar berjalan dengan damai. Semoga pasca Pemilu 2024 bangsa ini akan dibangun dengan kearifan lokal.

Dalam artian, tokoh agama di Bangka Belitung juga mendukung Pemilu damai. Penyebabnya karena perdamaian harus ditegakkan saat Pemilu, baik di Bangka Belitung maupun daerah lain. Jangan sampai ada permusuhan yang terjadi sebelum maupun sesudah Pemilu, yang disebabkan oleh provokator atau masyarakat sendiri.

Alangkah ngerinya ketika Pemilu lalu ada perpecahan antar warga dan menjadi 2 kubu yang saling mengejek. Mereka akan berperang di dunia maya dan saling serang di Twitter, Instagram, maupun media sosial lain. ejekan demi ejekan terlontar karena merasa capresnya yang paling benar.

Padahal peperangan di dunia maya juga berbahaya karena bisa merembet di dunia nyata. Ketika ada pihak yang tersinggung maka akan terjadi tawuran yang memakan korban luka-luka dan perusakan fasilitas umum. Masyarakat tentu tidak ingin hal buruk ini terjadi. Oleh karena itu mereka menjaga agar Pemilu selalu damai tanpa ada gesekan antar pendukung partai tertentu.

Masyarakat menyadari bahwa dukungan diperlukan bagi capres dan partai agar memenangkan Pemilu. Namun dukungan bukan berarti boleh menghina pihak lain, apalagi menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).

Perpecahan ketika jelang Pemilu dan sesudahnya berusaha dicegah agar tidak merembet jadi pertikaian berkepanjangan. Oleh karena itu para tokoh adat perlu aktif menyosialisasikan kepada masyarakat untuk mendukung Pemilu damai agar agenda penting tahun 2024 berlangsung dengan lancar.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih