Tagar #IndonesiaCallObserver Wujud Kepanikan Kubu 02
Oleh : Rizal Arifin)*
Jagat dunia maya mulai dipenuhi dengan tanda pagar #IndonesiaCallObserver yang terus digenjot oleh para buzzer maupun simpatisan kubu oposisi. Bahkan tagar tersebut sempat menjadi trending topic di Indonesia. Hal tersebut tentu bukan tanpa alasan, tagar tersebut disinyalir sebagai upaya untuk mencari perhatian dunia internasional, sehingga seolah – olah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia penuh dengan kecurangan.
Narasi dari kubu 02 ini disebabkan karena keyakinan mereka akan elektabilitas Prabowo mampu menyalip Capres Petahana Joko Widodo dalam survei internal mereka. Padahal banyak survey lain bahkan survei dari Australia juga yang menunjukkan bahwa Paslon 01 masih lebih unggul dari penantangnya.
Hidayat Nur Wahid selaku pentolan tagar tersebut menilai, selama ini pihak pemantau pemilu yang berasal dari dalam negeri masih diragukan keberaniannya dan obyektifitasnya dalam memantau proses penyelenggaraan Pemilu. Namun ada sesuatu yang menjadi blunder bagi kubu 02, tentu sudah tidak mengherankan lagi apabila kubu 02 sering melakukan blunder dalam melancarkan strategi politiknya.
Pertama adalah tagar yang mereka gunakan menggunakan akronim INA untuk tagar #INAelectionObserverSOS, hal ini jelas salah kaprah, karena singkatan tersebut merupakan singkatan internasional untuk negara Indonesia dalam event olahraga. Mestinya singkatan internasional yang digunakan ada 2 pilihan yaitu ID atau IDN untuk 3 huruf. Dunia internasional justru tidak akan memahami maksud dari kekonyolan relawan tagar tersebut, mereka bisa jadi menertawakan karena tagar tersebut dikira akan memanggil pemantau untuk event pertandingan olahraga atau persiapan Olimpiade.
Pihak KPU sendiri mengatakan akan ada pemantau dari luar negeri yang hadir dalam Pemilihan Presiden nanti. Ini sudah sesuai dengan undang – undang, jadi tidak perlu teriak minta pemantau asing untuk datang, karena sudah diundang secara resmi. Hal ini tentu menunjukkan bahwa kubu Prabowo – Sandi tidak memahami sama sekali tentang aturan main dalam Pemilu. Karena tidak mengetahui jalurnya maka berteriaklah mereka dengan tagar #IndonesiaCallObserver dan #INAelectionObserverSOS.
Pramono Ubaid Tanthowi selaku Komisioner KPU mengatakan bahwa pada pemilu 2019 ini lembaganya telah mengundang 33 negara, serta perwakilan kedutaan 33 negara sahabat dan 11 lembaga pemantau internasional. Nah, dunia Internasional sudah siap menjadi saksi, siapa kelak yang akan menang pada Pilpres 17 April.
Tindakan seperti teriak di sosmed akan adanya kecurangan, tentu akan menunjukkan bahwa mereka sedang berusaha mendelegitimasi demokrasi di Indonesia dan malah meruntuhkan martabat negaranya sediri. Hal ini bisa diibaratkan seperti mengungkap bobroknya negeri ini lalu meminta pihak asing mengintervensi. Atau jangan – jangan hal ini merupakan hasil dari konsultan asing yang dipakainya? Padahal mereka sering meneriakkan anti asing, namun ujungnya mereka seakan meminta agar pihak asing turun tangan dalam memantau jalannya pemilu.
Ketika sebuah bangsa / negara meminta bantuan asing / internasional untuk memantau dan mengawasi, maka bisa jadi akan serius ditanggapi oleh pihak PBB. Implikasinya adalah PBB akan mendatangkan segala perangkatnya untuk ikut serta dalam urusan negara Indonesia. Bawaslu telah menyatakan bahwa lembaga pemantau asing yang terakreditasi di Bawaslu hanya ada dua lembaga, yakni Asia Democracy Network dan Asian Network For Free Elections. Dan untuk lembaga pemantau pemilu asing yang ingin terlibat memantau harus memenuhi syarat – syarat yangg ditentukan oleh UU Pemilu dan Perbawaslu.
Pemantau pemilu harus menunjukkan sifat independen, namun ada juga yang mengklaim independen yang ternyata ‘partisan’, sebagai ajang pertarungan wacana dalam konteks pemenangan pemilu. Akan tetapi lembaga pemantau pemilu semacam itu akan terusir dengan sendirinya dari medan interaksi wacana kontestasi demokrasi, apabila kinerja mereka menyimpang dari kaidah – kaidahnya sebagai pemantau pemilu independen, serta tidak kompeten dalam mengedepankan pertanggungjawaban publik.
Sejatinya kita tak perlu meluncurkan tagar yang rawan salah ketik tersebut agar pemantau dari luar negeri datang memantau pemilu di Indonesia. KPU sebagai lembaga penyelenggara yang independen tentu memiliki aturan terkait hal ini. Menjelang Pemilu, tentu masyarakat harus mampu menahan diri untuk tidak menciptakan provokasi dan pesimisme di jagat dunia maya.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik