Polemik Politik

Gerakan Buruh Dan Pilgub DKI Jakarta

Oleh : Amriludin *)

Menjelang Pilgub DKI Jakarta putaran kedua, menarik mencermati dinamika elemen buruh dalam merespons isu-isu aktual terkait hajatan politik yang menghadapkan Ahok-Djarot vs Anies-Sandi, karena ternyata elemen buruh mencermati perkembangan strategis tersebut, sebelum menentukan sikapnya dalam menghadapi Pilgub DKI Jakarta.

Beberapa isu aktual yang direspons elemen buruh antara lain soal pemecatan terhadap KH Ahmad Ishomuddin oleh MUI dimana ada beberapa elemen buruh yang menilai tindakan pemecatan tersebut tidak bijaksana, walaupun Ishomuddin telah menjadi saksi meringankan bagi Ahok, namun tidak sedikit elit-elit gerakan buruh yang menyetujui tindakan pemecatan yang dilakukan MUI dengan alasan Ishomuddin tidak menghargai sikap politik dan rule of the game yang berlaku di MUI.

Sementara itu, adanya instruksi salah satu Parpol agar kadernya di seluruh Indonesia datang ke Jakarta guna mengajak warga memilih Paslon tertentu  dinilai belum tentu dapat berjalan efektif karena tingkat pemahaman politik warga Jakarta sudah lebih baik, sehingga tidak mudah dirayu dan diprovokasi. Sedangkan terkait tabligh Akbar dan Subuh Berjamaah bersama GNPF MUI dan FPI, serta pengobatan gratis yang dilaksanakan menjelang putaran kedua Pilkada DKI Jakarta merupakan kegiatan positif selama tidak bermuatan politis, namun kelompok buruh yang sependapat dengan aktivitas tersebut berpendapat tabligh akbar dll adalah kegiatan dakwah biasa yang tidak terkait dengan Pilkada, sehingga tidak boleh ada pelarangan terhadapnya.

Elemen buruh yang pro terhadap Paslon Anies-Sandi menilai pemanggilan Polisi terhadap Sandiaga Uno pada 10 Maret 2017 atas pengaduan pencemaran nama baik oleh salah seorang perempuan yang terjadi pada 31 Oktober 2013 dinilai sebagai salah satu bentuk ketidaknetralan pemerintah dalam menghadapi putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Meskipun demikian, umat Islam tetap memiliki peluang sangat besar untuk mengalahkan Ahok pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Kalangan buruh juga menilai adanya dugaan politisasi hukum menjelang Pilgub DKI Jakarta dengan indikasi adanya pelaporan terhadap Anies Baswedan yang dilakukan oleh dua kelompok kepentingan ke KPK maupun penangkapan KH. Muhammad Al Khathath yang diduga akan melakukan makar, cenderung mengonstruksi opini buruh bahwa dua indikasi tersebut mengarah pada upaya politisasi hukum menjelang putaran kedua.

Elemen buruh juga melihat menjelang Pilgub DKI Jakarta telah terjadi beragam manuver politik yang dilakukan masing-masing Timses Paslon, seperti isu rencana mobilisasi massa di TPS menggunakan seragam yang dikoordinatori oleh salah satu Parpol maupun isu ketidaknetralan oknum lembaga penyelenggara Pilkada disebut oleh elit-elit buruh sebagai kecenderungan bernuansa perang opini kampanye hitam dan lempar isu saling menjatuhkan kredibilitas lawan politik, rawan memanfaatkan mobilisasi basis massa buruh oleh kelompok kepentingan, mengangkat isu menuntut ketegasan dan profesionalitas penyelenggara Pilkada, serta menyoal netralitas Pemerintah yang dianggap cenderung mendukung salah-satu Paslon dengan secara tidak langsung, elemen buruh menyindir bahwa pemerintah telah mendukung Paslon tertentu dari adanya fenomena ketidaksiapan JPU kasus Ahok dalam sidang 11 April 2017, dan disisi yang lain elemen buruh menyadari masalah ini mudah dipolitisasi, sehingga mereka mengambil sikap acuh tak acuh dengan semuanya.

Pergerakan buruh dalam pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta semakin terlihat, khususnya dalam menanggapi isu-isu terkait Ahok. Kondisi tersebut semakin memperkuat posisi Anies-Sandi karena dukungan dari elemen buruh cukup besar di DKI Jakarta. Lebih lanjut lagi, elemen buruh diperkirakan akan terus memobilisasi massanya untuk ikut andil dalam putaran kedua nantinya. Dengan demikian, pergerakan buruh akan membuat situasi dan kondisi politik semakin memanas, karena rawan terjadi provokasi massa yang dapat mengakibatkan konflik antar pendukung massa pada saat pemilihan.

Adanya rencana aksi pada 19 April 2017 diperkirakan akan melibatkan massa buruh, yang akan memperkuat pergerakan massa di masing-masing TPS. Meskipun arah pergerakan massa diklaim sebagai upaya mengamankan TPS, namun terdapat indikasi bahwa aksi tersebut merupakan upaya memenangkan Anies-Sandi di setiap TPS. Dengan demikian, pengerahan massa dari kedua pendukung akan rawan terjadi konflik fisik di setiap TPS, serta rawan terjadi kecurangan, dimana massa akan mendapat intervensi dari massa aksi tersebut.

 

Buruh semakin cerdas

Beberapa analis menilai pemecatan terhadap KH Ahmad Ishomuddin oleh MUI telah memicu pro dan kontra. Elemen buruh yang kontra menilai tindakan tersebut sebagai hal yang tidak bijaksana. Sementara elemen buruh yang pro dengan kebijakan MUI menilai keputusan pemecatan tersebut tentu telah melalui berbagai pertimbangan. Disamping itu, kegiatan Tabligh Akbar dan Subuh Berjamaah bersama GNPF MUI dan FPI, serta pengobatan gratis yang dilaksanakan menjelang putaran kedua Pilkada DKI Jakarta tidak serta-merta akan menguntungkan Paslon Anies-Sandi meskipun aksi tersebut secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai kampanye terbuka bagi Paslon yang notabene merupakan Cagub/Cawagub muslim tersebut.

Namun demikian, konstelasi politik elemen aktivis buruh akan tetap mencari posisi tawar dalam mengekespansi dukungan ke berbagai lapisan organisasi buruh, memanfaatkan political preasure massa buruh yang cukup potensial, dengan tetap mengedepankan isu perjuangan kesejahteraan buruh. Disamping itu, ada indikasi upaya meluaskan target bargaining position basis massa buruh terhadap Paslon, yang pada akhirnya mengarah pada kontrak politik antara Paslon dengan organisasi buruh.

Bagaimanapun juga, elemen buruh tetap mengkritisi pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta pada khususnya dan Pilkada serentak 2017 pada umumnya, dan sebagai sebuah gerakan politik, maka elemen buruh juga memiliki tujuan-tujuan dan agenda pragmatis apalagi outcome Pilkada serentak 2017 belum memuaskan elemen buruh dengan salah satu contoh hasil Pilkada Bupati Bekasi tahun 2017.

Namun, pasangan calon yang kurang didukung elemen buruh tidak perlu berkecil hati disebabkan belum tentu dukungan buruh ke salah satu Paslon akan meningkatkan jumlah suara mereka, karena sejatinya diakui atau tidak oleh elit-elit buruh di Indonesia bahwa masih ada friksi dan fragmentasi gerakan buruh di Indonesia. Buktinya lagi, mengapa Parpol buruh tidak pernah eksis dalam Pemilu di Indonesia, bahkan tidak mudah mendirikan Parpol buruh di Indonesia, karena “ambisi politik” yang berbeda dari masing-masing aras gerakan buruh. Itulah bukti bahwa gerakan buruh juga belum terintegrasi dengan baik di Indonesia.

 

*) Penulis adalah pemerhati masalah Polkam di dan peneliti di Forum Dialog Riau. Tinggal di Pekanbaru, Riau.

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih