Sendi Bangsa

Stop Retorika HAM, Saatnya Fokus Pada Pembangunan Papua

Oleh: Muhammad Aji Pangestu )*

Menjelang peringatan Hari Kebesaran Kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang jatuh pada 1 Desember nanti, beberapa masyarakat Papua kembali dibuat bergejolak. Kali ini Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang sebelumnya lazim dikenal dengan OPM tersebut telah melakukan penyanderaan terhadap beberapa warga di kampung sekitar PT. Freeport, Distrik Tembagapura, Kab. Mimika. Tak ayal karena hal tersebut, pasukan gabungan dari TNI-Polri secara heroik berjuang dan berusaha guna menyelamatkan sandera yang didominasi oleh anak-anak dan warga setempat.

Dalam tuntutannya, Komandan Operasi Tentara Pembebasan Nasional (TPN) – Organisasi Papua Merdeka (OPM) Timika, Hendrik Wanmang meminta pemerintah Indonesia membuka diri terhadap perjuangan bangsa Papua sekaligus mengembalikan hak kedaulatan yang pernah menurutnya ‘diperoleh’ pada 1 Desember 1961 silam.

Pada dasarnya tuntutan kemerdekaan Papua ini sudah lama diminta oleh segelintir  kelompok seperti OPM yang mengatasnamakan masyarakat Papua. Alasan yang terlalu sederhana apabila Tanah Papua dianggap tidak diperhatikan oleh Pemerintah, padahal hingga detik ini pernyataan tersebut sudah sangat tidak relevan. Terlihat bentuk justifikasi yang dilakukan oleh kelompok pemberontakan tersebut dibantah secara total oleh pembangunan super cepat yang dilakukan dalam beberapa dekade terakhir.

Pada tahun ini saja, total dana APBN Perubahan untuk membangun infrastruktur di Papua dan Papua Barat mencapai Rp 7,61 triliun. Dana tersebut belum termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 2,18 triliun. Di bidang jalan raya, pemerintah akan menyelesaikan sekitar 112 km jalan Trans Papua yang ditargetkan rampung pada tahun depan. Jalan tersebut sudah dicoba sendiri oleh Presiden Jokowi beberapa waktu silam.

Pembangunan infrastruktur ini tidak lain agar kesejahteraan yang di idam-idamkan masyarakat Papua dapat terwujud, harga-harga merata, dan ekonomi tumbuh. Selain pemerataan di bidang infrastrukur dan ekonomi, pembangunan manusia pun digenjot oleh pemerintah, orang asli Papua di berikan beasiswa untuk menimba ilmu di universitas-universitas top di tanah air, terlebih, dalam rekrutmen pegawai pemerintah, ada alokasi khusus untuk masyarakat asli Papua.

Selain itu, masyarakat Papua nampaknya mendapat tempat sendiri di hati Presiden Jokowi, 13 perwakilan tokoh agama dan tokoh adat masyarakat Papua diundang ke Istana Negara pada 15 Agustus 2017 untuk membahas berbagai isu penting di Papua bersama presiden.

Perhatian pemerintah pusat tersebut nampaknya sudah disadari oleh beberapa tokoh OPM. Salah satunya Goliat Tabuni, yang merupakan salah satu Panglima tinggi OPM bersama ratusan anggota dan simpatisan OPM secara berangsur kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Mereka sadar bahwa perhatian pemerintah kepada Papua sangat besar sehingga perlawanan kepada pemerintah hanya akan menghambat pembangunan di Papua. Hal tersebut seharusnya juga disadari oleh KKB (OPM) yang masih tersisa.

Disamping perlawanan senjata yang sedari dulu dilakukan, perlawanan diplomasi pun dilakukan. United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)-lah aktornya. Melalui salah satu petingginya, Benny Wenda, mereka mengemis dukungan ke luar negeri untuk kemerdekaan Papua, senjata utamanya? Pelanggaran HAM yang dilakukan jauh di masa lalu.

Tidak ada senjata lain bagi mereka, sebab pemerintah sudah menutup pelbagai titik yang dapat dieksploitasi. Namun herannya, masih ada negara-negara yang percaya jika rakyat Papua di rampas HAM-nya oleh pemerintah, negara-negara kecil nan insignifikan seperti Vanuatu dan Kepulauan Solomon.

Jika benar terjadi pelanggaran HAM hingga saat ini seperti yang dituduhkan, diera globalisasi dan zaman media millennial saat ini, maka persebaran informasi dan bukti nyata terkait hal tersebut sudah diketahui oleh dunia. Seperti pernyataan salah seorang diplomat muda Indonesia Nara Masista Rakhmatia, Ia pun menambahkan komitmen Indonesia terhadap perlindungan HAM tak perlu diragukan lagi karena Indonesia adalah anggota Dewan HAM PBB, penggagas Komisi HAM antar pemerintah ASEAN, dan memiliki Komnas HAM. Lebih dari itu Indonesia juga sudah meratifikasi 8 dari 9 instrumen utama HAM, sehingga isu pelanggaran HAM hingga genosida yang dituduhkan tidak lain hanya retorika belaka.

Stop retorika pelanggaran HAM di Bumi Cenderawasih, sudah saatnya seluruh rakyat Papua bahu membahu, saling membantu dalam membangun dan memajukan tanah Papua. Bukan malah justru menghambatnya dengan konflik senjata maupun retorika politik praktis yang kuat dugaan ditunggangi oleh kepentingan asing. Sudah menjadi hal yang wajib bagi seluruh anggota maupun simpatisan OPM untuk memahami maksud mulia Pemerintah Indonesia membangun Papua. Mari kita bersatu, bersama,  bahu membahu dalam menciptakan kedamaian dan menumpas segala pergerakan yang dapat menghambat percepatan pembangunan tanah Papua.

 

)* Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih