Warta Strategis

Merajut Persatuan Dalam Kebhinekaan

Oleh : Indah Melati )*

 Bhineka Tunggal Ika merupakan warisan dari tata pemerintahan dan menjadi ideologi Majapahit. Jaminan kebebasan tersebut ternyata mampu meredam konflik internal antara pemeluk agama Budha dan Syiwa, sehingga dengan persatuan tersebut Majapahit bisa membangun imperium dunia pada abad 14.

Pada Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan konseptualisasi dari kebebasan beragama di Indonesia. Konsep yang dicetuskan oleh Ir Soekarno menegaskan asas kesetaraan dalam ketatanegaraan, dimana setiap warga negara Indonesia dijamin berkedudukan sama di hadapan hukum.

Hal tersebut menguatkan konsensus pendiri bangsa sebelumnya bahwa pancasila yang berjiwa inklusif sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebhinekaan Indoneisa sudah selayaknya dibanggakan, dengan beragam suku, bahasa dan Agama, masyarakat dari Sabang sampai Merauke disatukan oleh sebuah bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia.

Pluralitas di negara ini sudah sepatutnya dijaga di negeri ini, dengan memiliki 1.340 suku dan 1.158 bahasa daerah tentu Indonesia patut berbangga karena tidak ada negara di belahan dunia manapun yang memiliki tingkat keragaman seperti di Indonesia. Tidak hanya suku dan agama saja, beragam kepercayaan juga cukup banyak di Indonesia.

Dalam perayaan hari besar agama seperti perayaan Natal, pluralitas juga tampak kental terasa, meskipun ada sebagian golongan yang meyakini bahwa mengucapkan selamat Natal merupakan sesuatu yang haram dan tidak perlu dilakukan.

Natal merupakan perayaan sukacita bagi kaum kristiani yang mengimani Yesus sebagai Juru selamat. Tradisi mengucapkan salam dari pemeluk agama yang berbeda di dalam masyarakat merupakan hal yang wajar bagi sebagian orang, hal ini juga dibuktikan bahwa umat non muslim juga memberikan ucapan selamat Idul Fitri kepada umat muslim.

Polemik dalam ucapan Natal didasari oleh sebuah narasi beberapa golongan yang memiliki keyakinan, jika mengucapkan Natal kepada umat non muslim berarti ikut mengakui dan mengimani ajaran lain. Polemik klise ini sering didengungkan menjelang perayaan Natal, sehingga berpotensi munculnya gesekan sosial di dalam internal umat Islam.

Namun pandangan yang memperbolehkan umat islam mengucapkan selamat Natal diperkuat oleh Syaikh Yusuf Al – Qaradhawi, ulama tersebut memandang bahwa ucapan selamat Natal merupakan bagian dari sikap baik kepada umat lain yang merupakan karakter dasar bagi umat muslim. Hal tersebut merupakan bukti dari toleransi Islam.

Menyikapi hal tersebut tentu dibutuhkan sikap untuk tidak saling berdebat dan merasa diri paling benar menurut dirinya sendiri, karena pada hakikatnya kebenaran itu layaknya 5 orang yang menggambar sebuah bunga, kelima orang tersebut jelas menggambar hal yang sama namun pastinya gambar yang dihasilkan berbeda, nah disinilah muncul sebuah kedewasaan diri untuk tidak menyalahkan orang yang menggambar bunga dengan gambar yang berbeda.

Makna toleransi tidak hanya berupaya untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama, namun juga menjaga keharmonisan dan kemesraan sesama umat beragama meski memiliki pemahaman yang berbeda. Perbedaan pendapat tentang hukum mengucapkan selamat Natal semestinya bisa kembali kepada diri sendiri, tentunya diri kita mesti memegang kendali untuk meredam sifat paling benar.

Perbedaan sejatinya merupakan rahmat dari Tuhan. Ada sebuah kisah dimana seorang Perawat yang beragama kristen berusaha berangkat lebih pagi ketika berdinas, hal ini dimaksudkan agar rekan – rekan yang dinas malam dapat menjalankan ibadah sholat ied.

Di Wonosobo salah satu Gereja Kristen Jawa memiliki studio radio lokal dengan frekuensi 107.7 mhz, salah satu hal yang menarik adalah beberapa penyiar yang siaran merupakan mahasiswa / mahasiswi muslim yang kuliah di Fakultas Komunikasi Kepenyiaran Islam Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ). Tanpa ragu ia memasuki kabin siaran dengan menggunakan jilbab, ketika jam sholat tiba penyiar muslimah tersebut disediakan sebuah tempat untuk sholat oleh pimpinannya.

Sikap toleransi kental terasa ketika lebaran tiba, seluruh penyiar yang beragama muslim di radio JCC Java Christian Church tersebut mendapatkan dispensasi untuk libur dari jam siaran.

Selain itu, Kita mungkin masih ingat dengan aksi heroik Banser Riyanto yang menyelamatkan gereja dari Bom, tubuhnya terkoyak tak beraturan akibat bom yang meledak dalam pelukannya, saat itu Riyanto tengah berjaga pada malam Natal di Gereja Eben Haezar Mojokerto. Mendapat kabar dari seseorang yang menemukan bungkusan hitam mencurigakan. Riyanto membuka bungkusan tersebut tanpa ragu, saat membukanya ia melihat rangkaian kabel yang memercikkan api dan segera membawa kabur Bom tersebut.

Ketika Bom dilempar oleh Riyanto, naas bom tersebut terpental hingga akhirnya Riyanto mengambil bom dan mendekapnya untuk membawa lari lebih jauh, tak lama bom meledak dalam dekapannya. Aksi heroik tersebut tentu memiliki nilai perilaku yang lebih tinggi dibandingkan dengan ucapan selamat Natal.

Keberagaman di Indonesia merupakan sebuah kekayaan yang harus dipupuk dengan sikap toleransi. Dengan adanya toleransi tersebut, maka diharapkan semangat persatuan sebagai bangsa akan tetap terpelihara.

 

)* Penulis adalah pemerhati sosial

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih