Tiada Tempat Untuk HTI di Bumi Serambi Mekah
Oleh: Cut Hanum Assyifa )*
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dilarang di Indonesia sejak 17 Juli 2017. Langkah tersebut diambil setelah kajian pemerintah tentang gebrakan dan sepak terjang HTI. Hal yang paling mendasar adalah HTI terbukti dengan nyata mengembangkan paham khilafah sebagai upaya menggantikan Pancasila dan UUD 1945. Beragam kegiatan dan gerakan mereka di dalam masyarakat bertujuan menanamkan paham khilafah dalam menjalani kehidupan bangsa dan negara. Dengan cara itu mereka mengajak masyarakat dan rakyat untuk mengganti UUD 1945 dan Pancasila, mengubah sistem negara NKRI menjadi Khilafah Islamiyah.
Langkah cepat pemerintah membubarkan HTI patut diapresiasi karena telah melakukan langkah strategis menyelamatkan bangsa. HTI secara terang-terangan dan terbukti tidak mengakui Pancasila yang merupakan filsafat keindonesiaan sebagai dasar negara. Jelas ini tidak bisa dibiarkan dan harus segera diambil tindakan yang bijak.
Dibalik penolakan terhadap pembubaran HTI, bahwa perlu diketahui Hizbut Tahrir sebelumnya sudah dianggap organisasi terlarang di 21 negara. Indonesia terlambat untuk membubarkan organisasi politik internasional tersebut. Namun bak kata orang bijak, better late than never. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kericuhan konflik global adalah buah dari ulah HTI yang memantik konflik horizontal dan vertikal di tengah masyarakat.
Indonesia merupakan negara yang dihuni beragam perbedaan, mulai dari agama, suku, ras, kebudayaan dan adat istiadat, dan lain sebagainya, namun Indonesia tetap satu dalam bingkai NKRI. Bagi HTI, konsep NKRI itu merupakan musuh karena tidak sejalan dengan paham mereka yang ingin menyatukan semuanya kedalam paham khilafah. Mereka terus berupaya menebar kebencian terhadap pemerintah, memecah belah kesatuan elemen bangsa dan pada akhirnya melakukan pengambilalihan kekuasaan pemerintahan yang sah, untuk menjadikan negara Indonesia bagian dari khilafah.
Walau organisasi HTI sudah dilarang, namun secara personal dan kelompok non-formal HTI masih hidup. Para penggiatnya masih banyak berada di tengah masyarakat kita. Mereka bergerak menyebarkan paham-paham HTI itu ke berbagai elemen masyarakat Indonesia, kelompok sosial dan keagamaan, kelompok politik dan bahkan masuk ke institusi pemerintah. Tentu saja kondisi ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dengan dasar warna keislaman yang kuat melekat pada organisasi HTI, para penggiatnya relatif mudah melakukan pendekatan pada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Demi membela kepentingan agama, masyarakat seringkali tidak sadar sedang berada dalam penggiringan paham HTI.
HTI diduga melakukan penyusupan ke kelompok-kelompok muslim fanatik. Salah satunya patut diwaspadai adalah di bumi serambi mekkah. Kultur keislaman yang kuat dianut masyarakat Aceh rawan untuk perkembangan HTI disana. Namun tidaklah semudah itu memanfaatkan keadaan tersebut. Masyarakat Aceh sangat berpengalaman dalam menyaring paham baru, terutama yang berkaitan dengan Islam fundamental.
Konflik berkepanjangan yang pernah terjadi di Aceh menyadarkan masyarakat Aceh bahwa berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945 adalah kunci hidup damai dan tentram. Jangan kembalikan luka lama itu hadir kembali di bumi serambi mekkah. Bahaya memperdebatkan filsafat leluhur bangsa telah dirasakan betul bahayanya. Berpegang teguh kepada pedoman utuh kebangsaan membuktikan Aceh bisa bangkit kembali dari keterpurukan berpuluh tahun akibat konflik politik karena dasar agama.
Namun kita tidak boleh lengah, ancaman tidak pernah surut. HTI ada di sekitar kita. Pemikiran sempit yang mengadu domba sesama anak bangsa selalu dipupuk oleh pihak yang tidak menginginkan kemajuan. Tidak terkecuali di tanah Aceh yang memiliki sumbangsih historis besar kepada bangsa nan jaya ini. Bahwa pakta perdamaian Aceh belasan tahun lalu sudah dirasakan dampaknya. Jangan sekali-kali menjadikan bumi serambi mekkah sebagai tumbal keganasan HTI. Perkuat dan pertebal semangat kebangsaan demi kemajuan bangsa menuju optimisme Indonesia nan kuat dan jaya.
)* Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Ar-Raniry Aceh