Teror Bom Surabaya dan Urgensi Revisi UU Terorisme
Oleh : Ricky Rinaldi )*
Setelah kasus serangan narapadina terorisme di Mako Brimob, berita tentang terorisme datang dari Surabaya. Publik digegerkan dengan aksi satu keluarga yang meledakkan bom bunuh diri di tiga gereja. Mirisnya aksi tersebut melibatkan anak-anak di bawah umur. Tak ada yang menduga jika keluarga itu menganut paham radikal dan terkait dengan jaringan ISIS.
Keluarga Dita yang menjadi pelaku dari pemboman 3 gereja menurut para tetangganya dikenal tertutup. Tak ada yang tahu bahwa Dita sebenarnya merupakan ketua JAD atau Jaringan Ansarut Daulah di wilayah Surabaya.
Setelah kejadian pemboman tersebut, pihak teroris masih melancarkan aksinya. Masih di sekitar Surabaya, mereka kemudian menyasar ke Rusun Wonocolo, Sidoarjo. Menurut keterangan dari Irjen Machfud Arifin selaku Kapolda Jatim tak semua keluarga teroris tewas dalam aksi bunuh diri tersebut. Ada yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.
Tak berhenti sampai disitu, pada senin pagi kelompok teroris kembali menyerang. Kali ini pada senin pukul 08.50, pihak teroris melakukan aksi bom di markas kepolisian Surabaya.
Dari serangkaian teror tersebut, diperkirakan ada 41 korban luka yang telah mendapat perawatan di rumah sakit. Serta 11 orang meninggal atas kejadian tersebut.
Saat ini polisi masih bekerja keras dalam penyidikan kasus ini. Tim gegana juga diterjunkan untuk menyisir tiap lokasi terjadinya peledakan bom karena ditakutkan masih ada bom yang masih aktif.
Peristiwa ini memang cukup menjadi perhatian masyarakat karena belum juga tuntas. Jika melihat polanya, orang awam pun tahu bahwa aksi bom tersebut saling berkaitan satu sama lain. Menurut pengamatan dari mantan anggota jamaah islamiyah, Ali Fauzi mengatakan bahwa aksi bom di Surabaya merupakan serangkaian balas dendam terhadap peristiwa di Mako Brimob.
Selain itu, video yang beredar luas yang merekam anggota polisi menyuapi makan para narapidana teroris dengan tangan diborgol menyulut emosi para anggota kelompok teroris tersebut. Sebenarnya peristiwa peledakan bom yang terjadi beruntun di beberapa kota bukan kali ini saja, hal serupa pernah terjadi di tahun 2000. Pemboman pernah terjadi di beberapa kota, seperti Bandung, Batam, Mojokerto, dan Jakarta. Yang membedakan adalah modelnya berbeda dengan dulu.
Mungkin sebenarnya polisi juga sudah menduga akan ada aksi bom tersebut. Tapi, aksi pemboman tersebut tidak bisa diduga akan terjadi dimana dan kapan. Sebenarnya pemboman yang terjadi di Surabaya masih dalam kategori tidak besar. Efek dari bom tersebut hanya beberapa radius meter saja. Adanya kebakaran juga disebabkan oleh tangki bensin kendaraan bermotor, asap mengepulnya bukan dari efek residu.
Namun, pemboman yang terjadi secara beruntun tersebut cukup membuat kepanikan dan keresahan masyarakat. Diharapkan polisi dapat mengusut tuntas kasus ini. Dari video aksi pemboman yang banyak beredar terlihat seorang ibu yag berani membawa bom bunuh diri dengan membawa anaknya. Tentunya ada alasan kuat yang mendasari perilaku tersebut. Polisi harus mampu mencari motif dibalik aksi tersebut supaya dapat mencegah hal serupa terulang lagi.
Mengenai kejadian terkait bom ini, Jenderal Tito Karnavian selaku ketua Polri menjelaskan bahwa motif penyerang ini karena instruksi dari ISIS pusat supaya melakukan penyerangan karena mereka terdesak sehingga menyuruh anggotanya bergerak.
Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, padahari minggu juga terjadi aksi pemboman di Paris. Diduga penyerangan tersebut masih satu jaringan. Aksi pemboman tersebut juga memiliki motif pembalasan atas ditangkapnya ketua mereka Aman Abdurrahman. Setelah Aman ditangkap, diketahui bahwa kepemimpinannya dialihkan pada Zaenal Anshori. Kemudian Zaenal pun ditangkap atas kasus pendanaan senjata api yang masuk ke Indonesia dari Filipina.
Dari beberapa permasalahan itu yang disebabkan karena permasalahan lokal hingga lingkup internasional, hal itulah yang diduga menjadi motif dasar atas kasus pemboman tersebut. Kemudian kenapa aksi tersebut dilakukan di Surabaya? Jawabanya karena mereka merupakan kelompok di wilayah Surabaya dan pemimpin mereka yag saat ini tengah ditahan juga berasal dari Jawa Timur.
Yang perlu diketahui, polisi saat ini tengah berusaha mengusut tuntas kasus ini. Selain melakukan penyidikan mendalam terhadap motif pelaku dan juga menelusri rekam jejaknya, juga mengidentifikasi korban-korban yang berjatuhan. Beberapa korban telah selesai diidentifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga.
Sebenarnya bukan hanya polisi yang harus bertugas menyelesaikan kasus ini. Namun masyarakat juga diharapkan dapat membantu polisi dengan cara tetap tenang atas keadaan ini. Jika kita panik, pihak teroris justru akan merasa senang karena berhasil menciptakan ketakutan. Kita sebagai masyarakat yang baik dan patuh terhadap hukum juga bisa membantu mengawasi sekitar ketika dirasa ada sesuatu yang mencurigakan bisa melaporkannya pada pihak berwajib.
Sebenarnya aksi teroris ini musuh bagi setiap orang yang menginginkan perdamaian. Jangan sampai kita mudah diadu domba dan banyak berspekulasi yang tidak baik atas kejadian ini. Meskipun pihak teroris mengaku sebagai Islam, tapi Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Islam tidak membenarkan terjadinya kekerasan. Apa yang dilakukan oleh para teroris tidak mencerminkan Islam.
Sebagai warga Indonesia yang telah sejak lama hidup saling berdampingan antar suku, agama, bahasa, dan perbedaan lainnya, kejadian ini tidak seharusnya membawa kebencian antar warganya. Justu kita harus saling bersatu padu melawan tindakan para teroris. Melawan terjadinya kekerasan dan menciptakan adanya perdamaian kembali di bumi pertiwi ini.
Kita dukung saja upaya pemerintah yang berjanji akan mempercepat revisi undang-undang terorisme. Sesuai dengan instruksi dari presiden Joko Widodo yang menegaskan agar revisi UU antiterorisme yang telah 2 tahun dibahas DPR agar bisa secepatnya diselesaikan. Hal ini penting supaya dapat membuat leluasa polri dalam bergerak untuk memberantas teroris.
Sebenarnya revisi undang-undang tersebut tak kunjung selesai karena ada perbedaan pendapat di beberapa pointnya. Yang pertama adalah tentang definisi teroris dan kedua tentang keterlibatan TNI. Tapi saat ini kedua poin tersebut telah selesai dibahas. Presiden meminta agar RUU jadi di bulan Juni 2018. Tapi DPR optimis Mei ini sudah akan selesai.
Jenderal Tito Kranavian juga antusias mengenai RUU tersebut, karena dengan adanya revisi maka polri akan lebih leluasa dalam menangani para pelaku teroris. Jika pemerintah atau pun lembaga hukum menetapkan bahwa JAD dan JAT merupakan organisasi teroris dan ada pasal yang menyebutkan bahwa siapa pun yang bergabung dalam organisasi tersebut dapat dikenai pidana maka akan lebih mudah bagi polri mencegah aksi teroris. Terlebih jika TNI bisa ikut terlibat dalam memberantas teroris, maka TNI dan Polri dapat menangani aksi pelaku teroris bersama-sama.
Kita tunggu saja RUU itu bisa selesai secepatnya. Masalah teroris ini bukan hanya masalah yang hanya perlu ditangani oleh pemerintah, tapi masalah seluruh elemen masyarakat. Sudah saatnya, kita dukung revisi undang-undang antiterorisme segera disahkan agar bumi Indonesia ini bisa damai kembali tanpa teror lagi.
)* Penulis adalah Pengamat Sosial Politik