Tidak Ada Orang Meninggal Akibat Suntikan Vaksin Covid-19
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Vaksin Covid-19 yang saat ini sedang disuntikkan kepada masyarakat telah melalui serangkaian uji coba ketat, sehingga aman dan halal untuk digunakan. Masyarakat diharapkan antusias dalam mengikuti vaksin tersebut karena tidak ada orang yang meninggal akibat suntikan vaksin Covid-19.
Berita kematian pasca vaksin tentu saja menghebohkan jagat dunia maya, tentu saja kita tidak bisa langsung percaya jika vaksin dapat menyebabkan kematian. Asisten Direktur Kesehatan Honkong Frank Chan Ling-Fung mengatakan, dari 56 kematian yang dilaporkan antara sekitar 44 juta dosis Sinovac yang diberikan di seluruh dunia pada akhir Februari. Sebanyak 20 terkait dengan penyakit arteri koroner. Dirinya juga menegaskan bahwa semua kematian ditemukan tidak terkait dengan vaksin setelah penilaian.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro menegaskan tidak ada laporan tentang adanya orang yang dirawat di rumah sakit dan meninggal dunia akibat mendapatkan suntikan vaksin Covid-19.
Sri mengatakan, efek samping dari vaksin Covid-19 bersifat ringan, seperti nyeri, demam, bengkak, sakit kepala dan bisa sembuh dengan obat maupun tanpa obat.
Dalam sebuah diskusi virtual, Sri menuturkan bahwa efek samping Sinovac dan AstraZeneca cukup ringan. Tidak ada yang masuk rumah sakit, atau sampai meninggal karena vaksin. Ini yang perlu diperhatikan.
Sri juga mengatakan, dari laporan yang diterimanya, kelompok lansia lebih sedikit mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dibanding kelompok usia dewasa.
Dirinya berujar bahwa selama berada di Komnas KIPI, hampir tidak ada (KIPI) karena yang datang ke kita, lansia sudah bugar-bugar semuanya.
Berdasarkan hal tersebut, Sri berharap anggota keluarga atau kalangan muda tidak ragu untuk membantu kelompok lansia dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Sebab, kata dia, jika kelompok lansia terpapar Covid-19, risiko kematiannya lebih tinggi.
Sebelumnya, ITAGI telah memberikan rekomendasi bahwa interval atau jarak penyuntikan vaksin AstraZeneca dosis pertama dan kedua yang ideal yakni delapan minggu.
Meski demikian, Sri mengingatkan bahwa diperlukan kehati-hatian pada pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk kelompok lanjut usia.
Utamanya, bagi lansia yang memiliki penyakit penyerta komorbid. Pada kelompok ini, pemberian vaksin AstraZeneca disarankan pula untuk memperhatikan screening menurut kriteria renta/frailty.
Ia juga mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Global Advisory Comittee on Vaccine Safety (GACVs) dan EMA memutuskan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca mempunyai lebih banyak manfaat dibandingkan dengan efek sampingnya.
Sementara itu, di Korea, seorang Pasien Berusia 50-an dengan berbagai penyakit yang mendasari meninggal di sebuah rumah sakit di Goyang, tepat di luar perbatasan barat laut Seoul. Ia baru menerima suntikan vaksin pada hari selasa pagi 2/3/2021/
Menurut pejabat kesehatan, pasien mulai menunjukkan gejala gagal jantung dan kesulitan bernapas pada sore hari, tetapi pulih setelah mendapatkan perawatan darurat. Namun gejala kambuh terjadi pada Rabu Pagi sebelum pasien meninggal.
Sebelumnya, pasien memang sudah memiliki masalah kesehatan termasuk jantung, diabetes dan stroke.
Pada kesempatan berbeda, ada pula pasien berusia 58 tahun yang meninggal di rumah sakit perawatan jangka panjang di dekat Buan, kurang dari sehari setelah menerima vaksin. Kondisi pasien yang sudah ada sebelumnya termasuk infark miokard dan diabetes.
Seorang pejabat kesehatan provinsi di sana menuturkan, tak satu pun dari mereka menunjukkan reaksi merugikan terhadap vaksinasi. Untuk saat ini, sehingga kematian tidak mungkin disebabkan oleh vaksinasi.
Dirinya mencatat bahwa Badang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) akan bertemu dengan empat ahli penyakit menular pada sore hari untuk menentukan korelasi antara kematian dan vaksin.
Pihak AstraZeneca juga menuturkan bahwa pihaknya telah mengetahui penyelidikan ini, tetapi keamanan vaksin telah dipelajari secara ekstensif dalam uji klinis dengan data yang mengonfirmasi bahwa secara umum dapat ditoleransi dengan baik.
Sebelumnya, ada berita menghebohkan di Facebook yang menuliskan berita dengan judul 48 orang tewas setelah divaksin Corona, Agenda Jahat Rezim Terungkap. Padahal setelah diselidiki, hasil otopsi oleh otoritas Korsel menyebutkan bahwa 48 orang yang meninggal bukan setelah mendapatkan vaksin corona, melainkan vaksin flu. Pihak otoritas Korea juga telah menyebutkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara pemberian vaksin flu dengan kematian 26 korban yang telah diselidiki.
Oleh karena itu kita perlu jeli dalam memilah berita agar tidak terbawa arus dalam narasi yang menyesatkan. Sangat penting sekali untuk tidak langsung percaya pada narasi provokatif yang ujung-ujungnya hanya berita hoax demi sensasi.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia